15. My Hero

33 2 0
                                    

Untuk kesekian kalinya, Ataila kembali melirik jam yang melingkar sempurna di pergelangan tangannya. Terdengar helaan napas panjang. Kini sudah jam 4 sore, ia memang terlambat pulang hari ini akibat merenovasi kelasnya.  dan ya,  mang Tatan sang sopir tak kunjung datang.

Dengan wajah lesu, Ataila pun mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya, kemudian menyalakannya.

15 panggilan tak terjawab.

Dan semua itu dari mang Tatan. Membuat Ataila menjadi khawatir seketika.

"Ya ampun, mang Tatan kenapa?" Tanyanya pada diri sendiri.

Ponselnya kini kembali berdering, dan nama mang Tatan tertera di layar telepon. Dengan cepat Ataila pun menerima panggilan tersebut.

"Halo mang, kenapa?" Sapanya terlebih dahulu dengan nada khawatir.

"Halo non, anu non maaf, saya nggak bisa jemput soalnya anak saya lagi sakit" ucap mang Tatan.  Yang Ataila tau saat ini pasti mang Tatan sangat merasa bersalah tak bisa menjemput majikannya. Ataila bersyukur bisa memiliki sopir sebaik mang Tatan.

"Oo gitu ya mang? Nggak apa apa kok. Semoga anaknya cepat sembuh" ucap Ataila tulus.

"Makasih ya non. Sekali lagi maaf mamang nggak bisa jemput"

"Iya mang serius Ataila nggak apa-apa kok" ucapnya.

Lalu setelah menjawab salam dari mang Tatan, sambungan telepon pun terputus.

Lengkap lah sudah, dengan perut yang keroncongan, Ataila pun harus bersabar menunggu taksi. Itu pun suatu keberuntungan kalau ia berhasil mendapatkan taksi dalam waktu dekat. Dilihat dari minimnya kendaraan yang berlalu lalang di daerah sekitar sekolahnya. Ditambah lagi dengan rasa nyeri di bokong nya akibat ulah manusia menyebalkan seperti Awan. 

Andai saja Ataila memiliki kekuatan untuk membaca masa depan, sehingga ia bisa tahu bahwa mang Tatan tak dapat menjemputnya, pasti ia akan dengan senang hati menerima tawaran Agizka dan Andani untuk pulang bersama.

Kini sudah hampir sejam lamanya ia berdiri sendiri di halte yang sepi, namun taksi tak kunjung datang.

Tiba Tiba dua orang pemuda menghampirinya. Dari penampilannya saja Ataila sudah tahu bahwa kedua pemuda itu bukan orang yang Baik-baik.

"Neng? Kok sendiri sih? Perlu abang temani?" Tawar salah satu diantara mereka. Ataila bersiap-siap mengambil langkah meninggalkan dua pemuda aneh itu. Namun, langkahnya terhenti akibat salah satu dari mereka menahan lengan Ataila.

"Cuek banget sih Neng?" Tanya pemuda yang memiliki rambut berwarna merah.

"Ish, lepasin" ucap Ataila menepis kasar tangan pemuda berambut merah itu.

"Galak banget sih" ucap yang satunya lagi. Yang memiliki rambut berwarna sedikit kecokelatan.

Ayolah Ataila, kenapa disituasi genting seperti ini ia masih saja memperhatikan warna rambut kedua pemuda itu.

"Pergi kalian sebelum aku teriak! " Ancam Ataila.

Kedua pemuda tersebut malah terbahak-bahak. Membuat Ataila semakin ilfeel saja.

"Teriak aja Neng.... nih teriak aja di telinga abang!" Ucap pemuda berambut merah. Tanpa jeda sedikitpun Ataila pun teriak sangat kencang tepat di telinga pemuda itu yang sukses membuat pemuda itu pening.

"Suaranya keras juga ya? " tanyanya sedikit oleng, akibat teriakan Ataila tepat di telinganya.

"Aku bilang pergi kalian sekarang!" Teriak Ataila lagi dengan sedikit gemetar. Terlalu takut, karena ini pertama kalinya ia dihadang oleh dua preman aneh.

"Jangan marah-marah lah, nanti cepat tua. Nggak cantik lagi dong. " ucap si rambut coklat yang dengan lancangnya memegang pundak Ataila erat.

Ataila meronta berusaha melepaskan pegangan preman itu, namun tenaganya tak cukup untuk mengalahkan tenaga preman berambut coklat tersebut. Sedangkan preman berambut merah tersenyum senyum menatap wajah cantik milik Ataila.

