Andra memintaku untuk kabur dari sekolah di saat aku tak perlu melakukannya. Terima kasih atas kejadian hari ini.
Aku tak sempat pulang ke rumah untuk mengganti pakaian, ataupun mengurus luka memar di sudut bibirku yang entah bagaimana rupanya. Andra yang enggan memberitahu apa yang sedang terjadi di rumah keluarga Rey membuatku terpaksa memutar arah secepat ia memutuskan sambungan telepon kami. Langit bergemuruh. Angkasa dilingkupi oleh ombak kelabu yang berkilat bagai cemeti malaikat. Jalanan mendadak sepi. Kupercepat langkah untuk menemukan kendaraan umum terdekat. Semoga saja aku belum terlambat untuk menyaksikan apa pun yang sedang dilihat Andra pada saat ini.
Beberapa orang memandangiku dengan sorot penasaran begitu aku melompat masuk ke dalam sebuah bus. Aku tak sempat menggubris tatapan mereka karena kepalaku terlalu dipenuhi beragam dugaan. Jangan-jangan inilah penyebab om Ian memberiku satu hari libur. Ada sesuatu yang tampaknya harus ia lakukan namun lelaki itu tak ingin aku mengetahuinya.
Adrenalinku seketika memuncak.
Gerimis mulai turun saat aku berjalan memasuki lingkungan rumah keluarga Rey dan Andra dengan was-was. Takut seseorang dari rumah mewah bergaya belanda itu ada yang memperhatikan. Untungnya pagar tinggi rumah om Ian sedang tertutup rapat. Jadi kalaupun ada yang berdiri di area teras, orang itu tetap tak akan bisa melihat jalanan yang sedang kulalui ini. Aku melihat sekitar untuk mencari tanda-tanda pak Wayan yang mungkin tengah berpatroli. Pria itu tak tampak di mana pun. Bagus.
Sebelum turun dari bus tadi, aku sudah meminta Andra untuk menungguku di balik pagar rumahnya. Celah itu hanya terbuka sedikit. Benar-benar kecil hingga aku tak yakin pagar itu tidak dikunci.
"Andra!" aku berbisik dan kembali melirik sekitar dengan panik. "Buruan buka! Ntar gue ketahu–"
Sebuah tangan membungkam mulutku dan tubuhku ditarik ke dalam.
"Jangan teriak ini gue!" Andra berbisik cepat sebelum aku sempat memekik.
Tekanan dari jemarinya hanya menambah nyeri yang sejak tadi kutahan. Kutepis tangannya dari wajahku. "Gak perlu ngebungkam mulut gue juga kali."
Andra mendadak tercengang. Tatapannya perlahan bergulir pada seragam sekolahku, seperti yang dilakukan oleh orang-orang yang kutemui selama perjalanan kemari. Sudah pasti ia heran sekaligus bertanya-tanya apa penyebabnya.
"Hari ini gue ulang tahun, teman-teman sekelas pada ngerjain sampai gue gak sengaja kesandung kaki sendiri." Semoga saja tidak ada bekas cap lima jari yang menggurat pipiku.
"Ceroboh banget lo, non," Andra meringis, "terus lo diizinin pulang?"
Aku mengangguk. Tak ingin memperpanjang masalah ini. "Jadi apa aja yang udah gue lewatkan dari rumah sebelah?"
"Gak banyak," Andra mengunci kembali pagar rumahnya. "Mereka baru aja pindah ke dalam waktu mobil dengan pelat merah masuk."
"Mobil dinas?"
KAMU SEDANG MEMBACA
THE CHOSEN (TAMAT)
Horror(Sudah Terbit) (The Watty Awards 2019 Horror-Paranormal Winner) Stela Halim, gadis dengan emosi yang tidak biasa, harus melawan paranoidnya demi menyelamatkan diri dari kejaran orang-orang Safir, sebuah kelompok persaudaraan kuno yang tampa...