17. Rasa Apa ini?

26 2 0
                                    

"Rasa ini aneh, sangat asing, namun begitu menyenangkan. Biarlah seperti ini, sepertinya aku menikmatinya"
~Awan & langit

Setelah sampai ke dalam kamarnya, Ataila langsung saja menghempaskan tubuh mungilnya di atas kasur empuknya. Tanpa melunturkan senyum indahnya, tangan mungilnya perlahan menyentuh dada bagian kirinya tepat di sebelah jantungnya. Apa yang sedang terjadi? Mengapa jantungnya berdegup begitu kencang? Apa kini ia punya kelainan jantung?

"Ahhrrgg...." teriaknya pelan, takut terdengar ke telinga orang tuanya yang sedang bersantai di ruang keluarganya yang berada dilantai bawah.

Ataila tak tahu mengapa ia jadi uring-uringan sendiri, sejak turun dari mobil Awan senyumnya tak pernah memudar, kini ia kembali mengingat kejadian yang baru saja ia lewati bersama Awan, mulai dari lelaki itu menolongnya bak pahlawan di dunia dongeng yang selalu di khyalkannya, membawanya makan bersama, hingga memakaikannya jaket. Perlakuan manis Awan itu membuatnya siksa sendiri, tapi anehnya ia menyukai sensasi yang kini dirasakannya ketika jantungnya berdegup kencang dan senyumnya tak pernah luntur. Meski jujur Ataila tak tahu apa yang kini ia rasakan. Ini bukan salahnya, salahkan saja Awan yang berlaku manis pada seorang gadis yang mudah sekali terbawa perasaan dan lugu ini.

"Huftt... Aila! lupain Awan dulu, sekarang saatnya mandi" ucapnya bicara sendiri. Kasihan Ataila, gara-gara perhatian kecil dari Awan membuatnya kini uring-uringan sendiri.

"Haaa Aila sadar!!!" Ucapnya lagi sambil menampar-nampar pipinya pelan, kemudian melepas jaket milik Awan mencium sebentar, wangi jaket yang jelas menguarkan bau khas milik Awan yang membuatnya tenang. Kemudian tiba-tiba ia menggeleng-gelengkan kepalanya. Tidak ia tidak boleh seperti ini. Benteng yang ia bangun selama ini tak boleh roboh hanya karena perhatian kecil dari Awan.

Dengan usaha yang sangat besar ia pun melangkahkan kakinya berat menuju kamar mandi miliknya demi mengembalikan otak geniusnya. Dan tentunya menghilangkan bayangan Awan yang kini tengah gerak jalan di dalam otaknya. Ohh berlebihan sekali Ataila.

-
-
-

Awan baru saja membuka pintu kamarnya dengan senyum tipis yang tak pernah pudar dari sudut bibir merahnya, setelah pintu terbuka, dua makhluk yang menyambutnya dengan cengiran lebar milik mereka masing-masing. Seketika wajah Awan kini berubah menjadi datar kembali.

"Mau maling kalian?" Tanya Awan dengan wajah sedatar papan tulis. Terpuji lah upin & ipin yang masih setia memiliki kepala botak, sehingga Gazza dan Gidran bisa mendapatkan sahabat seperti Awan yang memiliki mulut setajam samurai.

"Bang Awan mah tega sama dedek, masa dedek seganteng Manurius dikatain maling sih" protes Gazza dengan ekspresi absurd-nya.

"Jijik gue liat muka lo Za" ucap Gidran tak lupa menampar pipi Gazza pelan.

"Bang Awan, Gidran tega nampar dedek" Adu Gazza dengan suara yang dibuat-buat seperti suara anak kecil, yang sukses membuat dua pria tampan di dekatnya bergidik ngeri.

Awan kembali melirik tajam kedua sahabat ajaibnya itu "Kalian ngapain di kamar gue? Nggak punya rumah kalian?" Tanya Awan sinis.

Kedua manusia yang di tanyai itu kini mengerucutkan bibir mereka, menampilkan wajah memelas ala mereka masing-masing agar empunya kamar tidak mengusir mereka.

"Kejam banget sih jadi sahabat" protes Gazza lagi dengan ekspresi yang sama.

Gidran dengan cepat mengangguk menimpali perkataan sahabatnya itu "Ho'oh"

"Emang kalian siapa?" Tanya Awan yang kini membuka sepatu dan membuka jam tangan miliknya, kemudian melangkahkan kakinya ke lemari mengambil handuk putih yang tergantung rapi.

"Ciee yang habis anterin neng manis Ataila pulang" ucap Gazza yang sukses membuat langkah kaki Awan menuju kamar mandinya terhenti dan membalikkan badannya menghadap ke arah dua makhluk astral itu.

Awan menaikkan sebelah alisnya seolah bertanya 'dari mana lo tahu'.

Menyadiri ekspresi Awan, membuat Gazza menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Lo nguntit gue yah?" Tuduh Awan dengan ekspresi yang semakin datar.

"Enak aja, kurang kerjaan banget gue sampe harus ngikutin lo segala. Iya kan Ran?" Ucapnya sambil melirik ke arah Gidran, yang dibalas dengan gelengan kepala cowok itu. "Nggak tuh" ucap Gidran dengan senyum yang sangat menjengkelkan di mata Gazza.

"Ee tai lo, kan dari tadi kita bareng kuyang" protes Gazza.

"Gitu ya? Lupa gue" jawab Gidran enteng.

"Terserah kalian deh" ucap Awan yang kini tampaknya sangat frustrasi memiliki sahabat yang mempunyai otak sempurna yang tidak digunakan.

Awan kembali melangkahkan kakinya, tapi terpaksa terhenti kembali saat mendengar ledakan tawa dari kedua sahabatnya itu. Oke Awan, Sabar Ini Ujian. Cogan mah di sayang pacar. Eh tapi Awan kan Nggak punya pacar.

"Aelah ngambek abangnya dek" ucap Gidran disela tawanya.

"Huuu cowok ngambekan"

Aksi olok mengolok pun terjadi, membuat Awan jengah dan kembali melangkahkan kakinya. Namun untuk kesekian kalinya langkahnya kembali terhenti.

"Tadi gue ama nih kutil badak liat lo keluar dari warung Bu Masni bareng Ataila, terus masuk mobil" ucap Gidran yang kini dapat menguasai dirinya kembali.

Dengan mata melotot Gazza menoyor kepala Gidran " enak aja ngatain Cogan kutil badak, lah elo pantat monyet" protes Awan yang tak ditanggapi oleh Gidran.

"Jadi kita ngambil kesimpulan kalo lo anterin Aila pulang" lanjut Gidran tak peduli serangan bertubi- tubi di kepalanya yang ia dapatkan dari Gazza.

"Oh" jawab Awan singkat yang kini tanpa mau mendengar coletehan sahabat ajaibnya itu mempercepat langkahnya memasuki kamar mandi.

Awan Dan LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang