11 - Sampai Mati Tidak Bisa Memiliki

48.6K 2.7K 34
                                    

Julian yang lelah dan siap untuk tidur disambut oleh Zaky saat ia sampai di rumahnya. Pria itu mendesah tidak berminat menatap Zaky yang mengernyit melihat luka-luka di wajah Julian. Tak lama keponakannya itu mengulas senyum mengejek.

"Apa Rena yang memukulmu?" tanyanya mengikuti langkah Julian yang tampak enggan untuk bicara dengannya.

"Jangan mulai!" bisik Julian tidak berminat memulai argumen lainnya.

"Oh maaf, aku datang dengan tujuan lain sebenarnya."

Julian melemparkan kunci mobilnya ke cawan emas yang berada dekat pintu utama. Melepas sepatunya kemudian berjalan menghiraukan Zaky. Ia menuju dapur, meraih air mineral dan menenggaknya sampai habis.

Zaky mengedikkan bahu, ia mengikuti Julian ke dapur dan duduk di balik meja pantri. Memperhatikan Julian yang tampak mengatur nafasnya dengan satu tangan bertumpu pada pinggang dan tangan lainnya meremas botol air mineral sampai kempis.

"Perlu kupanggil Arash untuk mengobati itu?" tanya Zaky sambil menunjuk pada luka-luka di wajah Julian. "Besok kantor bisa ramai kalau lihat wajahmu yang begitu."

"Serius kid, jangan mulai!" sergah Julian. Ia melempar botol minumnya ke tempat sampah kemudian berniat untuk meninggalkan Zaky. Rasa sakit di wajahnya sebenarnya tidak begitu mengganggu. Melihat wajah Zaky-lah yang membuat Julian terganggu.

"Bisakah sekali ini saja om ceritain ke aku, apa yang terjadi sebenarnya tujuh tahun lalu?" ucap Zaky pelan.

Perkataan Zaky sukses membuat Julian menghentikan langkahnya. Ia berpikir sejenak sebelum menoleh, "Tidak akan membantu kalau ingatanmu belum kembali. Percuma saja!"

"Kalau begitu bantu aku!" ucap Zaky cepat sebelum Julian kembali beranjak pergi. "Aku mengingatnya... beberapa hal."

Kali ini Julian berbalik dengan senyum sarkastis, "Oh ya? Apa yang kamu ingat, anak kecil?"

Zaky ingin marah tapi ia menahan diri. Wajahnya yang kesal membuat Julian senang. "She had a miscarriage, do you know that?"

Mata Julian memicing, "What kind of bullshit are you talking about?"

Zaky menggelengkan kepala saat melihat Julian yang tampak kebingungan sekaligus semakin emosi. Ia meraih ponselnya kemudian mengirimkan sesuatu pada Omnya itu. Suara nada statis yang singkat berbunyi dari dalam kantong celana Julian.

Pria itu tidak meraih ponselnya, ia menunggu Zaky untuk bicara.

"Rekam medis Rena dari rumah sakit tempat ia dirawat tujuh tahun yang lalu." Zaky menyimpan ponselnya kemudian berjalan mendekati Julian yang masih tidak mau mengecek pesan yang dikirimkan olehnya.

"Aku terus berpikir apa yang membuat Rena marah padamu. Karena dia jelas-jelas tidak benci atau marah padaku."

Julian memilih untuk berbalik pergi. Enggan untuk mendengar apa yang akan dikatakan Zaky selanjutnya.

"Did you rape her?" tanya Zaky dengan tegas.

"Pulanglah sebelum ku suruh Arash memukulimu!" jawab Julian. Pria itu benar-benar melangkah pergi tidak terusik sama sekali akan perkataan Zaky. Membuat mata Zaky memicing curiga.

"So you did rape her," gumam pria itu lalu pergi melewati Arash yang mendekatinya.

Sedangkan Julian tampak gemetar ketika pintu kamarnya telah tertutup. Langkahnya tergesa-gesa saat menuju pintu balkon, ketika pintu itu akhirnya berhasil terbuka, Julian menarik nafas dengan berat.

She had a miscarriage, do you know that?

Kalimat Zaky terngiang dalam kepalanya secara berulang-ulang. Semakin lama semakin keras. Menenggelamkan suara-suara malam yang biasanya terdengar dari balkon. Membuat dada Julian sesak, tangannya mengepal menggenggam pagar balkon.

Did you rape her?

Seolah mencemooh Julian, kalimat Zaky kembali terulang. Baru beberapa jam yang lalu ia menantang keluarga Leander, mengatakan hal tidak masuk akal akan bagaimana dirinya tidak sepenuhnya bersalah. Tapi pada akhirnya dirinyalah yang bersalah, semuanya.

She had a miscarriage, do you know that?

Tanpa tahu diri, air mata Julian menetes. Ia membungkuk seolah kakinya sudah tidak mampu menumpu tubuhnya lagi. Ia duduk bersandar pada pagar balkon, satu kaki di tekuk untuk menumpu tangannya yang kini sedang memeriksa pesan dari Zaky.

Julian tidak tahu. Ia tidak pernah berpikir untuk mengakses rekam medis Rena. Dirinya terlalu sibuk terobsesi pada keinginannya untuk menemukan perempuan itu sehingga melewatkan hal yang mungkin jadi penyebab utama kebencian Rena padanya.

Tangannya bergetar ketika membaca lembar demi lembar rentetan riwayat kesehatan Rena. Mungkin keluarga Leander melewatkan detail ini karena yang tercantum hanya nama Arcadhia, sehingga Zaky bisa dengan mudah mendapatkannya.

Jika apa yang diberikan Zaky benar. Maka Julian telah salah kembali pada wanita itu. Selain menghancurkan hidupnya, Julian juga membunuh darah dagingnya sendiri. Mendadak tatapan permusuhan yang diberikan oleh kakak-kakaknya Rena berkelebat lewat. Seharusnya, dari tatapan itu Julian sudah bisa menyimpulkan kalau kesalahan yang ia buat tidak bisa dibanding-bandingkan, apalagi dimaafkan.

Mungkin, sebaiknya Julian tidak pernah menemui Rena lagi apa pun kondisinya. Sedekat apa pun posisinya. Karena dengan begitu, Julian bisa memiliki penghakimannya sendiri. Dengan berada dekat dengan orang yang dicintainya, tapi sampai mati tidak bisa memilikinya.

****

Terima kasih sudah membaca, jangan lupa berikan vote dan tinggalkan komentar ya. Saat ini cerita A Gentlle Touch sudah sampai chapter 19 di Karyakarsa. Karena sebentar lagi akan tamat, Amuba mau bagi-bagi voucher nih. Kalian bisa langsung ke Karyakarsa.com/Amubamini dan masukkan kode AGTJUNE2023 pada bab yang ingin kalian baca untuk mendapatkan 20 kakoin. Kode ini hanya berlaku untuk seri A Gentle Touch ya. Kuota terbatas, siapa cepat dia dapat!

Salam sayang,
Amubamini

A Gentle TouchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang