"Coconut,
buatku, bisu-tuli itu normal
begini aku dilahirkan,
tidak kehilangan apa-apa
yang tidak pernah kumiliki.
Tapi kamu, pernah mendengar
dan masih bisa berbicara.
Akan ada banyak kesulitan
sampai kamu berfokus pada kelebihan
alih-alih apa yang telah hilang.
Terberat,
kamu akan merasa sepi
justru karena kamu tahu
sekelilingmu ramai.
Orang-orang berbicara
tidak menghadap kamu
malah di belakangmu
Tapi kamu dituntut memahami mereka
tanpa bisa memaksa mereka memahami kamu.
Dan berkomunikasi dalam gelap
sungguh mustahil.
Akan ada orang-orang
yang menganggap kamu tidak sopan
menganggap kamu bodoh
menganggap kamu patut dikasihani
tidak sabar denganmu
dan menjauh darimu
karena tidak tahu harus bagaimana.
Kamu akan merasa lelah
berbeda
tersisih
dan tidak layak.
Jangan.
Tuhan menjadikan kita begini
pasti dengan tujuan.
Kita dipilih-Nya,
jadi, Dia tidak akan membiarkan kita
tanpa konpensasi dan penyeimbang.
Temukan itu, Aranza.
Jangan menyembunyikan diri.
Karena kamu juga istimewa.
Kamu bisa menjadi apa pun yang kamu mau."
Kata-kata Hiresa,
yang diisyaratkannya
setiap hari selama dua bulan itu,
kini terngiang lagi.
Aku pernah menyalinnya,
memajangnya
di dinding kamar,
hanya karena kata-kata itu darinya.
Ketika ia pergi,
poster kurobek
dan kubuang.
Setelah ia pergi,
kata-katanya terbukti,
kesulitan begitu menyesakkan,
sementara keistimewaan tak juga kutemukan
Aranza tetaplah Aranza.
itu pun hanya di lingkungan familier.
Bapak bilang, aku memberinya inspirasi kegigihan
Ibu bilang, aku sumber energinya setiap pagi dan petang,
Kak Fatah bilang, aku perpaduan ajaib, keras di luar lembut di dalam.
Mereka memuji karena kami keluarga, bukan?
Wali kelasku bilang, gerakanku luwes, teruslah menari
Ketua Osis bilang, suaraku bagus, tampillah di pensi
Biang onar di kelas bilang, siapa yang membantunya belajar kalau bukan aku
Mereka bilang begitu karena ada maunya, bukan?
Ataukah karena aku tidak menyembunyikan diri?
Menjadi istimewa
walau hanya di rumah dan sekolah.
Tidak masalah, bukan?
Kenapa baru kusadari itu sekarang?
Memberitahu dunia, "Aku Aranza dan tuli,"
bisa nanti saja,
bersama Hiresa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pudar
أدب المراهقينAranza tuli dan Hiresa bisu-tuli. Sebuah kejadian mempertemukan mereka 10 tahun lalu, menjadi akrab walau hanya dua bulan, karena Hiresa melanjutkan sekolah di Amerika. Aranza sudah kelas 11 sekarang. Hiresa berusia 25 tahun dan kembali ke Bandung. ...