|| Buah Tangan ||

19 6 4
                                    

"Kakak pegangin aku, ya. Janji?"

"Iya iya ... cerewet."

Yang kutahu, ini harus berhasil jika tidak ingin mendapatkan stempel di kulit. Buah tangan.

Menggenggam setang erat. Kutajamkan pandangan berusaha fokus akan keseimbangan dan jalan. Takut-takut kuangkat kaki satu-satu.


Alat beroda dua tanpa mesin itu mulai kukayuh perlahan. Dorongan pelan di belakang pun mulai terasa.

"Kakak, jangan kencang-kencang dorongnya. Takut."

Sesekali terhuyung. Tak kudapati gelak kakak di belakang. Kendaliku goyah.


"Kakak tolong!"


Bruk


Ah, rasanya seperti mimpi kala wajah mencium tanah empuk berkarpetkan padi.

Tangisku pecah.



Kakak panik. Lekas membantu duduk dan memindai tubuh lusuhku. Matanya membelalak, menatap tepat di dahiku.

Harmoni DeadlineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang