Belva menatap Erlan yang kini tengah berjalan kearahnya, sementara Naya dan Mira langsung bangkit dan membiarkan sepasang kekasih itu mengobrol.
"Gue sama Naya keluar ya, Va..."ucap Mira yang di balas anggukan oleh Belva.
Erlan mendaratkan bokongnya di samping ranjang. Mata coklatnya tidak sengaja melihat pipi gadisnya yang sedikit memerah.
Sekencang apa gadis bar-bar itu menampar gadisnya?-batin Erlan.
Merasa sadar apa yang tengah di perhatikan oleh Erlan, Belva pun langsung menutupi pipinya dengan menggunakan telapak tangannya. "Gue nggak papa kok"
Erlan menatap Belva begitu dalam. Dia menyingkirkan telapak tangan gadis itu dan mengusapnya pelan. "Sakit?"tanyanya tanpa mengalihkan pandangannya dari pipi Belva.
Jantung gue-batin Belva saat merasakan jantungnya berdetak begitu cepat.
"Sedikit, tapi sekarang udah nggak lagi"Belva tersenyum lembut kearah Erlan mencoba meyakinkan cowok itu bahwa dia baik-baik saja."Gue mau pulang"lanjutnya.
Erlan mengangguk kan kepalanya, lalu dia membantu Belva untuk bangkit.
"Lemes?"tanya Erlan saat merasakan tubuh gadisnya itu begitu lemah. Tangan kekarnya pun dia diletakkan di pinggang gadis itu.
"Sedikit, tapi gue bisa jalan sendiri Lan"
Saat hendak menggendong tubuh Belva, namun gadis itu buru-buru menghindar walaupun tubuhnya masih dalam jangkauan Erlan dan tangan cowok itu masih berada di pinggang nya.
Belva menggeleng."Bantu gue jalan aja, jangan di gendong"
Erlan tak membalas perkataan gadisnya, namun dia tetap membantu Belva berjalan.
"Lan, ada nyokap bokap Lo"ucap Adit saat Erlan dan Belva baru saja keluar dari kamar.
Belva mengernyit binggung. Bukannya Adit dan Dimas diminta erlan untuk mengambil motor, lalu mengapa mereka masih disini?
Erlan sempat terdiam sebentar, lalu dia kembali membantu Belva berjalan.
"Erlan, sayang?"sapa seorang perempuan paru baya dengan setelan kantor yang masih melekat di tubuhnya, sambil berjalan mendekati Erlan.
"Eh, ini siapa?"tanya perempuan itu sambil tersenyum saat melihat Belva.
"Bukan urusan mama"ucap Erlan dingin, sementara perempuan paru baya itu hanya tersenyum memaklumi sifat ketus anaknya.
Belva mendongak menatap Erlan. Heran, mengapa cowok itu bersikap tidak sopan? Dan apa tadi? Mama? Berarti perempuan itu adalah mama Erlan. Namun kenapa nada bicara Erlan terdengar tidak begitu bersahabat.
Belva melepaskan tangan Erlan yang melingkar di pinggang nya, lalu dia berjalan mendekati mama Erlan dan bersalaman. "Aku Belva, Tan. Temennya Erlan"ucapnya sopan.
Perempuan itu tersenyum."Nama Tante Viona, kamu pacarnya anak Tante ya?"
"Ayo"belum sempat Belva menjawab Erlan terlebih dahulu menarik gadis itu pelan.
"Erlan, kamu mau kemana? Mama sama papa mau bicara sama kamu?"ucap Viona saat melihat Erlan mengambil kunci mobil yang tergeletak di atas meja.
Cowok yang dipanggil pun hanya diam, tangan kekarnya masih setia melingkar di pinggang gadisnya.
"Erlan sayang, mama mau bicara sama kamu? Mama kangen..."panggil Viona pelan.
Belva menatap mama Erlan kasihan. Perempuan itu terlihat benar-benar begitu merindukan Erlan, namun mengapa Erlan seolah tak perduli akan hal itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Belva&Erlan
Teen FictionErlan menarik lengan gadis di hadapannya itu dengan sekali sentakan membuat gadis itu memekik kaget dan otomatis menghadap kearahnya. "Lo pacar gue"ucap Erlan to the point wajahnya terlihat sangat datar. Belva membulatkan matanya sempurna mendengar...