23. Khawatir?

31 3 1
                                    

"Gue benci, karena rasa khawatir gue lebih besar dari rasa benci gue"

~Awan Khafif Muazzam~

Ataila memasukkan ponselnya ke dalam saku dengan wajah menekuk, membuat dua gadis  yang berada di dekatnya menaikkan sebelah alisnya seolah bertanya 'kenapa?'

Ataila menghembuskan napasnya panjang.

"Penyakit anaknya mang Tatan kambuh lagi, jadi nggak bisa jemput. Mana papa lagi di luar kota, abang masih di kampus" keluhnya.

Andani mengangguk angguk seolah olah tengah berfikir.

"Yaudah lo bareng kita aja. Gimana Giz?" Usul Andani sambil melirik Agizka yang kini juga tengah menatapnya.

"Ho'oh, lo bareng kita aja La" putus Agizka setelahnya.

Tapi Ataila tampak keberatan. Bukan keberatan sebenarnya, cuman tidak enak pada dua sahabatnya itu. Hari ini memang kedua sahabatnya ada jadwal bimbingan belajar, setelah dari sini keduanya langsung ke tempat bimbel mereka. Jadi jika mereka mengantar Ataila terlebih dahulu, akan lebih rumit, mengingat dimana tempat les mereka dan rumah Ataila itu beda arah dan lumayan jauh.

"Mending nggak usah deh, kalian kan ada bimbel hari ini. Nanti telat" ucapnya berusaha terlihat tenang, padahal di dalam hati sudah ketar ketir memikirkan bagaimana caranya pulang.

"Iya sih. Tapi nggak apa apa kok, sekali kali telat juga nggak masalah. Santuy aja gue mah" tak bosan membujuk, Andani kini mencolek dagu sahabatnya itu sambil mengedipkan sebelah matanya, membuat Ataila menampilkan ekspresi jijiknya.

"Hufft.. nggak usah lah, aku naik taksi aja. Lagian mau singgah bentar ke toko buku"

"Yakin?"

"Yakin Andani"

-
-

Perlahan tapi pasti, sepasang kaki mungil milik Ataila melangkah meninggalkan area parkir salah satu toko buku yang terletak di dekat sekolahnya.

Setelah menghabiskan uang jajan yang selama ini selalu diselipkannya, dan berhasil membeli 5 buah novel dengan judul yang berbeda dari penulis yang sama, akhirnya gadis manis itu meninggalkan tempat yang katanya surga dunianya.

Akibat keasyikan membaca dan mencari novel, Ataila malah lupa waktu. Sialnya lagi, ponsel miliknya malah kehabisan baterai. Sekarang tamatlah riwayatnya, jika sudah waktunya sih.

Ataila takut melirik jam tangannya. Melihat suasana yang semakin sepi dan hari yang semakin gelap saja membuatnya dapat menebak jam berapa sekarang.

Seperti dugaannya, setelah mengumpulkan keberanian  Ataila pun melirik jam tangannya yang tengah menunjukkan pukul 04:46 WIB. Pantas saja kendaraan umum semakin jarang terlihat, memang sudah sangat petang ternyata.

Semesta apa yang harus gadis manja itu lakukan?

Tak ingin menghabiskan waktu untuk meratapi nasibnya, Ataila pun berjalan menuju halte terdekat seraya menunggu taxi ataupun angkutan umum.

Ditengah keasyikannya membaca lembaran novel yang baru di buka dari pembungkusnya itu, fokus Ataila teralihkan pada suara tangisan seseorang dari arah... jalan?

Mata Ataila terbelalak menatap seorang bocah perempuan yang  tertindis sepeda yang terletak tepat di pertengahan jalan. Setelah menoleh kanan kiri dan memastikan tidak ada kendaraan yang mendekat, Ataila pun mendatangi bocah tersebut, membangunkannya lalu membawanya beserta sepedanya ke halte tempatnya tadi. Jangan lupakan bahwa Ataila selalu membawa kotak P3K didalam tasnya, sehingga apabila hal seperti ini terjadi maka akan sangat membantu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 14, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Awan Dan LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang