Prolog

828 59 7
                                    

Hallooo!!!

Kenalin aku author dari cerita ini, kalian bisa memanggilku girl ^^

Ini cerita pertamaku di aplikasi oren ini

Sebenarnya, cerita ini udah aku publish dari tahun 2019 kemarin, tapi karena suatu dan lain hal. Aku mengunpblish cerita ini dan kembali dengan suasana baru. 

Semoga kalian yang membaca cerita ini suka ya.

Maaf, kalau ceritaku ini masih banyak kurangnya.

Akan ku usahakan untuk menjadikan cerita ini yang terbaik dan aku akan terus belajar.

Buat yang belum follow akun aku, bisa tolong di follow dulu ya ^^

Dan sebelum baca aku minta tolong untuk votenya terlebih dahulu ya 

Terima kasih telah meluangkan waktu kalian untuk membaca ceritaku ini ^^

Semoga, harimu selalu menyenangkan ya


Happy Reading ^_^

Malam itu, Bandung dibalut kabut tipis, sementara rinai hujan membasahi jalanan yang lenggang. Di salah satu sudut kota, di atas gedung bertingkat yang menjulang tinggi, seorang perempuan dengan pakaian rumah sakit berdiri di tepi atap gedung, matanya menatap kosong ke bawah, pada kerlip lampu jalan yang terasa begitu jauh. Seolah-olah mencari jawaban di tengah keramaian kota yang tak lagi ramai.

Hembusan angin dingin menyapu wajahnya, tapi tak ada yang lebih dingin dari perasaanya saat itu. Rambutnya basah, terurai liar di bawah hujan yang tak kunjung reda. Juga membasahi pipinya yang sudah basah oleh air mata.

Dunia seakan tak lagi memiliki ruang untuknya. Setiap harapan, setiap impian, semua terasa hampa. Setiap langkah yang ia ambil, setiap detik yang berlalu, semua hanya mengingatkannya pada rasa sakit yang semakin mendalam. Dunia, yang dulu penuh warna dan harapan, kini hanya meninggalkan jejak kegelapan yang tak kunjung pudar. Ia sudah lelah bertahan. Lelah melawan. Dan di puncak keputusasaan itu, ia memutuskan bahwa ini adalah akhirnya.

Tapi sebelum ia bisa melangkah lebih jauh, sebuah suara  menginterupsi langkahnya.

"Hujan selalu datang tiba-tiba, ya? Sama kayak masalah dalam hidup. Tapi, apa lo tau? Setiap hujan pasti berhenti. Setiap badai pasti berlalu."

Seorang laki-laki muda berdiri tak jauh dari tempatnya berdiri. Seragam sekolah yang ia kenakan basah oleh hujan terlihat kontras dengan kegelapan di sekitarnya. Matanya menatap lembut, penuh pengertian yang seolah mampu menembus dinding tebal kesedihannya.

Perempuan dengan pakaian rumah sakitnya tak menjawab, hanya menundukkan kepala, membiarkan air matanya jatuh tanpa henti. Laki-laki itu perlahan mendekat, hingga kini ia berdiri di sampingnya. Tanpa memandang, ia berbicara lagi, kali ini dengan nada yang lebih dalam.

"Lo tau, kadang hidup memang terasa seperti malam tanpa akhir. Seolah-olah kita sendirian, terperangkap dalam kegelapan yang menelan seluruh harapan. Tapi di balik setiap malam yang kelam, selalu ada fajar yang menunggu. Lo mungkin merasa dunia lagi gak berpihak sama lo, tapi itu hanya karena lo sedang berada di tengah badai."

Berhenti sejenak, membiarkan kata-katanya meresap ke dalam hati perempuan yang sedang menangis di sampingnya.

"Hujan ini... mungkin terasa menyakitkan, dingin, dan buat lo jadi basah kuyup. Tapi tanpa hujan, kita gak akan pernah tau betapa indahnya matahari atau pelangi yang akan datang setelahnya. Kadang, apa yang kita butuhkan bukanlah jawaban dari semua pertanyaan, tetapi keberanian untuk bertahan satu hari lagi. Karena siapa tau, hari esok bawa keajaiban yang belum pernah lo bayangin."

Perempuan itu menggigit bibirnya, merasa kata-kata barusan menyentuh sesuatu yang dalam di dalam dirinya. Meskipun hatinya masih terluka, ada sedikit cahaya yang mulai menyusup masuk, memecah kesunyian yang selama ini menutupinya.

"Hidup ini kadang memang kejam, dan mungkin sekarang rasanya kayak udah gak ada lagi harapan. Tapi percaya deh, akan ada waktu di mana semua ini hanya jadi bagian dari masa lalu. Mungkin lo merasa dunia ini terlalu berat, terlalu menyakitkan, tapi... ada begitu banyak hal yang belum lo lihat, belum lo rasain. Hidup lo terlalu berharga untuk berakhir di sini, sekarang. Kalau malam ini terlalu gelap, pejamin mata lo dan bertahanlah. Karena setiap fajar membawa harapan baru, bahkan untuk hati yang paling terluka sekalipun."

Perempuan itu menarik napas panjangnya, berusaha menahan isak yang semakin mendesak di dadanya. Laki-laki yang entah siapa namanya, perlahan mundur, namun tidak lernah melepas pandangannya.

"Hidup ini bukan tentang seberapa kuat kita bisa menahan semua, tapi tentang seberapa sering kita bisa bangkit kembali setelah jatuh. Lo berharga, bahkan ketika dunia tidak memberi isyarat itu. Mungkin sekarang lo belum bisa melihatnya, tapi suatu saat nanti, semua akan terasa lebih ringan!" Laki-laki itu menjerit, suaranya hampir teredam dengan derasnya hujan.

Hening sejenak, hanya suara hujan yang menjadi saksi dialog mereka. Dalam diamnya, perempuan itu merasakan sesuatu yang hangat mengisi kekosongan di hatinya—sebuah keyakinan bahwa mungkin, hanya mungkin, ia bisa melewati malam ini.

Menghapus air matanya, perlahan mundur dari tepi jurang yang nyaris ia lewati. Malam itu, ia memilih untuk tetap bertahan, dengan kata-kata yang sederhana namun penuh makna sebagai penopangnya.

"Makasih udah bertahan! Makasih udah memilih untuk tetap hidup! Semoga dunia ini akan selalu memberikan lo kebahagian sampe lo lupa sama yang namanya kesedihan!" Laki-laki itu kembali menjerit, tersenyum, kemudian perlahan meninggalkannya yang kini mulai merasakan kembali kehangatan yang sempat hilang dari hidupnya.

Menyadari bahwa mungkin, dalam kegelapan yang pekat sekalipun, ada cahaya kecil yang bisa membimbingnya kembali—dan malam ini, cahaya itu datang dari seseorang yang ia temui di saat yang paling genting.

.

.

.

Bagaimana dengan awalannya? 
Tolong berikan komentar kalian ya di sini

Jangan lupa klik bintang yang ada di sudut kiri ya?
See u di next part!! <3

Arkan & BandungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang