Berita kematian pak Darsa tersebar luas dengan pesat di dunia maya.
Dari apa yang kulihat, sebagian besar masyarakat menganggap pemicu pria itu bunuh diri adalah depresi. Sejumlah artikel mengabarkan setelah kehilangan kedua anaknya pak Darsa pernah mengalami kecelakaan. Tidak disebutkan kecelakaan seperti apa yang menimpanya, tapi kurasa itulah penyebab sebagian wajah pak Darsa tampak melepuh. Pihak keluarga mengaku pria separuh abad itu baik-baik saja sebelum peristiwa naas itu terjadi. Tidak ada yang aneh dengan gerak-gerik lelaki itu hingga mereka tidak menaruh curiga padanya.
Saat keluar dari supermarket tadi–lebih tepatnya diseret oleh Aiden–aku sempat mendengar seorang saksi mata mengaku melihat adanya orang lain di atas sana. Ia tidak tahu orang itu pria atau wanita, sosok yang dilihatnya mengenakan jaket bertudung sehingga sulit untuk dikenali. Hal itu semakin menguatkan dugaanku jika pak Darsa dibunuh oleh orang-orang safir.
Tapi mengapa mereka melakukannya tepat ketika aku mengunjungi tempat itu? Apa mungkin mereka sudah merencanakan semua ini? Alarm bawah sadarku mendadak menyala waspada. Apa pun alasannya, kejadian mengerikan itu jelas berkaitan dengan diriku.
Terlepas dari apa yang mereka inginkan, setelah kupikir-pikir kembali, mungkin dahulu ayah pernah melakukan sesuatu yang bertentangan dengan persaudaraan kuno itu hingga mereka menjadikanku sebagai sarana balas dendam. Dan pak Darsa telah melakukan hal serupa yang mengakibatkan ia harus kehilangan anak-anaknya. Teori itu terdengar cukup masuk akal.
Sebotol minuman isotonik dingin tahu-tahu tersodor di depan wajahku.
"Nih, minum," titah Aiden dengan nada malasnya, "muka lo kelihatan lebih pucat dari mayat tadi."
Kuraih botol tersebut sembari memberinya ekspresi masam. Andai saja ia tahu beberapa hari lalu aku sempat berbicara pada lelaki yang kini telah menjadi mayat itu, mungkin setidaknya Aiden bisa lebih sedikit bersimpati.
Aku sedang duduk di teras depan, meratapi keheningan malam sembari mencoba mengenyahkan pemandangan memualkan itu dari ingatanku, namun tak berhasil. Aiden mendaratkan dirinya pada bangku kosong di sebelahku tanpa bersuara. Aroma pewangi pakaian menguar dari kaus putihnya yang sedikit kusut. Melalui sudut mata, kuperhatikan cowok itu meraih sesuatu dari saku celana jeans biru pudarnya. Sejurus kemudian, kepulan asap tipis melayang-layang di antara kami. Mau tak mau aku menoleh, dan mendapati Aiden sedang mengisap sebatang rokok.
"Lo ngerokok?" suaraku terdengar lebih nyaring dari seharusnya.
"Kenapa?" tanyanya dengan mulut yang mengepulkan asap. "Masalah?"
Aku merengus, "gue gak mau jadi perokok pasif."
Tak menghiraukan ucapanku, Aiden malah menghirup rokok itu dalam-dalam, lantas mengembuskan asapnya tepat ke arahku dengan sengaja. Sialan. Kulempar tutup botol ke arahnya sekuat mungkin. Benda plastik itu menghantam bahunya dengan cukup keras dan terpental entah ke mana. Cowok itu malah tertawa. Tawa pertama yang kulihat semenjak kami bertemu. Kerutan yang biasa terbentuk di dahinya ketika ia bersungut kini memudar. Wajahnya jadi sedikit berseri. Dan hal itu membuat Aiden tampak ... berbeda.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE CHOSEN (TAMAT)
Horor(Sudah Terbit) (The Watty Awards 2019 Horror-Paranormal Winner) Stela Halim, gadis dengan emosi yang tidak biasa, harus melawan paranoidnya demi menyelamatkan diri dari kejaran orang-orang Safir, sebuah kelompok persaudaraan kuno yang tampa...