12. Lupa

3.4K 516 20
                                    

"Nah gitu, dong." Romi langsung masuk ke apartemenku.

"Mau minum apa?" tanyaku basa-basi.

"Terserah."

Jawabannya udah kayak cewek aja. Nanti dibikinin teh bilang udah minum teh, kalau dibikinin kopi jawabnya nanti enggak bisa tidur, terus kalau aku buatin cokelat hangat nanti ngomong kalau lagi enggak suka yang manis-manis. Apa yang aku lakukan untuknya selalu salah.

"Bang, apa yang aku bikinin diminum, ya. Awas kalau enggak. Nanti kupukul pakai panci." Aku pergi begitu saja tak menunggu jawabannya.

Segera kubuatkan teh hangat dengan sedikit gula. Romi tidak suka teh yang terlalu manis, dia suka rasa teh yang ada sedikit rasa pahitnya. Entah yang kubuat ini sesuai seleranya atau tidak yang penting aku sudah membuatkan minum untuknya.

Kulangkahkan kaki menuju ruang tamu, tetapi tidak kutemukan Romi. Kopernya juga enggak ada. Jangan-jangan dia main masuk ke kamarku dan menginvansi ranjangku.

Aku terburu menaiki tangga. Enak saja dia mau tidur di ranjangku. Seharusnya dia kan tidur di ruang tamu, mau menumpang kok seenaknya sendiri.

Begitu pintu kamar terbuka, aku memicingkan mata mendapati Romi dengan enaknya telah tidur di ranjangku. Baju yang ia kenakan tadi juga sudah tersampir di gantungan pakaian yang digantungkan di gagang pintu almari.

Kuletakkan cangkir teh di genggamanku ke atas meja. Kemudian, kusibak selimut yang menutupi tubuh Romi.

"Bang Romi!" teriakku nyaring seraya menguncang lengannya.

"Apaan sih?" tanyanya tanpa membuak kelopak mata.

"Abang tuh numpang ya di sini. Seharusnya Bang Romi itu kalau mau tidur di ruang tamu. Terus tadi gimana janjinya kalau aku bolehin nginap, Abang bakal ceritain semua hal yang aku mau tahu."

"Iya, tapi enggak sekarang ceritanya. Besok, aku capek Cit. Biarin aku tidur di sini."

"Abang sebenarnya ngibul, kan? video itu enggak ada sama sekali."

Romi membuka kelopak matanya, "Enggak, ya. Foto kamu telanjang aja aku punya. Kalau enggak percaya ambil HP-ku di nakas sebelahmu."

Aku tersenyum masam. Walau sebenarnya aku takut, degub jantungku saja sudah tak keruan. Semoga saja itu bohongan. Kuambil ponsel Romi dengan suasana hati tak menentu.

"Mana?"

"Buka di galeri, nama foldernya Miss Jutek. Terus scroll aja."

Aku membuka folder yang dimaksud yang terdapat puluhan fotoku. Ada fotoku sendiri, ada juga potretku yang bersamanya. Aku tahu kalau Romi memang menyimpan banyak fotoku tapi diriku baru tahu kalau dibuatkan folder sendiri.

Kulihat foto dari yang paling bawah, kalau yang atas pasti foto baru-baru ini yang diambil sembarang oleh Romi. Makanya kebanyakan ekspresiku dan wajahku terlihat jelek karena dia sengaja untuk meledekku. Parahnya kadang dia mengirimkan stiker atau fotoku yang diedit untuk mem-bully-ku.

Aku memperhatikan gambar diriku saat pertama kali bertemu dengannya di acara meet and greet. Romi begitu ramah dan hangat kala itu. Dia yang menawariku foto bersama, padahal yang lain tidak ditawari olehnya. Makanya waktu itu aku tidak langsung pulang karena dia menyelipkan note di novelnya untuk menunggunya setelah acara.

"Udah ketemu belum fotonya?" Romi terbangun dari tidurnya, lalu duduk di sebelahku seraya menatap ke arah ponsel.

"Belum."

"Kamu kok ngelihatinnya kayak gitu. Masih terharu ya bisa foto sama idolamu."

"Novelis favoritku bukan Abang ya dan aku enggak pernah mengidolakan Abang. Baca karya Bang Romi aja cuma satu judul doang," jujurku. Aku memang tidak mengidolakannya. Hanya pernah mengagumi satu karyanya dan itu membuatku penasaran seperti apa sosok penulisnya yang katanya tampan.

"Padahal waktu itu kamu bilang kalau kamu itu penggemarku dan udah baca semua karyaku. Terus kasih aku novel karyamu buat kenang-kenangan, minta tanda tangan di novelmu karyamu juga."

Aku kan bohong. Cuma cari muka aja. Kan aku punya niat terselubung biar Romi mau baca karyaku, waktu itu kan penerbitan tempatnya bekerja sedang open naskah. Sama satu lagi kala itu aku terkesima dengannya, makanya aku sok manis. Udah ganteng, ramah lagi. Siapa yang enggak suka. Eh ternyata asalinya nyebelin.

"Basa-basi doang biar kelihatan kayak yang lain. Kan sebenarnya aku haters-nya Bang Romi. Abang kali yang mengidolakan aku. Buktinya begitu ketemu langsung ngajakin foto, kenal belum ada sebulan ngajakin kencan."

"PD banget. Dari awal aku emang sengaja deketin kamu tapi bukan ngefans atau suka sama kamu. Terus yang masalah kencan itu kamu tahu yang sebenarnya kan kalau aku cuma bercanda, bukan bercanda sih tapi lebih ke arah nyindir."

Bodo amat, dia mau bilang apa. Aku kembali mengalihkan perhatianku ke galeri ponsel Romi. Satu per satu foto lama terlihat, lalu jemariku terhenti bergerak saat mendapati fotoku tengah duduk di ranjang tanpa pakaian yang menutupi tubuh bagian atasku, terekspos dengan jelas di leher, pundak, dan dadaku bercak-bercak kemerahan. Ponsel Romi terjatuh seketika, aku tak kuat melihat diriku yang seperti itu.

Romi merengkuhku ke dalam pelukannya. Diusapnya punggungku perlahan, "Maaf Cit."

"Kenapa Abang bisa punya fotoku dan kenapa masih disimpan juga?"

"Aku enggak tahu juga kenapa foto itu enggak kuhapus. Waktu itu kamu yang minta difoto. Sumpah, aku enggak bohong."

Benarkah? Kenapa aku bisa semenjijikan itu?

"Terus si berengsek itu ke mana?"

"Aku enggak tahu. Aku cuma mukulin dia beberapa kali udah ditahan sama Gatra, terus temen tuh cowok dateng, setelah itu aku enggak tahu lagi. Soalnya Gatra nyuruh aku bawa kamu balik."

"Abang tahu si berengsek itu ngapain aku aja?" Aku hanya ingin memastikan karena semuanya begitu abu-abu. Aku enggak ingat apa pun dan dulu aku takut sekali mendengar penjelasan Romi tentang malam itu. Sekarang aku ingin mendengar semuanya meski akan membawa rasa sakit mendalam di hatiku.

"Waktu aku dateng, aku lihat kalian berciuman, kemungkinan ya cuma sampai di situ."

Hanya berciumana? Kalau memang iya, kenapa banyak jejak cumbuan yang ada di tubuhku. Terus aku melakukannya dengan siapa?

"Berarti aku enggak tidur sama cowok itu?"

Romi menggeleng.

"Terus malam itu aku gituan sama siapa?"

"I don't know, I don't care. Yang jelas malam itu aku langsung tidur dan mimpi indah. Sekarang aku juga mau tidur. Good nigt, Cit."

Apa maksudnya dia enggak tahu? Aku  malah curiga kalau memang Romi yang bersamaku karena waktu aku bangun dia yang di sampingku.

"Bohong kalau Abang enggak tahu? Abang yang bawa aku ke kamar Abang, masa enggak tahu setelah itu apa yang terjadi?" Kutarik tangan Romi.

"Aku lupa Cit yang bagian itu. Mungkin kamu mimpi kali, sebenarnya enggak ada hal kayak gitu."

"Abang bego apa gimana sih, jelas difoto tadi aja ada bekas ciuman, gigitan. Abang kan yang ngelakuin?"

"Aku bener-bener lupa. Kok kamu enggak percaya, sih? Kamu sendiri aja malah lupa total apa yang terjadi di malam itu. Mending aku masih inget dikit-dikit. Seingetku, aku terus tidur, mimpi jadian sama cewek yang kusuka."

Tbc...

From Tomboy To Cinderella Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang