06 - Masa Lalu (1)

81.3K 3.6K 146
                                    

****

7 Tahun Lalu

****

Aya berjalan keluar, tertawa dengan seorang lelaki di sampingnya. Sesekali ia memukul pelan pundak laki-laki itu. Keduanya masih sama-sama berseragam putih abu-abu. Melangkah menuju gerbang sekolahnya.

Waktu sudah menunjukkan pukul satu siang, dan ini hari Jumat. Para pelajar selalu dipulangkan lebih awal ketika hari Jumat. Sedangkan Aya memilih untuk bermain lebih lama.

Sejak pertemuannya terakhir kali dengan pamannya Zaky, Aya tidak lagi memanggil sahabatnya itu dengan nama yang sama. Ia mulai membiasakan dirinya memanggilnya dengan nama Zaky. Meskipun pada awalnya lelaki itu mengernyit sebal, akhirnya ia setuju juga. Karena Zaky tidak ingin memiliki panggilan yang sama dengan Omnya.

"Kacau lo! Bayangin besok kita bakal di hukum apa!" sungut Aya. Meskipun sebal, ia tetap tertawa bersama.

"Santai aja! Besok hari Sabtu. Lo nggak usah panik gitulah. Kita cuma minjem dua hari aja kan?" ucap Zaky dengan enteng. Tak bisa menahan senyum yang tertarik lebar. Dadanya bergetar dan berdegup kencang oleh adrenalin.

Aya melotot, "Siniin!" Aya mencoba menggapai sesuatu yang di pegang Zaky.

Melihat Aya yang melompat-lompat lucu di hadapannya, membuat Zaky geli dan rasanya ingin mengerjai sedikit sahabat sekaligus partner in crime-nya ini. Tak bisa Zaky ungkiri, Aya adalah siswi tercantik, terpintar, dan terloyal di sekolahnya. Ia sendiri lupa sejak kapan mereka mulai berteman bahkan bersahabat dekat seperti ini.

Jika Aya adalah sosok berkilau disekolahnya. Maka Zaky tidak jauh berbeda. Ia bukanlah pelajar dengan prospek cemerlang dan nilai yang memuaskan. Satu-satunya yang cemerlang dari dirinya hanyalah kenyataan bahwa ia adalah keturunan Evander.

Dan Zaky merasa begitu spesial saat seorang dewi seperti Aya mau bersahabat dengannya. Terlebih mau ikut melakukan hal-hal gila bersamanya seperti yang baru saja mereka lakukan.

"Dasar cebol, segini aja nggak bisa!" ledek Zaky dan semakin meninggikan tangannya yang memegang kunci.

"Sialan lo! Gue yang pegang itu kunci!" sedikit memekik Aya kembali melompat, dan kali ini ia berhasil menikung tangan Zaky. Membuat laki-laki itu mendesis kesakitan. Tentu saja diiringi tawa Aya.

Ia mengamati Zaky yang mengelus-elus lengannya. "Lemah!" ejeknya. Ia tersenyum sambil melempar-lemparkan kunci tersebut di tangannya. Dan menjulurkan lidah.

Mau tak mau Zaky ikut tersenyum, tapi detik kemudian ia menerjang Aya. Mencekik leher rapuh itu dengan sikunya. Tidak benar-benar mencekik tentunya. Tangannya yang lain ia gunakan untuk mengacak-acak rambut Aya.

"Ampun! Ampun!" pinta Aya sambil tertawa. Tetapi tak dihiraukan oleh Zaky. Ia malah tertawa bahagia dan menyeret Aya untuk kembali berjalan dengan tangannya yang masih menggantung di leher gadis itu.

Aya pun tak terlihat terganggu. Ia malah tersenyum-senyum sendiri sambil memandangi kunci yang kini ada di tangannya. Membayangkan kenakalan mereka, dan hal-hal menyenangkan yang akan mereka lakukan besok.

Senyum mereka masih melekat lebar dengan sedikit guyonan ketika melangkah keluar dari gerbang. Hingga sebuah mobil putih yang belakangan ini mulai di hafal oleh Aya melesat cepat dan berhenti di dekat mereka.

"Oke, saatnya lo pulang!" Zaky menurunkan lengannya dan mendorong Aya untuk pergi. "Bye!"

Aya mengangguk mengerti, "Oh, oke, bye!" katanya sambil melambaikan tangan. Tanpa melirik sedikit pun pada mobil putih itu.

A Gentle TouchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang