Langkahnya yang pasti berjalan melewati koridor sekolah. Semua orang memperhatikannya. Ia terhenti saat seseorang memanggilnya.
"Carlita" panggilnya.
Cewek pusat perhatian itu berhenti dan menoleh kebelakang. Rambutnya yang lembut mengibas dengan indah seperti iklan shampoo. "Ya?" Jawabnya.
"Mau ke kantin kan? Bareng yuk" ajak cowok itu.
Anggukan kecil Carlita menandakan ia tak keberatan pergi bersama cowok itu.
Kantin penuh sesak dengan siswa sekolah dan pusatnya tempat bergosip.
"Si Gerald enak ya bisa main sama Carlita" celetuk seorang cowok diantara kawanannya.
"Haha. Lo tinggal deketin aja kali. Siapa aja juga pasti bisa jalan sama Carlita kali. Cewek kaya gitu mah gampang diajak mainnya"
"Tapi kalo muka lo pas-pasan mah malu kali deketinnya. Haha"
----------------------------------------------------
Carlita tersenyum bahagia di kamarnya mengingat kejadian siang tadi. Berbeda dari penampilannya sebenarnya Carlita adalah cewek polos yang belum pernah pacaran. Umurnya sudah 17 tahun sudah memasuki usia remaja yang siap untuk pacaran tapi hingga kini belum ada pria yang berani mendekatinya. Pendekatan Gerald, cowok yang mengajaknya makan d i kantin merupakan hal yang pertama baginya.
"Mungkinkah kali ini akan berhasil?" Dumamnya sumringah.
-----------------------------------------------------
Carlita berjalan dengan pasti seperti kebiasaannya. Akan tetapi koridor sepi dari para siswa karena masih jam pelajaran.
Ia berjalan lurus menuju toilet yang menyebabkan ia harus melewati kelas xi ips D. Senyum muncul pada pipinya. Kenapa tidak? Kelas itu adalah kelas Gerald.
Penasaran muncul dalam benaknya. Ia mendekati jendela kelas itu dan sedikit mengintip ke dalam. Ia melihat cowok itu sedang bercanda dengan temannya di saat guru sejarah menjelaskan.
Senyumnya mengembang. "Ternyata jahil juga dia, tidak mendengarkan guru" katanya dalam hati. Yang terlihat hanya senyum Gerald yang menawan baginya. Saat menyadari ada yang menatapnya ia segera pergi dengan perasaan malu.
------------------------------------------------------
Bel berbunyi semua siswa bergegas pulang. Tapi Carlita masih di kursinya. Otaknya berpikir apakah ia akan mengajak Gerald pulang bareng atau tidak. Tapi ia tak punya keberanian untuk mengajaknya pulang.
Setelah beberapa menit akhirnya ia sudah selesai mengumpulkan keberaniannya dan bergegas ke kelas Gerald.
Seperti biasa ia mengintip jendela dan memastikan Gerald ada di dalam. Dugaannya benar, cowok itu masih di kelasnya.
"Beruntung banget deh lo, Ger" kata salah satu teman Gerald. "Trus kapan lo mau nembak si Carlita? Kayanya dia udah kasih tanda positif lho"
"Haha, kaga lah. Cewek kaya gitu mah cuma mau main-main doank. Yah enaklah buat diajak jalan. Kaga bikin malu. Kalo buat serius mah gue lebih milih si Thatha kali, kalem, pinter, manis. Haha" jawab Gerald dingin.
"Kejem banget lo Ger. Haha"
Candaan mereka tanpa disadari telah menyakiti Carlita. Ia tak bersemangat dan hanya bersandar di dinding bawah jendela itu.
Apa salahnya? Mengapa semua berpikir ia seorang yang suka bermain? Boro-boro bermain sama cowok, pegangan tangan aja belom pernah.
"Sudah ah, pulang yuk"
Carlita segera berdiri dan pergi menjauh. Seharusnya lebih mudah menemui Gerald dan marah padanya atas apa yang dia lakukan. Tapi harga dirinya lah yang menghalanginya. Ia tak ingin ada yang tahu bahwa ada yang menyakiti dirinya. Sifat itulah yang menyebabkan ia menjadi sosok selayaknya nona besar dan memunculkan image yang seperti itu. Walau di jalan pulang air mata ingin keluar tapi selalu ditahannya demi menyelamatkan harga dirinya
KAMU SEDANG MEMBACA
I am not
RandomCarlita adalah cewek cantik yang pintar sehingga menjadi primadona di sekolahnya. Semua cewek di sekolah merasa iri karena kelebihannya sehingga menyebabkan Carlita tak memiliki teman cewek. Menjadi primadona sekolah bukan berarti kisah cintanya ber...