Lebur Rasa

1 0 0
                                    

Assalamualaikum, apa kabar semua?? Maaf lama gak up, masih nyiapin part biar bisa up dua hari sekali nantinya,,,
Selamat membaca🤗🤗
----

Matahari telah menampakkan sinarnya sejak beberapa menit yang lalu. Suara kicauan burung mulai bersahut-sahutan menyambut rinai embun yang sejuknya menenangkan jiwa. Aku masih bergelung dengan selimut tebalku. Tadi setelah shalat subuh, udara dingin menusuk tulangku. Kepalaku mendadak pusing dan perutku tidak enak. Entah apa kali ini. Mungkin efek mimpi semalam.

“Ra!” Panggil mas Bayu dari luar kamar.

“Masuk, Mas!”

Kudengar pintu dibuka. Kubuka selimutku dan bangun dari posisi berbaring. Mas Bayu masih mengenakan sarung dan songkok. Mungkin habis tadarus al Quran. Aku tersenyum menatapnya. Namun tak ada senyum yang terukir di bibirnya. Wajahnya datar, tak terbaca. Bahkan ia malah menghampiriku dan duduk di sampingku.

“Kenapa, Mas?” Tanyaku. Bingung juga saat ditatap terus menerus tanpa ada kata.

“Kamu yang kenapa?” Mas Bayu mencolek hidungku.

Aku tersenyum.” Aku nggak pa-pa. Agak pusing dikit.” Percuma berbohong, pasti tidak akan dipercaya.

“Yakin?”

Mas Bayu mengulurkan tangannya. Memeriksa suhu di keningku lalu mengusap pipiku. Bibirnya tersenyum. Tersenyum miris. Aku tahu jelas apa yang ada di pikirannya saat ini. Aku hanya bisa tersenyum dan menggenggam tangannya. Berusaha meyakinkannya.

“Aku nggak apa-apa, hanya butuh istirahat sebentar.” Ucapku.

“Gara-gara semalem?” Mas Bayu menarikku dalam pelukannya. Pelukan yang tak akan pernah bisa kutolak sampai kapanpun.

“Enggak.” Aku menggeleng.” Emang kondisi aku lagi drop aja.”

“Kalo gitu, hari ini kamu istirahat aja di rumah! Mas temenin.” Mas Bayu melepas pelukannya dan menatapku.

“Mas, Zahra nggak pa-pa.” Ucapku berusaha meyakinkannya.

“Nurut sama Mas!” Tegasnya. Tidak terbantah. Mau tak mau aku mengangguk saja.” Pinter.” Ucapnya mengusak rambutku.

Kuhabiskan hari ini bermanja dengan masku. Kapan lagi aku bisa menghabiskan waktu begitu leluasa jika tidak seperti ini. Kesibukan kami yang membuat rumah hanya bersuara saat malam sampai pagi dan sunyi di siang harinya. Walau harus menahan pusing dan rasa tak enak di badan, tapi aku bahagia. Meskipun hanya dengan hal kecil seperti ini. Menonton televisi berdua dengan paha mas Bayu menjadi bantalanku. Tangannya sesekali mengelus atau melintir rambutku. Hal yang membuatku risih, namun juga kusukai.

“Ra!” Mas Bayu mematikan televisi dan menatapku.

“Hm?” Aku balas menatapnya penuh tanya. Pasti ada hal yang serius.

“Gimana?” Mas Bayu tersenyum, tapi bukan senyum yang biasa diberikannya untukku.

“Gimana apanya?” Aku mengerutkan kening tidak mengerti.

“Setuju nggak?”

Aku berdecak. Mengubah posisiku menjadi duduk menghadapnya.” Bicara yang jelas deh, Mas!”

Mas Bayu menghembuskan nafas pelan.” Gimana? Mas boleh nikah nggak?” Suaranya terdengar frustasi dan kesal.

Astaga!!!! Mas Bayu begitu lucu.” Emang Mas mau ditolak?” Godaku. Aku kembali memasang wajah datar untuk mengintimidasi mas Bayu.

“Ya, kalo bisa sih, jangan.” Ucapnya dengan ringisan kecil. Ada raut bingung dan kecewa di wajahnya.

Aku terkekeh.” Maksa itu namanya.”
“Ya udah, nggak maksa.” Mas Bayu mencebikkan bibirnya.

Hai, Zahra!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang