Kemarin, adalah hari yang panjang.
Itulah kalimat yang dipikirkan seseorang setelah baru saja bangun dari tidurnya.
Matanya mengerjap, belum sepenuhnya bisa menerima asupan matahari yang sudah menyorot dengan terang. Melirik meja nakas, melihat jam disana.
Tahu kalo hari sudah terbilang cukup siang, pemuda itu turun dari ranjang. Hari ini free, tapi tak membuat pemuda itu memilih untuk tidur terus-menerus--ya walaupun badannya cukup pegal akibat kemarin--, ia akan melakukan refreshing.
Kali ini, pemuda itu tengah berada di negara orang. Bukan untuk berlibur, melainkan ada pekerjaan. Untungnya itu sudah berjalan lancar kemarin, sekarang waktunya pergi untuk sekedar menikmati pemandangan kota.
Berbekal dompet, hp, dan kamera, pemuda itu memilih berjalan kaki.
Cuacanya cerah, lebih tepatnya panas, untungnya dia memakai topi untuk meminimalisir sinar matahari mengenai mukanya.
Kamera nya tak berhenti memoto objek dari tadi. Itu merupakan hobinya, memotret. Kemanapun ia tak akan lupa untuk membawa kamera, itu pun kalau tidak lupa.
Sampai di sebuah taman. Pemuda tersenyum, melihat pemandangan gedung yang menurutnya sangat cocok dijadikan objek kameranya.
Memotret sekeliling taman, tanpa berhenti untuk sekedar melihat hasilnya.
"Akh!" Teriaknya saat ada sesuatu yang mengenai punggungnya. Tak hanya satu tapi berkali-kali.
Berbalik ke belakang, terlihat empat orang anak kecil tengah melemparinya batu-batu kecil. Pemuda itu mencoba menghindar dengan tangan, tapi tak membuat tubuhnya tak kena lemparan batu.
"Hei, hei, stop."
Namun anak-anak itu tak mau mendengarkan, malah semakin semangat melempar. Apalagi setelah mendengar sang pemuda bicara.
"Hei, anak-anak apa yang kalian lakukan?"
Seseorang perempuan menghampiri kumpulan empat anak itu.
"Dia bukan orang sini, kak." Salah satu menjawab namun tak berhenti melempar.
Alis perempuan naik, dahinya mengerut. Dipikirannya, apa hubungannya bukan orang sini dengan melempar batu?
Melihat kasihan pada pemuda yang tengah dilempari, perempuan itu menghentikan aksi empat anak itu.
"Sudah, sudah, berhenti, itu kasihan orangnya."
Mereka tak mendengar. Perempuan itu mendengus tak percaya, dia memutar otak mencari ide.
"Siapa yang mau es krim?"
Berhasil, mereka berhenti. Menatap perempuan itu sepenuhnya sekarang.
"Mau es krim ga?" Tanya perempuan itu. Ga papa lah, keluar uang, asalkan itu bisa mengalihkan mereka.
"Mau mau mau." Jawab mereka antusias.
"Asal janji dulu sama kakak, kalian ga boleh nakal kaya tadi sama siapa pun. Mau?"
Saling menatap satu sama lain, akhirnya mereka mengangguk. Perempuan itu tersenyum, mengeluarkan uang kemudian mengajak empat anak itu untuk mengikutinya hendak membeli es krim.
Pemuda yang tadi, melihat kepergian perempuan itu dan empat anak tadi. Beberapa badannya ada yang terasa ngilu, walaupun hanya batu-batu kecil tapi melempar lebih satu atau dua kali, tak menutup kemungkinan membuat sakit.
Melihat kameranya, tadi ia lupa untuk menyembunyikan, takut-takut kena lemparan batu. Menghela nafas lega, mengetahui kamera masih mulus tanpa gores.
"Anda tidak pa-pa?"
Mendongak, perempuan tadi tengah ada di hadapannya. Pemuda itu memang tak paham apa yang perempuan itu bicarakan tadi dengan empat anak kecil tadi, tapi yang ia tahu bahwa perempuan itu telah menolongnya.
Melihat pemuda itu diam, perempuan itu memekik lupa, jika pemuda itu bukan orang sini. Terlihat juga sih dari wajahnya.
Perempuan itu mengulum bibirnya, hendak bertanya tapi ragu. Ia bisa sih bahasa Inggris, paham maksudnya, tapi belum ia aplikasikan langsung untuk sekedar mengobrol.
"Emm, you can speak English? I can't understand what you say." Kata pemuda itu.
"Ah, I'm sorry. Are you okay?"
Pemuda itu mengangguk, "Yeah, because you. Thanks."
Perempuan itu tersenyum walaupun agak canggung. "A-ku beli ini, apa kamu mau?"
Pemuda itu melihat cup minuman yang dijulurkan padanya. Melihat perempuan itu memegang dua, jadi sudah dipastikan jika minuman satunya itu memang untuknya.
Akhirnya pemuda itu memutuskan untuk mengambilnya. "Thanks."
Perempuan itu mengangguk. Mereka diam, sambil meminum minuman masing-masing.
"Aku mewakili anak anak tadi meminta maaf dengan tulus, maaf karena membuat anda mungkin kesakitan."
"Tidak apa-apa, namanya juga anak kecil."
Perempuan tersenyum simpul. Kembali hening beberapa detik, sebelum akhirnya perempuan itu kembali berbicara.
"Anda bukan orang sini, kan?"
Pemuda itu mengangguk. "Iya, aku dari Korea. Ada urusan pekerjaan disini."
Perempuan itu mengangguk paham. "Pantas sekali mata anda sipit, ternyata dari Korea."
"Kulit anda juga bersih sekali, saya bahkan minder sendiri."
Pemuda itu terkekeh. "Kulit kamu ga terlalu buruk kok, malah aku menyukainya."
Membeku sebentar, pemuda itu bingung dengan apa yang di ucapkannya barusan.
"Kalau begitu, bagaimana kita bertukar kulit?"
Pemuda itu langsung mengernyit, kemudian tertawa. "Apa yang kamu bicarakan? Astaga, bagaimana mana bisa kita bertukar kulit? Kau ini ada-ada saja."
Perempuan itu ikut tertawa, menertawakan kebodohannya. Sebenarnya, ia hanya berniat mencairkan suasana, dan ternyata berhasil.
"Tidak bisa ya, sayang sekali." Perempuan itu pura-pura kecewa.
Pemuda itu masih tertawa walaupun tak selepas tadi. Perempuan itu bahkan tak bisa berbohong jika ia terpesona akan tawa pemuda di depannya.
"Hei, kita belum kenalan. Aku Adara."
Perempuan itu mengulurkan tangan, pemuda itu tersenyum langsung membalas uluran tangan itu.
"Nice to meet you, Adara. I'm Jimin. Jimin Park."
--
Bayangkan saja kalo mereka itu mengobrol bahasa Inggris. Karena saya ngga jago Inggris, dan biar ga ribet sama translatenya ya udah gitu aja😂😂
16 Maret 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Remember Me | Park Jimin
Fanfiction[OG - Slow Update] Perasaan aneh dirasakan Park Jimin setelah bertemu perempuan itu, perempuan yang ia kenal hanya satu hari. Setelah sekian lama, mereka dipertemukan kembali. Namun sayangnya, perempuan itu tak mengenali Park Jimin. Tak bertemu seta...