18. Luka dan Harapan

108 15 1
                                    

Happy reading


Rifal memeluk Kezia dengan lembut, membiarkan tangisnya mereda sedikit demi sedikit. Suasana tenang di dalam ruangan itu memberikan sedikit ketenangan di tengah kepedihan yang dirasakan Kezia. Sesekali Rifal mengusap rambut Kezia, berusaha memberikan kenyamanan di saat-saat yang penuh emosi ini.

Setelah beberapa lama, tangisan Kezia mulai mereda. Ia menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan dirinya. Rifal tetap memeluknya, memberi dukungan tanpa perlu banyak kata. Kezia merasa bersyukur ada seseorang yang peduli dan membantunya menghadapi kesedihan ini.

Kezia mengangkat kepala, mengusap air matanya, dan menatap Rifal dengan mata merah yang masih lembab. "Makasih, Kak. Gue... gue nggak tahu harus gimana kalau nggak ada lo. Semua rasanya jadi terlalu berat."

"Gak perlu berterima kasih. Yang penting lo tahu, lo nggak sendirian. Kadang kita butuh waktu untuk sembuh dan melepaskan. Dan gue yakin lo akan bangkit lebih kuat."

Di saat yang sama, pintu terbuka dan Fahri masuk dengan membawa beberapa makanan. "Lu kayak apaan dah Fal nyuruh-nyuruh gue beliin makanan, sumpah lu ngerep-" ucapan Fahri terhenti ketika mendapati Kezia. "Lu apain anak orang Fal?!"

Kezia buru-buru menghapus jejak air mata yang menempel. Fahri yang sedikit terkejut akan kehadiran Kezia pun hanya diam dan bertanya-tanya dalam benaknya.

"Gandeng pisan ih!" Rifal melempar Fahri dengan sarung tinju. "Keluar sono," usirnya.

"Jelasin dulu ke gue, kenapa bisa lu bikin nih cewek nangis? Lu apain?!" desak Fahri.

"Naon si, orang bukan gue,"

"Terus kenapa dia bisa nangis? Lu parah banget lu Fal. Lu kalau nyakitin perempuan tuh sama aja lu nyakitin ibu lu, sumpah gak ada hati pisan sia."

"Naon bangsat, orang gara-gara si Marvel."

"Ha?! Marvel? Marvel yang bocah tengik eta?" Fahri terbelalak. "Lu diapain sama dia neng?" tanyanya lembut pada Kezia.

Kezia yang belum sanggung untuk bercerita pun membuay Rifal langsung mengambil alih dan menceritakan semua yang terjadi pada Fahri.

"SUMPAH?! BENERAN TUH ORANG BILANG GITU?" Mata Fahri membulat sempurna. Ia benar-benar tidak menyangka teman kelasnya dulu bisa setega itu. "Dasar bocah kehed si Marvel,"

"Dan, gue suruh lu beliin makanan tuh sebenernya bukan buat gue, tapi buat dia." tutur Rifal.

"Ohh bilang dong," Fahri meletakkan makanan di meja dan memberikan senyum hangat pada Kezia. "Ini di makan ya, supaya lo bisa lebih kuat untuk gebukin si Marvel belegug eta."

Kezia mengangguk, mengucapkan terima kasih pada Fahri dan Rifal. Ia mulai menikmati makanan yang ada, merasa sedikit lebih baik setelah mendapatkan asupan energi. Rifal dan Fahri duduk di sampingnya, berbicara ringan untuk mengalihkan perhatian Kezia dari rasa sakit hatinya.

Beberapa waktu kemudian, setelah makan dan berbincang, Kezia merasa jauh lebih baik. Rifal dan Fahri memberikan dukungan yang sangat berarti, membantu Kezia untuk perlahan-lahan kembali ke keadaan normal. Kezia merasa berterima kasih atas semua yang telah mereka lakukan.

"Makasih banyak Kak, gue bener-bener gak tau harus gimana buat balas kebaikan kalian," ucap Kezia tulus.

Rifal tersenyum. "Udah chill aja, jangan terlalu dipikirin. Kadang kita semua cuma butuh seseorang yang ada untuk kita, dan gue seneng bisa jadi orang itu untuk lo."

Arkan & BandungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang