4. Fakta atau Gosip

152 30 7
                                    

Hubungan antara Leo dan Carlita menjadi sebuah trending topic di sekolahnya.

"Yah kalo Leo jadiannya sama Carlita mah, yang lain udah gak ada harapan"

"Iya nih. Kalo gitu gimana dengan Fino, dia cakep juga lho."

"Wah iya-iya masih jomblo juga tuh denger-denger"

Begitu kata beberapa gerombolan cewek yang biasa bergosip ria. Tapi ada juga yang memiliki pandangan berbeda.

"Ya 'prince' itu cukup dilihat saja, gak usah dimiliki"

"Iya bener apalagi kalo pasangannya Carlita, jadi seperti lukisan aja"

Banyak pendapat mengenai hubungan mereka tapi tak ada satu pun yang tidak setuju karena bagi mereka, keduanya sudah serasi.

Keduanya selalu berangkat dan pulang sekolah bersama agar terlihat sebagai sepasang kekasih. Sesekali Leo mengajak Carlita pergi mengenalkan ke teman-temannya. Tapi sampai sekarang belum ada teman Leo yang sesuai dengan Carlita cari.

Siang itu saat mereka hendak pulang, Gerald datang mendekati mereka.

"Hai Carlita" sapanya.

"Iya?" Jawab Carlita sinis.

"Hmm kamu..." katanya sambil melirik Leo. "Pacaran sama Leo ya?"

Carlita segera merangkul tangan Leo yang sedikit berotot dan bersikap sedikit manja, maklum tubuh Leo yang tinggi membuat Carlita terlihat lebih pendek dari biasanya, "Iya memang kenapa?"

Gerald melotot kaget. "Hmm gapapa sih cuma mau meyakinkan, soalnya apa kamu bener-bener pacaran sama Leo atau cuma gosip."

"Oh begitu. Iya gue pacaran sama Leo kok. Iya kan yang?" Tanyanya ke Leo.

Leo tersentak tapi kemudian langsung dapat memposisikan dirinya, "iya sekarang dia sudah jadi pacar gue, makanya kalo bisa jangan pegang-pegang kepalanya seperti dulu lagi ya?" Katanya dengan senyum menggoda.

Sialan ternyata selama ini Leo memperhatikannya. Pikir Carlita.

"Oh.. iya iya.. maaf deh udah ganggu kalian berdua" katanya sambil berlalu.

Setelah Gerald berlalu, Carlita melepaskan pegangannya dari tangan Leo dan jalan seperti biasa.

"Kenapa?" Tanya Leo menggoda, "lo kan pingin punya pacar, nah tuh ada yang mau sama lo tapi kenapa lo ngaku pacar gue."

Carlita terdiam dan dilanjutkan pertanyaan selanjutnya, " sebagai sesama cowok gue yakin banget kalo dia ada rasa sama lo. walau dia gak sepopuler gue tapi dia kan gak buruk rupa juga. Walau gak sepinter gue tapi dia lumayan eksis di OSIS dan ekskul. Jadi kenapa? Padahalkan kalo lo jadian sama dia gue gak usah repot-repot...."

"Dia gak pernah berencana jadikan gue pacarnya!"

Leo terdiam tercengang, "tahu dari mana lo?"

"Dari mulutnya sendiri" katanya murung, "gue gak sengaja denger percakapannya sama temennya" ia menghela napas pendek, "gue cuma buat main-main, semua orang selalu berpikir kalo gue... kalo gue... seperti itu" lanjutnya lirih.

"Maaf" katanya tak enak hati.

Sepatah kata itu menjadi akhir pembicaraan dari mereka selama sehari itu. Selama perjalanan pulang, di mobil Leo, Carlita hanya murung dan Leo tak berani menyapanya.

------------------------------

Carlita duduk terlungkup memegang kakinya. Ia berpikir sekali lagi. Leo memang bersalah baginya tapi tak seharusnya ia mendiamkan Leo selama seharian ini padahal dia sudah banyak membantunya. Mungkin ini saatnya memaafkan dia.

Ia melihat HP nya dan membuka kontak what's app Leo. Ia mulai mencoba mengetik kalimat untuk memulai pembicaraan tapi dihapusnya lagi. Apa yang harus dia tulis. Tak pernah ia mengalami hal ini. Baru kali ini dia mencoba memaafkan seseorang sebelum orang itu minta maaf dengan sungguh-sungguh.

Di tengah kebimbangannya itu tiba-tiba HPnya berbunyi. Ia tersentak dan melihat nama 'Leandro' di HPnya.

Dengan ragu-ragu ia mengangkat. "Halo?"

"Car, ntar sore gue ke rumah lo ya. Temen gue ada yang nikahan, lo jadi temen gue ya"

"Hah? Kenapa harus?"

"Pasti banyak temen gue di sana yang bisa gue kenalin" terdengar suara tawa di balik sana,"gue yakin pasti ada yang sesuai sama tipe lo"

"Hoh. Iya"

"Dandan yang cantik ya. Jangan bikin gue malu jalan sama lo" goda Leo.

"Iya tenang aja. Gue baka dandan cantik sampe lo membuka mulut lo"

"Haha. Iya gue tunggu... dan satu lagi..." kemudian ia melanjutkan dengan suara lebih lirih, "maaf ya soal kemaren"

Ia terdiam sejenak dan senyum mengembang di bibirnya. "Udah gak gue pikirin kok. Jadi ya slow aja"

Terdengar suara lega dari balik sana, "oke. Jangan lupa ya ntar sore" kemudian ia memutuskan telpon.

Cepat-cepat ia membuka lemarinya dan mencari gaun tercantiknya. Ia menempelkan bajunya di depannya sambil melihat kaca. Tapi ia menggeleng dan mencari baju lain.

Sudah beberapa baju ia keluarkan hingga ia menemukan satu baju dan ia tersenyum. Segera ia bergegas ke kamar mandi.

I am notTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang