12. Maaf

43 3 1
                                    

Hawa yang diam demikian indah di suasana pagi ini dengan kumuning sinarnya, tanpa kata-kata, tanpa letih, kemilau harapan di ufuk timur menjanjikan sejuta harapan dan keinginan. Pada mulanya titik langkah perlahan sang waktu di persimpangan jalur. Rembulan lantas menghilang, kutilang berkicau.

Seorang gadis menyongsong cerahnya pagi, memberikan harapan pada sekelumit hatinya.

"Aku harus minta maaf" batin gadis itu.

Pagi ini Ataila diantar sang supir berhubung papanya sedang di luar kota dan abangnya yang sejak semalam ke kampusnya, diperjalanan fokusnya hanya pada bagaimana caranya agar bisa dimaafkan oleh Awan si kepala batu lagi berhati beku. Hingga sebuah suara menyadarkannya dari lamunan panjangnya.

"Non? Kita udah nyampe di sekolahnya non" ucap mang Tatan, yang sedari tadi juga merasa heran dengan keterdiaman Ataila. Namun belum ada jawaban, ucapan mang Tatan hanya bagai angin lalu.

"Non?" Panggil nya lagi sedikit keras.

"Ehh ii iya mang" jawab Ataila sedikit terbata, mungkin karena sedikit terkejut.

Mang Tatan yang telah lama bekerja di keluarga besar Anwa, merasa ada yang janggal dengan sikap anak majikannya ini. Ia tahu betul sifat ceria anak gadis yang satu ini.

"Non Ada masalah? Cerita sama mamang, mana tahu mamang punya solusi" bujuk mamang, ia tahu betul bahwa majikan cilik yang kini beranjak dewasa ini tidak dapat berbohong padanya, atau pada siapapun. Mungkin.

"Hmm... gini mang, kalau misalnya kita punya salah, terus pengen minta maaf tapi orangnya galak, terus dinginnn banget mana irit banget ngomongnya, gimana ya mang? Aila harus ngapain supaya dimaapin. Aila bingung mang" keluhnya sambil mengerutkan bibirnya.

Mang Tatan tersenyum, sudah ia duga ternyata permasalahan remaja. Ia ingin memberikan solusi terbaik untuk anak majikan yang ia anggap sebagai anaknya sendiri, karena ketika melihatnya ia dapat mengobati rasa rindunya pada anak-anaknya di kampung.

"Hmm, gini non, setiap orang pasti pernah berbuat kesalahan baik disengaja maupun tidak, dan setiap orang harus meminta maaf apabila merasa memiliki kesalahan, iya to non?" Tanyanya dengan melirik ke kursi belakang tempat Ataila duduk.

"Iya mang" jawab Ataila singkat

"Gini setiap orang yang udah minta maaf itu punya hak untuk dimaafkan, karena Allah saja maha memaafkan seluruh kesalahan hambanya, masa kita yang hina ini nggk bisa" lanjutnya sambil tersenyum.

"Masalahnya mang, orang satu ini itu spesies langkah, berbeda udah dingin, galak, kayak nggk punya hati aja" keluh Ataila sambil membayangkan wajah dingin Awan.

"Nggak boleh soudzon non, coba aja dulu, jangan pandang orang lewat covernya. Barangkali hati beku nya meleleh karena senyum hangat non" ucap mang Tatan lagi, dengan senyum menggodanya.

"Semangat atuh non, masa gitu aja Nggak bisa, non Aila ka hebat" lanjutnya menyemangati, akhirnya Ataila pun mengangguk dan tersenyum.

"Eh iya mang, semangat!!!" Ucapnya sambil menarik nafas dalam-dalam.

"Makasih mang, kalau gitu Aila masuk dulu"

"Semangat non"

"Semangat"

***

Awan Dan LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang