Ini hanya lanjutan aja
-----
"Zahra!"Aku menatap mas Bayu. Tidak biasanya nadanya terdengar begitu serius. Pasti akan ada sesuatu yang ingin dibicarakan dan dia takut kelupaan atau tidak sempat. Mengingat semalam masku pulang begitu larut.
"Ada apa, Mas?" Tanyaku berusaha setenang mungkin.
"Penilaian tugas Seni kamu itu kapan?" Mata kecilnya menajam. Menuntut sebuah jawaban saat itu juga.
"Hari Kamis nanti." Jawabku setengah yakin." Harusnya Kamis kemarin, tapi karena gurunya nggak masuk diundur." Tambahku. Aku melirik wajah masku yang sedikit memerah, entah karena apa." Ada apa emangnya, Mas?" Tanyaku hati-hati.
"Siapa cowok yang udah anterin kamu? Udah berapa kali kamu dianter dia?"
Kok mas Bayu bisa tahu? Padahal aku selalu turun agak jauh dari rumah demi menghindari tatapan mata tetangga dan orang-orang yang mengenal masku.
"Ra!" Tegurnya tak sabar.
"Namanya Aditya, Mas. Temen sekelompok Zahra. Udah tujuh kali sama yang kemaren dianterin dia." Aku menunduk, takue melihat raut mas Bayu.
"Hari ini Mas free, Mas maunya kamu kelompok di rumah aja. Mas pengen tau." Ucapnya tak terbantahkan.
Aku tersentak. Tidak sesuai angan." I-iya , Mas." Aku mengangguk." Nanti aku coba tanya sama dia. Kalau dia mau, kita kelompok di rumah."
Sarapan pagi ini berlanjut hening. Entah. Mas Bayu berbeda. Seperti ada seseorang yang mempengaruhinya hingga kambuh sifat protektifnya. Padahal, aku sangat lega bisa curi waktu untuk jalan-jalan dengan Adit. Gagal, kan?
***
Benar. Sepertinya mas Bayu baru mendapat omongan orang. Lihatlah! Sejak kapan dia mau susah-susah menungguku di teras padahal aku akan masuk juga? Itu bukan tipe mas Bayu sekali."Itu mas kamu, Ra?" Tanya Adit berbisik. Aku mengangguk menjawabnya." Ganteng ternyata, kayak aku." Gumannya percaya diri.
Aku mengabaikannya dan melangkah menghampiri mas Bayu. Mengucap salam dan mencium tangannya. Adit mengikutiku. Dia juga tanpa sungkan mencium tangan masku seperti pada masnya sendiri.
"Saya Adit, Mas. Temen sekelompok Zahra." Adit memperkenalkan diri.
"Bayu, masnya Zahra." Suaranya begitu dingin. Sedingin wajahnya. Seperti ada genderang perang di sorot matanya.
"Tuh! Udah Zahra bawa orangnya, mai diapain?" Kutatap masku kesal. Senyumnya hilang entah kemana, aku tak suka.
"Nanti setelah kelompok, kamu ikut saya! Saya mau bicara berdua sama kamu." Mas Bayu menampilkan senyum tipis saat mengucapkannya lalu beralih menatap Zahra." Kamu ajak masuk! Latiannya di dalem aja! Nanti kalau sudah selesai kamu panggil Mas!" Pesannya lalu melenggang pergi.
Aku menatap Adit. Kasihan, kesan pertama yang dia dapat kurang bagus. Aku tersenyum dan mengajaknya masuk.
"Kamu tunggu dulu! Aku buatin minum."
Aku melangkah ke dapur dan membuatkannya es jeruk. Segera aku kembali ke ruang tamu dengan dua gelas minuman di atas loyang. Kulihat dia sudah bersiap dengan gitarnya.
"Minum dulu, Dit!" Kuletakkan loyang di meja dan menyeruput sedikit minumanku.
"Makasih, Ra." Ucapnya kemudian meneruput minumannya. Aku mrngangguk membalasnya.
"Kita ganti lagu lagi atau tetep yang kemarin?" Aku melihat buku kecilnya yang berisi chord dan lirik.
"Kisah Kuinginkan mau nggak?" Tawarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hai, Zahra!!
Teen FictionIni tentangku. Tentang hidupku dengan kakakku. Sederhana. Namun selalu terkenang sampai saat ini. Ini tentang kisahku. Tentang kebanggaanku dan kekecewaanku. Namun, kisah ini tak mampu kulupa. Karena kisah ini, adalah awal dari cerita luar biasa dal...