05 - Paman Kecil

69K 3.6K 100
                                        

Masih dengan jantung yang berdebar, Rena mencoba mempercayai Zaky bahwa mobil ini benar-benar akan mengantarkannya pulang. Karena saat ini, Rena bahkan tidak punya tenaga untuk memberitahu sopir ke mana arah rumahnya.

"Maaf bu, itu hapenya bunyi terus. Mungkin penting."

Rena tersentak sesaat saat sopir yang sudah paruh baya itu tiba-tiba mengeluarkan suara. Ia tidak sadar bahwa sedari tadi ponselnya masih berdering nyaring.

"Oh iya, maaf pak."

Sopir tersebut hanya mengangguk dan kembali fokus untuk menyetir.

Saat Rena menatap ponselnya, muncul suatu ketakutan. Bolehkah ia mengangkat panggilan ini? Rasanya Rena masih diawasi oleh Julian dan jika ia mengangkat telepon ini, maka orang yang berada di seberang sana akan berada dalam bahaya.

Akhirnya Rena memilih untuk mematikan ponselnya. Ia bisa menghubungi siapa pun nanti saat dirinya sudah aman berada di dalam kamar, dilindungi oleh dinding kokoh kediaman keluarga Leander.

****

Julian mengusap sudut bibirnya yang robek dengan senyuman tipis. Matanya menatap tajam pada keponakannya yang saat ini tergeletak di lantai dengan tangan ditikung ke belakang oleh Arash. Sudah terpojok seperti itu Zaky masih bisa tertawa, membuat Arash semakin menekan kepala Zaky ke lantai marmer yang dingin.

Keduanya saling beradu pandang, sama-sama marah namun dengan alasan yang berbeda. Tapi bagi Julian, semakin keponakannya ini marah dan mengamuk, semakin puas dirinya. Lagi pula yang memulai semua ini adalah Zaky. Jika saja ia tidak mengganggu makan malamnya, Julian tidak akan menghajarnya seperti sekarang.

Tapi setidaknya ada satu hal yang membuat Julian senang. Dan ia tidak berencana membagi kesenangannya itu dengan Zaky. Jadi dengan angkuh pria itu berdiri beranjak keluar dari ruang makan.

"Lepaskan dia!" ucap Julian saat melewati Zaky.

Arash dengan cepat melepaskan Zaky, pengawal itu berjalan mengikuti Julian membiarkan Zaky mengerang membalikkan badan dan berbaring telentang di lantai.

Ia juga tidak mengerti mengapa melakukan hal seperti tadi, yang dirinya ingat hanya tangannya yang bergerak refleks untuk menghajar Julian. Kepalanya mungkin tidak mengingat siapa dan apa arti Rena bagi hidupnya, tapi tubuhnya mengingat. Dan hanya menggunakan insting itu, Zaky merasa ia harus membantu Rena untuk keluar dari rumah ini.

"Gegar otak sialan!" desisnya pada langit-langit dapur yang dipenuhi oleh lampu kristal.

Kadang saat berpapasan atau tanpa sadar melihat Rena, Zaky ingin membenturkan kepalanya pada tembok. Karena siapa tahu, sebagian ingatan yang hilang dari masa sekolahnya bisa kembali. Karena sebagian ingatan itu seharusnya terdapat Rena di dalamnya. Namun, menyebut nama perempuan itu juga rasanya begitu asing.

Zaky meraih ponselnya yang tergeletak tak jauh darinya. Ia menghubungi sopir yang tadi mengantar Rena untuk memastikan bahwa arsiteknya itu pulang dengan selamat. Setelah mendapatkan kabar yang ia inginkan, Zaky melepas lelahnya dengan menutup mata. Sepertinya lantai rumah Julian yang dingin tidak terlalu buruk untuk dirinya tidur.

****

Julian duduk di dalam kamarnya yang luas. Mengamati layar komputernya yang hanya menampilkan gambar hitam dengan sedikit garis-garis gelombang. Pria itu menyesap minumannya. Bukan berarti Julian seorang pemabuk, tapi dalam beberapa kesempatan di mana dirinya mulai menggila. Minuman ini sering kali dapat mengobati hal itu.

"Terima kasih."

"Sama-sama, selamat malam."

Julian tersenyum mengetahui alat yang ia masukkan dalam tas Rena berfungsi dengan baik. Melalui alat itu ia tahu Rena telah sampai di rumahnya. Rumah besar keluarga Leander. Keluarga yang telah belasan tahun berselisih dan saling mendendam.

A Gentle TouchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang