Zahra pov
Suara gemericik air di kolam ikan belakang rumah mengusikku. Membuatku ingin segera membuka jendela dan menata hamparan bunga yang tertata apik di taman belakang rumah. Ibu memang yang terbaik. Bahkan hal yang menurutku sepele menjadi hal yang penting untuk ibu.
Aku masih ingat bagaimana ibu selalu memberiku wejangan ketika kami duduk-duduk di gazebo belakang rumah.
"Kamu tau, Nduk? Gemericik air dan bunga-bunga itu selalu mengingatkan Ibu dengan kampung. Dulu eyangmu juga menyukai gemericik air, adem katanya. Makanya Ibu bawa ke sini, biar rumah kita adem dan tenang seperti di desa."
Ibu selalu tersenyum saat mengatakan itu. Sekarang aku percaya. Suara gemericik air itu begitu menenangkan. Bahkan suara itu yang selalu menjadi nada-nada indah pengantar tidurku.
"Astaghfirullah."
Menikmati pagi membuatku lupa dengan tugasku. Aku segera beranjak ke dapur dan membuka kulkas. Memilih bahan makanan yang akan kumasak untuk sarapan hari ini. Keadaan yang telah berhasil memaksaku untuk terbiasa dengan kegiatan rumahan.
"Belum masak, Ra?"
"Astaghfirullah."
Mas Bayu berdiri di sampingku. Aku menatapnya dengan senyum andalanku. Berharap masku tidak mengeluarkan taringnya pagi ini.
Mas Bayu menghembuskan nafas pasrah." Kamu yang masak aja, biar Mas yang bersih-bersih." Ucapnya.
"Terima kasih, Mas." Aku mengantar kepergiannya dengan senyum. Jujur, aku merasa bersalah, tapi aku benar-benar butuh bantuannya agar tidak terlambat ke sekolah.
Aku menyelesaikan masakanku tepat saat mas Bayu kembali ke dapur mengembalikan sapu. Aku tersenyum menatapnya. Menatap malaikatku yang begitu tampan dengan keringatnya.
"Kamu ndak sekolah, Ra?" Mas Bayu menatapku heran.
"Sekolah, Mas. Kan hari Senin." Jawabku enteng.
"Udah jam enam kurang dikit loh." Mas Bayu meninggalkanku mematung di dapur.
Satu detik....
Dua detik.....
Tiga detik....
Sepuluh detik....
"JAM ENAM?"
Aku berlari ke kamar dan mengganti bajuku dengan seragam almamater. Awas saja masku itu, aku nggak akan lepasin dia. Gara-gara mas aku jadi buru-buru begini. Jam tangan ke mana, ya Allah? Aku mencarinya di laci dan alhamdulillah ketemu. Aku mengecek tasku untuk memastikan tidak ada yang ketinggalan. Alhamdulillah, lengkap. Cepat-cepat aku kembali ke dapur menemani masku sarapan.
"Aduh!"
Astaghfirullahaladhim. Apalagi ini, ya Allah? Sudah terpeleset, masku tertawa keras sekali pula. Adiknya jatuh bukan ditolongin malah diketawain. Keselek kapok, Mas.
Uhuk! Uhuk!! Uhuk!!!
Giliran aku yang tertawa puas. Doa orang teraniaya pasti dijabah. Benar, kan? Ganti masku yang menatapku kesal. Aku tidak peduli, toh dia duluan yang mulai. Aku berdiri dan melangkah santai menuju mas Bayu yang masih menatap kesal ke arahku.
"Makanya, jadi mas tuh jangan semena-mena ama adiknya. Kapok kan?" Aku terkikik melihat tatapan tajamnya. Maaf, Mas. Aku udah kebal. Hahahaha.
"Sekolah berangkat sendiri!" Mas Bayu kembali melanjutkan sarapannya dengan wajah super bete.
"Alhamdulillah." Pekikku girang. Bagaimana tidak? Aku tidak pernah diijinkan berangkat sekolah sendiri sampai masuk SMA. Dan sekarang, mas Bayu dengan entengnya mengatakan aku berangkat sendiri. Syurga dunia ini mah, hahahaha.
"Mas berubah pikiran." Mas Bayu berhasil mebuatku kesal pagi ini."liat respon kamu, bikin Mas ragu kamu bisa berangkat sendiri." Mas Bayu tersenyum, tapi aku yang cemberut.
MAS BAYU!!!!!!!!!!!
Untung sayang, kalau enggak, udah aku karungin trus buang ke laut. Biarin dimakan ikan, abis kegantengannya pun gak masalah. Yang penting nanti di kehidupan selanjutnya mas Bayu berubah jadi ultramen. Eh?
"Biasa aja, Ra. Mas tau kok kalo Mas ganteng."
Aku mencebikkan bibir. Percaya diri sekali dia? Ganteng dari mana? Eh, emang Masku ganteng sih. Tapi kalo nyebelin, kan gantengnya luntur. Ibuk, Masnya dicetak ulang aja. Zahra capek punya Mas modelan begitu.
"Ra!"
"Hm?"
"Kamu punya pacar nggak?" Hampir saja aku tersedak. Pertanyaan yang sangat aku takutkan akhirnya meluncur dengan lancar dari bibirnya.
"Kenapa? Mas nggak bakal ijinin aku pacaran?" Daripada langsung menjawab lebih baik kalau mencari petunjuk, jangan sampai masku anti pacaran.
"Ya, enggak." Mas Bayu tersenyum." Wong aku juga pacaran kok." Tuturnya santai.
Hah??" Kok nggak pernah ngomong? Backstreet dari Zahra, ya?" Tuduhku langsung.
"Enak aja!" Mas Bayu mengangkat sendoknya siap lempar, tapi diurungkan dan kembali melahap nasi goreng." Kamu aja nggak perah nanya."
Aku mengingat-ingat. Benar, aku tidak pernah bertanya masalah pendamping masku." Kalau Zahra nggak nanya, Mas cerita dong!" Aku tidak mau kalah.
"Kenapa harus cerita? Kamu aja nggak pernah cerita kalo Mas nggak nanya." Mas Bayu menjulurkan lidahnya. Dazar, minta ditabok.
"Mas sendiri sok sibuk kerja." Murni, ini adalah jurus mencari pembenaran.
"Kerja juga buat kamu, Ra." Desahnya kesal.
"Ya udah, nggak usah salah-salahan lagi. Sama-sama punya urusan juga." Aku mencari jalan tengah. Pokoknya jangan sampai salah.
"Terserah, Ra."
Aku tersenyum. Alhamdulillah. Mas Bayu mau ngalah. Udah bingung aku mau mencari pembenaran seperti apa lagi.
***
Moga syukha moga syukha,,,, gk tau harus nulis apa, moga berkesan😊😊😊
Pangapuraken ingkang katah atas berantakannha tulisan ini🙏🙏🙏 maaf juga partnya pendek-pendek🙏🙏belom biasa nulis panjang soalnya😊😊
Krisannya dong!! Biar makin berkembang🙈🙈🙈

KAMU SEDANG MEMBACA
Hai, Zahra!!
Teen FictionIni tentangku. Tentang hidupku dengan kakakku. Sederhana. Namun selalu terkenang sampai saat ini. Ini tentang kisahku. Tentang kebanggaanku dan kekecewaanku. Namun, kisah ini tak mampu kulupa. Karena kisah ini, adalah awal dari cerita luar biasa dal...