|| Cinta Pertama yang Sesungguhnya ||

24 13 10
                                    

Bahu tegar itu tak pernah bosan memberi rasa nyaman.

Senyumnya ...

Rasa khawatirku membuncah kala sepasang manik indah itu berkaca.

"Pak, saya ke sini bermaksud melanjutkan tugas Bapak membimbing Rea dan berusaha terus mengukir senyum di bibirnya. Bolehkah?"

Terlihat senyum tulus mengembang bersama mata yang kian berkabut.

Aku tahu, pasti berat rasanya.

Sebab, anggapannya selalu sama.

Aku tetaplah bayi kecil di matanya. Bagaimanapun juga.

Kugenggam tangan kapalannya. Menguatkan.

"Rea nggak bakal lupain Bapak. Karena bagaimanapun juga, Bapak cinta pertama Rea," bisikku berharap tersampaikan ke hatinya.

Seorang Bapak, cinta pertama semua anak perempuannya.

Aku yakin, kalian pun merasakan hal yang sama.

Harmoni DeadlineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang