18 - Allard Evander

62.5K 3K 130
                                        

"Biar kuantar," pinta Julian pada Rena yang begitu keras kepala tidak ingin diantar pulang. Hampir menjelang sore, pesawat mereka telah mendarat dengan selamat.

"Aku bisa naik taksi!"

"Lebih mudah naik mobil denganku, lebih aman dan gratis."

Mata Rena memicing. Sepertinya perkelahian mereka akan dimulai kembali. Demi menghindari hal itu, Rena memilih untuk diam. Saat keduanya telah keluar dari terminal kedatangan, Arash sedang menunggu dengan tenang. Tidak terkejut sedikit pun melihat Rena dan Julian yang berjalan bersisian.

"Arash yang akan menyetir, jadi kamu tidak perlu khawatir merasa canggung berdua saja denganku."

Julian masih berusaha membujuk, tapi sepertinya bukan itu yang membuat Rena enggan menumpang di mobil Julian.

"Aku naik taksi saja," ucap Rena lagi.

"Kamu mulai terdengar seperti kaset rusak! Lagi pula mau pesan taksi di mana? Konter pemesanannya di dalam tadi. Kamu mau kena tarif tinggi?"

Rena menghentikan langkahnya, mulai kesal dengan kalimat Julian, "Uang bukan lagi menjadi masalah bagiku, Julian! Aku punya pekerjaan yang menghasilkan dan beberapa ratus ribu untuk naik taksi tidak akan membuatku jatuh miskin!"

Julian menghela nafas kesal, sekaligus lelah untuk berdebat. "Kamu tahu bukan itu maksudku!"

"Kalau begitu berhenti membahas soal uang! Aku hanya tidak ingin kamu bertemu Azka!"

"Oh jadi begitu, alasanmu menghindar karena takut aku mencuri perhatian Azka?"

"Kalau sudah mengerti, lebih baik kita berpisah di sini saja!" tukas Rena dan langsung mengambil langkah seribu. Meskipun tidak terlalu cepat, karena tak lama tangannya sudah dicekal Julian. Wanita itu meringis kemudian berbalik melotot.

"Apa? Apa lagi?" ujarnya dengan nada mulai tinggi.

"Aku tidak akan menemui Azka, janji. Jadi tenanglah dan ikut mobilku."

Rena menatap Julian sesaat. Di antara hiruk pikuk bandara, pria itu tampak paling kontras dimatanya. Kelihatan lelah, entah apa saja yang pria itu lakukan sebelumnya.

"Oke, jangan coba-coba turun dari mobil ketika kita sampai nanti!" ancam Rena.

Julian mengangguk sigap dan membiarkan Rena melanjutkan langkahnya. Arash juga tidak menunggu apa pun lagi dan langsung mengarahkan kedua orang itu menuju mobil.

Tidak seperti saat mereka sarapan atau menikmati makan siang di lounge bandara, Rena dan Julian sama-sama diam dan enggan memulai pembicaraan apa pun. Meski begitu, hening yang tercipta membuat mereka dapat menarik nafas sejenak dari liku-liku pertengkaran yang mungkin saja tercipta saat bibir mereka terbuka.

Perjalanan yang memakan waktu lebih dari setengah jam itu hampir berakhir. Selama durasi tersebut, terkadang Rena berbalas pesan dengan Arion yang ponselnya sedang disabotase oleh Azka. Julian yang memperhatikan hanya bisa mengira-ngira apa yang sedang dibicarakan oleh mereka. Berkirim lelucon atau sekedar menanyakan kabar sepertinya adalah hal yang menyenangkan.

"Apa sulit membesarkannya?" tanya Julian. Bukan sekedar basa-basi atau ingin mencari topik pembicaraan. Pria itu benar-benar ingin tahu.

Rena menutup ponselnya tanpa menoleh. Wanita itu butuh beberapa detik untuk merespons, hingga akhirnya ia berkata, "Sulit."

"Apa sekarang masih sulit?" tanya Julian lagi.

"Tentu saja," jawab Rena singkat. Ia menoleh pada Julian, ternyata pria itu bertanya sambil menatap keluar jendela. Entah apa yang dipikirkan olehnya.

"Julian," panggil Rena.

Pria itu tidak menoleh. Masih hanyut dengan pikirannya sendiri. Jadi Rena kembali memanggil.

"Julian!"

Kali ini ia menoleh dengan cepat, seolah kaget dengan apa yang baru saja Rena katakan. Rasanya sejak pertemuan mereka berbulan-bulan yang lalu, Rena tidak pernah benar-benar memanggilnya. Memanggil namanya. Sesaat tadi Julian pikir ia hanya berhalusinasi, makanya ia tidak menoleh.

"Ya?" jawab Julian canggung. Ia bisa merasakan Arash yang meliriknya dari kaca pengemudi.

"Tidak jadi!"

Ah, Julian sepertinya melakukan kesalahan. Hawa mengambek keluar jelas dari gelagat Rena. Sepertinya wanita itu kesal karena Julian tidak menyahut.

"Kupikir tadi bukan kamu yang memanggilku, jadi aku tidak menoleh. Apa yang mau kamu katakan?" Julian memperbaiki posisi duduknya dengan antusias. Tubuhnya sedikit condong menghadap Rena untuk bisa melihat wajah wanita itu yang ditekuk sebal.

"Kalau bukan aku siapa lagi? Arash? Suaraku mirip Arash begitu?" sentak Rena sambil bergerak menjauh. Ia merasakan aura Julian yang semakin mendekat, sehingga tanpa sadar ia mulai merapatkan tubuhnya ke pintu mobil.

"Maafkan aku," ucap Julian lembut. "Jangan menatap keluar, sini."

****

Terima kasih telah membaca! Jangan lupa berikan vote dan tinggalkan komentar ya. Cuplikan dari cerita ini akan di upload setiap Kamis pukul 20.00.

Bagi yang ingin membaca versi lengkap bisa menuju ke Karyakarsa/Amubamini, pilih menu "Seri" dan pilih karya "A Gentle Touch". Kalian juga bisa mendapatkan diskon-diskon menarik jika hendak membeli satu paket bacaan. Keterangan dan lain-lain bisa kalian baca di menu "Paket" ya.

Sampai jumpa di chapter selanjutnya.

Salam sayang,
Amubamini.

A Gentle TouchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang