ARCA

1.9K 283 28
                                    

"Saya tidak mau terlibat dengan mereka lagi," ucap Pak Darsa setelah pulih dari histerisnya beberapa saat lalu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Saya tidak mau terlibat dengan mereka lagi," ucap Pak Darsa setelah pulih dari histerisnya beberapa saat lalu. Beliau bangkit dari lantai. Wajahnya tampak kusut dan basah oleh air mata. Aku masih tak sanggup berbicara.

Pak Darsa berjalan tertatih ke arah meja di sisi jendela. Tangannya yang gemetar meraih pulpen, kemudian ia mulai menuliskan sesuatu di atas sebuah buku seperti orang yang kesetanan. Bisa kudengar napasnya menderu di antara suara televisi yang menyala. Begitu ia selesai, pak Darsa merobek kertas tersebut dengan kasar.

"Kalau kamu sungguh membutuhkan info para pengawas, tanyai dia." Pak Darsa menyerahkan kertas yang disobeknya tadi padaku.

Meski barusan ia terlihat menulis dengan tergesa, nyatanya tulisan pak Darsa di atas secarik kertas ini begitu rapi dan indah. Khas tulisan orang jaman dulu. Aku bahkan dapat membaca isinya dengan mudah dalam sekali lirik.

Rumini, jalan Barito, komplek Husada No.22

Sebuah alamat lagi. Sebelum aku sempat bertanya siapa orang yang dimaksudnya dalam tulisan tersebut, pak Darsa kembali berbicara.

"Dia teman saya," ujarnya cepat, "mungkin dia bisa membantu kamu."

"Mungkin?" aku mengernyitkan dahi, "jadi bapak gak yakin kalau–"

"Harus berapa kali saya bilang kalau saya tidak mau terlibat dengan mereka lagi?" pak Darsa menyela ucapanku dengan murka. "Saya bisa saja memberi kamu info para pengawas, tapi itu tidak semudah yang kamu pikir."

Tidak ada yang mudah sejak semua ini dimulai.

"Pak," rasa panas mulai menyesaki dadaku, "ayah saya telah lama menghilang."

"Begitu pula putri bungsu saya."

Kurasakan jantungku mencelus dalam satu tarikan napas. Bara emosi itu padam seketika. "A-anak bapak?"

"Putri saya menghilang sejak dua bulan lalu." Pak Darsa berkata muram. "Kakaknya sudah mencari ke segala tempat, tapi orang-orang safir itu licik, alih-alih menemukan putri saya yang hilang, anak pertama saya justru dibunuh."

Tiba-tiba saja beban hidupku terlihat lebih ringan dibanding dengan apa yang telah pak Darsa derita. Sebuah pertanyaan aneh tahu-tahu melintas di kepalaku. "Apa bapak melaporkan itu ke polisi?"

Sekilas senyum pahit terbit di wajah pak Darsa. "Mereka membunuh anak saya secara halus." Melihat wajahku yang termangu, pak Darsa kembali menambahkan, "mereka melibatkan sesuatu yang terkutuk sejak awal jaman."

Sentakan hawa dingin menjalari tengkuk hingga punggungku. Mendadak saja seluruh benda mati di dalam ruangan ini seakan memiliki mata dan telinga. Seolah mereka hidup. Gelisah mulai menghantuiku. Siapa pun tahu jika satu-satunya yang dilaknat sejak kehidupan bermula adalah iblis. Dan orang-orang safir memang dikenal bersekutu dengan kaumnya. Jika yang membunuh anak pak Darsa adalah makhluk itu, tim forensik mana pun tak akan sanggup menjelaskan penyebab kematian anak pak Darsa yang sesungguhnya.

THE CHOSEN (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang