|| Fake ||

59 26 42
                                    

Matanya bergerak liar, tampak memantau sesuatu.

Disusul berlari cepat tanpa suara.

"Sial."

Pembatas antara dunianya dengan dunia luar sedang dikunci rapat ditambah jalinan gembok.

Jantungnya mulai berulah dengan keringat dingin di dahi dan telapak tangan. Tak kehabisan akal, tangannya bergulat dengan jalinan gembok yang terlihat tua itu. Gatal rasanya ingin menumbuk dengan batu.

Itu sama saja bunuh diri!

Seketika terlintas untuk memanjat pagar berduri itu. Meski luka akan didapatkan. Namun, dia sudah gerah dengan segala tipu muslihat, neraka berlabel keluarga.

Hingga kaki berhasil menapak kebebasan yang sedari dulu diimpikan.

"Mau kemana anakku sayang, kabur?" Tubuhnya menegang.

Selamat tinggal hari esok.

Harmoni DeadlineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang