13. The Land of Immaterial

861 257 75
                                    

Penampakanku... bukan aku yang sekarang.
Kecil,
berseragam SD kotor,
kehilangan sebelah sepatu,
pipi berdarah.

Kejadian waktu aku berumur 11.
Kenapa terulang?

Tiga remaja
satu perempuan dua lelaki
mengejarku.
Aku 11 tahun berlari

Aku 19 tahun tertinggal.
Melayang.
Aku harus mencari Hiresa
kenapa malah dilempar ke masa lalu?

Bidang astral, kata Dokter Susi
Dunia tanpa ruang dan waktu,
tempat ruh, energi, mimpi, kenangan,
berkelindan.
Apakah ini akan membawaku
pada Hiresa?

Kejar-kejaran itu,
gara-gara aku enggan mengaku tuli.
Mereka bertanya entah apa,
aku mengangguk.
Mereka marah,
aku mengangguk lagi.
Mereka mendorongku,
aku lari, sialnya lupa membayar
apa yang kubeli,
Mereka mengira aku pencuri.

Jatuh bangun
melukai diri sendiri,
hingga tersudut di tempat sepi.
Aku menjerit sekuat tenaga.

Pengejarku ketakutan,
bukan karena jeritanku,
di belakang mereka
seorang lelaki
tembus pandang
menghalau ketiganya
sampai tunggang langgang.
Aku 11 tahun menutup mata kuat-kuat
sampai semuanya berlalu.

Aku 19 tahun baru menyadari,
ia bukan hantu seperti anggapanku selama ini,
pengalaman yang kupendam sendiri.
Sosok itu adalah Hiresa, 17 tahun.
Astralnya menyelamatkanku waktu itu.

Namun, waktu tidak berlaku di sini.
Melalui kenangan,
aku menemukannya.
Hiresa 25 tahun.
Tinggi, tampan.
Bahkan berbicara dan mendengar.

"Kak Esa!"
Tangisku membuncah.

"Coconut,
kenapa kamu ke sini?"

Aku tercengang.
"Tentu saja untuk menolongmu!"

Hiresa menarikku ke arah cahaya.
"Di sini berbahaya untukmu.
Mereka akan menghidu aroma kehidupan
dan menggunakanmu sebagai pintu ke dunia fisik!
Kembalilah ke tubuhmu!"

"Tidak.
Bahaya itu, Kak Esa,
kalau tubuhmu tidak segera kutemukan."

Hiresa meraih kepalaku ke dadanya.
"Tapi aku bersyukur kamu datang."
Ia hendak memakaikan kalung huruf A di leherku.

Aku menepisnya.
"Tidak di sini.
Nanti, secara fisik."

"Waktuku sedikit, Aranza."
Ia memohon.
"Ssss, jangan menangis.
Nanti mereka dengar."

Aku tidak kuasa menolaknya.
"Siapa mereka?
Apa yang terjadi?
Di mana tubuhmu?"

Hiresa tersenyum.
"Tidak penting lagi.
Kalung sudah di lehermu,
kamu tahu perasaanku.
Aku tidak akan penasaran." 

" 

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
PudarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang