Bayu POV
Aku melihat layar ponselku yang berkedip. Pesan dari Yuli ternyata. Aku tersenyum. Gadis yang saat ini berstatus teman perempuan terdekatku itu begitu pengertian. Hari ini rencananya kami akan berdiskusi tentang projek kerja, tapi dia membatalkannya.
Sorry, gw harus nungguin sabtu jadi minggu, delay besok aja jam 10,,😆😆
Begitulah pesannya. Okey, memang rejeki anak sholeh. Aku segera ngacir ke kamar adikku tersayang. Apalagi kalau bukan merecoki kegiatan kaum muda, hahahaha.
"Pasti lagi chat sama cowok itu."
Perlahan aku menekan engsel pintu kamarnya. Gotcha! Dia sedang senyum-senyum di tempat tidur dengan ponsel di genggaman. Ide jail langsung hinggap di kepalaku.
Satu,,
Dua,,
Tiga,,
Happ!
Ponsel keluaran dua tahun lalu itu sukses berpindah ke tanganku. Benar dugaanku, ada nama "luv💖" di deret chat. Jemariku menekan nama itu, tapi,-
"MAS BAYU!!!"
Reflek aku menutup telinga. Suara cempreng nan membahana bergelora di kamar serba biru itu.
"Balikin!"
Zahra mulai bangkit dan mendekat dengan langkah seribu. Sugguh, aku tidak menyadari langkahnya hingga tiba-tiba diaa sudah ada di depanku.
"Mas, balikin!" Zahra menggerakkan tangannya merebut ponsel di tanganku, reflek aku mengangkat tanganku tinggi-tinggi. Untung saja kepala Zahra hanya mencapai dadaku, jadi untuk mencapai panjang tanganku masih memerlukan pijak bantuan. Hahaha.
"Ambil dong, Ra!"
Zahra merengut kesal lalu melangkah ke kasur empuknya. Gadis itu kini berbaring membelakangiku. Aku masih diam menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya. Sekian menit menunggu, nyatanya hanya ada keheningan. Kupikir dia akan menangis seperti di film-film yang pernah kutonton dengan Yuli. Nyatanya, dia hanya diam.
"Ra, kamu marah?" Kuputuskan untuk mendekat. Membiarkan Zahra yang kesal hanya akan memperburuk keadaan.
Aku merangkak ke tempat tidur adik kesayanganku. Dia masih mendiamkanku. Ini alarm bahaya, pasti besok tidak ada sambutan manis.
"Ra, jangan diem dong! Nih HP-nya Mas balikin." Kuletakkan ponselnya di nakas." Mas nggak baca kok, seriusan nggak baca."
Masih tidak ada respon dari Zahra. Apa yang membuat Zahra luluh? Ini bukan kali pertama adikku ngambeg, tapi penanganannya berbeda. Apa yang sudah lama tak kulakukan dengannya? Hanya ada satu ide yang terlintas di pikiranku.
"Ra, udah dong! Kita jalan yuk! Malem mingguan, Ra. Biar kayak kids micin."
"Jalan kemana?" Zahra duduk menghadapku. Jelas terlihat bibirnya yang mengerucut dan pipinya yang semakin chubby.
"Terserah!" Aku meringis, tidak tahu kemana anak-anak micin jalan kalau malam minggu.
"Ya udah, nggak usah." Zahra kembali menenggelamkan dirinya dalam seliut. Reflek tanganku memegang lengannya, mencegah niatnya.
"Ra, kamu kan tau Mas nggak pernah jalan,-"
"Sama mbak Yuli kemaren lusa kemana?" Potongnya cepat.
Aduh, kenapa dia bisa tahu? Aku tidak pernah memposting fotoku saat bersama Yuli di sosmed, atau jangan-jangan adikku ini mengikuti sosmed Yuli? Mungkin saja, mereka sudah kenal lama.
"Emm, itu." Aku menggelengkan kepala, tidak bisa menjelaskan. Apalagi tatapan Zahra saat ini begitu mematikan." Gini aja deh, kamu yang pilih tempatnya." Putusku cepat.
"Yakin?"
Aduh, tatapannya sudah berbeda. Pasti ada udang batu lagi. Namun saat melihat senyumnya, kepalaku mengangguk tanpa ijinku. Dalam dada jantungku dag dig dug tak menentu. Menunggu dengan sabar apa yang dimintanya.
"Aku pengen ke pasar malam." Ucapnya dengan penuh rayu. Matanya berbinar, bibirnya tersenyum sangat manis, bulu mata yang terlihat begitu lentik saat dikedip-kedipkan. Ayolah, aku laki-laki normal yang bisa tertarik dengan gadis di depanku ini. Andai bukan adikku.
"Nggak ada yang laen?" Tawarku.
"Abis itu makan mie ayam, udah." Kembali bibirnya melengkung sempurna.
Aku menghembuskan nafas pasrah. Daripada makin lama ngambegnya, makin susah juga membujuknya." Ya udah, iya."
"Makasih, Mas." Gadis itu memelukku singkat lalu berlari mengambil baju di lemari dan memakainya di kamar mandi. Tak butuh waktu lama, dia sudah siap." Yuk!"
"Nggak make up dulu?" Malam ini dia hanya memakai bedak tipis, kebiasaannya saat di rumah. Maklum, tidak ada yang memgajarinya bersolek.
"Gini aja udah."
Zahra menggandeng lenganku. Menarikku meninggalkan kamarnya menuju garasi. Kami tidak perlu berpamitan, malam ini hanya berdua di rumah.
"Aku bukain gerbang, Mas cepetan keluarin motornya!"
"Motor?" Aku tidak mengerti. Malam-malam begini keluar dengan motor? Pasti dingin.
"Iyalah." Zahra merotasikan mata sipitnya." Ini malam minggu, macet."
Iya juga sih." Kalo gitu, ambil jaket dulu! Mas nggak mau besok kita kerokan."
"Iya."
Zahra berjalan dengan kaki menghentak. Dia kesal, bolak-balik ke kamarnya itu capek. Harus naik turun tangga dan berjalan melewati ruang tengah yang luas sampai akhirnya tiba di garasi. Biarlah, adikku akan semakin menggemaskan kalau sakit. Ingin kutelan rasanya.
---
Uda,lanjut aja chapter selanjutnya😊😊😊
KAMU SEDANG MEMBACA
Hai, Zahra!!
Teen FictionIni tentangku. Tentang hidupku dengan kakakku. Sederhana. Namun selalu terkenang sampai saat ini. Ini tentang kisahku. Tentang kebanggaanku dan kekecewaanku. Namun, kisah ini tak mampu kulupa. Karena kisah ini, adalah awal dari cerita luar biasa dal...