BANTUAN

2.2K 325 39
                                    

Ketika aku berusia delapan tahun, ayah bertanya padaku tentang apa yang paling kutakuti di dunia ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ketika aku berusia delapan tahun, ayah bertanya padaku tentang apa yang paling kutakuti di dunia ini. Berbagai gambaran hewan buas dan menjijikkan langsung melintas di otakku. Lalu disusul oleh kejadian-kejadian tak menyenangkan seperti kehilangan kedua orangtua dan sebagainya. Tapi bukan itu jawabanku. Pikiranku justru melayang ke suatu tempat yang gelap dan sunyi.

"Sendiri, yah," jawabku sambil termenung, "aku takut sendiri."

Lalu ayah mendekapku erat. Lama. Seakan kami tak akan bertemu lagi.

"Ayah sama ibu selalu di sini," ia berbisik di telingaku, "kamu jangan takut."

Jangan takut...

Kamu gak pernah sendiri...

Seringai mengerikan pada wajah lelaki itu muncul kembali. Kutarik kedua lututku ke dada dan memeluknya. Delapan tahun berlalu dan ingatan menakutkan itu masih terbayang jelas. Sekeras apapun usahaku untuk melupakannya, aku selalu saja gagal. Seakan ingatan itu digambar dengan tinta terbaik, dan aku menghapusnya dengan penghapus murahan. Hanya sebagian kecil yang memudar, sisanya masih terlihat jelas.

Aku terlalu lemah untuk melawan.

Cahaya matahari jatuh ke sela dedaunan pohon di sampingku. Menyisakan bayang-bayang gelap yang menari-nari di atas tanah. Kupeluk diriku lebih erat saat angin yang terasa begitu dingin berhembus. Seakan telah turun hujan lebat di suatu tempat yang jauh.

Sekarang sedang jam istirahat. Dan aku sedang kehilangan nafsu makan karena berita kemarin.

Tante Najwa berkata ibu harus segera di operasi, dengan biaya yang tak sedikit pula. Hingga pagi tadi ibu belum bicara padaku. Aku juga tak mau memaksanya. Semua ini sudah terlalu berat bagi ibu. Dan juga aku. Masalah uang spp-ku yang menunggak sekarang hanya terlihat seperti anak tk yang minta uang jajan.

Tante Najwa bilang ia akan mencoba mengurus asuransi kesehatan milik ibu untuk biaya operasi itu. Tetapi belum bisa dilakukan sekarang karena ia sendiri sedang sibuk dengan pekerjaannya. Kemarin tante Najwa sedang beruntung saja sebab salah seorang rekan kerjanya mau menggantikan posisinya untuk sehari. Dengan syarat gaji tante Najwa kelak dipotong untuk penggantinya. Itulah penyebab tante Najwa langsung pulang hari itu juga. Pada malam hari. Secepat kedatangannya.

Aku mendongak, menatap dahan pohon yang melintang di atas kepalaku. Dahan itu berlekuk-lekuk dan nampak kokoh. Hanya ada sedikit ranting yang tumbuh di sana. Aku mengira-ngira apa dahan itu cukup kuat menanggung beban empat puluh dua kilo.

"La," suara Mia datang dari arah depanku. Sepertinya ia baru saja dari kantin.

"Hm?" aku bergumam, menunggu ia menyampaikan sesuatu yang tak penting.

THE CHOSEN (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang