Aku kembali ke belakang bus,
berdiri menghadap ruang kosong,
berharap ia muncul lagi.
Siapa pun, apa pun, lelaki itu,
ia perlu pertolonganku.
Aku tahu rasanya,
ketika dunia seolah tidak peduli
hanya karena kita tidak terdengar
tidak terlihat.
Aku merasakannya lebih dari separuh umur.
Berawal di gang serentangan satu tangan,
yang di bawahnya mengalir limbah kompleks real estate
menuju sungai di ujung kampung.
Limbah yang ditukar
jalan pintas ke kompleks
dan sarana transportasinya ke pusat kota Bandung.
Armada tiga belas bus AC.
Limbah yang ditukar
peluang kerja bagi warga kampung
memenuhi kebutuhan warga kompleks.
Tenaga sekuriti, seperti Bapak.
Juru masak kafetaria, seperti Ibu.
Karyawan mini market, seperti Kak Fatah.
Sopir bus, seperti Pak Mulya, tetanggaku.
Sepuluh tahun lalu,
Saat semua orang bekerja,
atau sekolah,
aku terbaring di rumah di mulut gang,
panas tinggi.
Tidak ada yang tahu,
tetangga baru di depan rumah,
pembuat mercon.
Jelang pergantian tahun,
ia meracik dan meracik.
Bodohnya, sambil merokok.
(begitu kata berita)
Ledakan dahsyat terjadi,
bunyi terakhir yang kudengar,
melempar tubuhku dari ranjang,
lalu hening ....
Jerit tangisku lesap,
segala suara tersedot keluar dari telinga,
masuk ke lubang hampa.
Terbakarlah rumah-rumah di kampung,
rusaklah tembok belakang bangunan mewah pengapit gang.
Jeruji besi dipasang kemudian.
Pemisah perumahan mewah
dengan kebodohan,
dan kekumuhan.
Seolah dengan begitu,
peristiwa itu akan pudar dari ingatan,
dianggap selesai.
Tidak buatku.
Sepuluh tahun berlalu,
jeruji besi sudah berkarat.
Mudah dipatahkan,
diterobos.
Alih-alih memutar jauh,
orang-orang kembali memintas lewat gang.
Setiap kali melaluinya,
kubayangkan,
kembali ke usia 9 tahun,
sebelum segalanya senyap.
Lanjut sekolah kelas 4
tanpa jeda.
Kubayangkan,
gang menjadi lorong waktu,
mengembalikan setahunku yang hilang
dalam pengobatan, operasi, dan terapi,
mengembalikan tabungan Bapak
untuk biaya sekolah kami.
Kubayangkan,
gang menjadi akses
langsung ke akhirat,
untuk menemui si pembuat mercon,
yang tewas dalam ledakan saat itu juga.
Akan kukatakan kepadanya,
go to hell!
KAMU SEDANG MEMBACA
Pudar
Fiksi RemajaAranza tuli dan Hiresa bisu-tuli. Sebuah kejadian mempertemukan mereka 10 tahun lalu, menjadi akrab walau hanya dua bulan, karena Hiresa melanjutkan sekolah di Amerika. Aranza sudah kelas 11 sekarang. Hiresa berusia 25 tahun dan kembali ke Bandung. ...