"Le..lepasin aa..aku" ucap Ataila mulai lemas. Ia takut, sangat takut.

"Kalau abang nggak mau gimana?"

"Abang nggak ma..."

BUGH!!!

Sebuah pukulan keras mendarat di bibir preman berambut cokelat, hingga ia berhasil tersungkur ke tanah. Lalu pemilik tangan yang memukul preman itu menarik Ataila agar bersembunyi di balik badan tinggi tegapnya.

"Siapa lo? Mau jadi pahlawan kesorean? " tanya preman berambut merah, lalu mengangkat lengan bajunya memperlihatkan tatonya. Tatang berhasil membuat Awan tertawa lepas. Ya, Tato ulat bulu.

"Ngapain lo ketawain gue?" Tanya preman berambut merah itu dengan nampang tak suka.

Awan tetap tertawa, tentunya tawa perdana menurut Ataila. Ataila tetap terdiam, dengan mata yang terus tertuju pada wajah tampan Awan.

"Aduh Aila. Kok malah muji muka tampan nya sih? Fokus La!  Fokus!"  Batin Ataila.

Dengan amarah yang memuncak, preman berambut merah pun mulai menyerang Awan, disusul oleh rekannya yang berambut Cokelat. Dengan sigap, Awan berhasil menghindar dari pukulan dua preman itu. Dan beberapa detik kemudian kedua preman tersebut telah terkulai tak berdaya.

Awan kini tersenyum tipis, tak sia-sia ia selama ini latihan pencak silat dengan opahnya. Ayah dari papinya. Tiba tiba ia merasakan ada yang meremas ujung jaket yang dipakainya. Dengan kening yang sedikit berkerut ia pun menoleh ke arah seorang dari yang kini tepat berdiri di belakangnya. Tepatnya bersembunyi di balik tubuh tingginya.

"Hey lo kenapa?" Tanya Awan heran melihat wajah gadis yang kini di hadapannya memucat. Sedang Ataila yang ditanya hanya menggelengkan kepalanya lemah.

"Yakin?" Tanya Awan sekali lagi. Yang kini di balas dengan anggukan oleh Ataila.

"Yaudah sini gue anter!" Tawar Awan.

Jika saja bukan Awan lelaki dingin berkepala batu itu yang menawarinya tumpangan, tanpa pikir panjang pun ia akan segera naik. Namun, yang menawarinya ini sang ice Prince membuat Ataila sedikit canggung. Bukan karena malu, tapi karena Ataila memiliki penyakit aneh, yakni jika hanya berdua dengan pria tampan maka ia akan sangat gugup.

"Kenapa bengong?" Tanya Awan dengan menaikkan sebelah alisnya, bingung dengan tingkah gadis di depannya.

"Ee....enggak usah, aku naik taksi aja" ucapnya ragu.

"Yaudah" ucap Awan santai lalu berjalan menuju mobilnya, membuat Ataila melotot seketika tidak percaya dengan makhluk di depannya.

Ataila saat ini ingin menangisi kebodohannya yang dengan gengsi menolak tawaran Awan agar pulang bersamanya. Ia pikir pria itu akan membujuknya, tapi hasilnya tidak sesuai kenyataan.

Tiba tiba sebuah mobil berhenti tepat di depannya, kaca mobil pun diturunkan,dan terlihatlah seorang pria tampan yang tadi menyelamatkan Ataila dari godaan para preman alay tadi. Siapa lagi kalau bukan Awan.

"Yakin kan nggak mau nebeng? Yaudah gue duluan yah, kalau preman tadi nyamperin lo sampein ya salam gue" ucap Awan, yang sukses membuat Ataila melongo, bukan apa, hanya saya di kepala batu hati es yang sering hemat ngomong sekalinya ngomong panjang lebar malah buat tekanan darah menjadi tinggi. Sabar Ataila ini ujian, cogan mah bebas.

"Oke bay" ucap Awan lagi yang kini menyalakan mesin mobilnya,  Ataila yang sedari tadi hanya diam kini sedikit menggigil dengan wajah merah padam perpaduan antara rasa kesal dan juga ketakutan.

"Awan tunggu!" Teriak Ataila yang kini tepat berada di depan pintu mobil Awan. Membuat empunya mobil sedikit terkejut. Awan pun membukakan pintu mobilnya untuk gadis itu, tanpa aba-aba Ataila langsung duduk di samping Awan, yang membuat Awan si makhluk dingin itu tersenyum tipis.

Tinggalkan jejak plis

Pai pai

Awan Dan LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang