4. Please, Answer Me!

1.2K 308 73
                                    

Cemas mengalahkan akal sehat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Cemas mengalahkan akal sehat.

Di Halte 10, aku turun,

berlari balik ke Halte 7.


Semuanya berawal di Halte 7.
Bayangan Hiresa mulai muncul,
lokasi rumahnya dulu,
juga klinik milik mamanya,
di sekitar halte itu.
Mungkin mereka sudah kembali dari Amerika,
dan sesuatu terjadi pada Hiresa.


Aku berlari lebih cepat.
Seragam basah keringat.


Sampai di klinik, aku tertegun.

Hanya setahun aku jalani terapi.

Terakhir berkunjung, dua tahun lalu,

saat meminta surat rekomendasi masuk SMA.


Namun seorang suster mengenaliku.
Isyarat tangan berhamburan gembira.
"Sudah kuduga, begitu Hiresa muncul,
kamu pasti datang.
Ya, ampun, Aran! Kamu cantik sekali!"

Ia memelukku erat.

"K-kak E-Esa ke sini?" Aku terbata.

"Kalian belum ketemu?
Tapi kamu datang. Telepati, ya?"
Suster Yanti namanya, tertawa.
"Kemarin pagi, ia muncul bikin kejutan.

Keluarganya masih di Amerika.
Dia mau penelitian di sini.
Katanya, mau ajak kamu."

"Kak Esa baik-baik saja?"

Itu yang penting.
Terluka, berdarah, patah kaki.
Memudar, menghilang.
Betapa absurdnya sekarang.

"Tentu. Tambah ganteng malah."

Suster Yanti menunjukkan ponselnya.

"Lihat, semua orang pengin wefie bareng dia kemarin."

Mataku melebar.

Lelaki yang sama dengan di bus.

Sehat ceria bersih.

Kuminta foto dan nomor ponselnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Kuminta foto dan nomor ponselnya.

Kupanggil ia untuk video call.

Kukirim pesan teks,

Kak Esa, ini Coconut, apa kabar?

Tak dijawab.

"Tujuannya cuma dua.

Ketemu kamu dan komunitas JBI,"

kata Suster. "Coba kutelepon hotelnya."

Hiresa tidak ada di sana.


Suster hendak menelepon JBI,

ketika pesannya masuk,

nyaris menjatuhkan ponselku.

"Maaf sibuk. Nanti aku telp."


Berarti, ia baik-baik saja.

Hanya sibuk,

yang membuatku kecewa.

Tapi ia baik-baik saja.

"Hiresa pasti menemuimu," kata Suster.

"Tunggu saja."

Kutinggalkan klinik,

terlalu resah

untuk ke sekolah.

Duduk di halte

menunggu Hiresa menghubungiku.


Atau kutelepon lagi saja?

Masa bodoh kalau ia terganggu.

Ia tahu, aku keras kepala,

Coconut, sebutanku darinya,
bukan tanpa makna.

Video calls,

pesan-pesan,

kukirim selang 5 menit.

Tanpa balasan.


__________________

JBI = Juru Bahasa Isyarat

Biasanya menjadi penerjemah antara kalangan Tuli dan Dengar,

menjembatani komunikasi di antara keduanya. Profesionalnya sering digunakan di televisi

untuk siaran berita.

PudarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang