Adara mengangkat kedua sudutnya agak canggung. Dadanya bahkan sedikit bergemuruh. Seseorang dihadapannyalah penyebabnya.
"Aku sudah meminta izin untukmu, bisakah kita pergi makan malam?" Sopan dan lembut. Namun hal itu tak membuat Adara tenang.
"Jangan tegang, aku tak akan memakanmu." Diakhiri kekehan membuat sedikit kerutan terlihat namun tak mengurangi kadar aura mudanya.
Adara ikut tersenyum simpul. Mencoba menetralkan kegugupannya yang sangat-sangat mengganggu.
"Saya izin ganti baju dulu." Izin Adara kaku sekali.
"Baiklah, aku akan menunggu."
Menunduk sebagai tanda hormat, Adara pergi ke loker kerjanya. Sebelum itu dia memegangi dadanya, menumpukan satu tangannya untuk pegangan. Entahlah, dia merasa tak ada daya untuk sesaat.
Adara kaget bukan main. Kala seseorang tadi mendekat kearahnya, dia tahu. Hanya dia yang tahu. Orang lain hanya menganggap pemesan biasa seperti yang lain. Tapi bagi Adara berbeda.
Dan seseorang itu mengajak dia untuk makan malam? Ajakannya ramah, namun Adara tak tahu apa yang akan terjadi nantinya. Berdoa semoga tak terjadi apa-apa.
Tidak, dia tidak memikirkan hal buruk tentang seseorang itu, hanya saja-- dia sedikit gelisah.
"Masuklah."
Adara mengangguk, kemudian ikut masuk, duduk di samping seseorang itu. Di depan, seorang supir mengendarai.
**
"Apa kau memanggilku, sayang? Kau merindukanku?"
Jimin dengan cepat menarik tangannya saat wanita itu memeluknya. Matanya menyorot tajam. Memberi isyarat peringatan untuk wanita itu agar tidak menyentuhnya.
"Uhh, matamu tajam sekali sayang, seperti silet." Wanita itu menggerakkan tangannya seperti tengah mengoreskan silet di udara.
"Anda siapa?"
Mendengar pertanyaan Jimin, wanita itu terkejut. "Nde?"
"Anda siapa?"
Wanita itu terperangah. "Kau tak ingat aku? Hei, Jimin. Aku--"
"Bukan salah satu kehidupan ku." Sela Jimin. "Benar bukan?"
"Jim, kau?!" Wanita itu kesal.
Jimin menghela nafas, melihat wanita ini membuat amarahnya muncul begitu saja. Dan dia tak mau melukai wanita ini. Walaupun secara teknis ia benci, tapi Jimin tak akan melakukan hal keji pada wanita.
"Intinya saja." Jimin ingin cepat wanita itu pergi.
"Kenapa kau mencampuri urusanku?"
Wanita itu tahu arah pembicaraan Jimin. "Ah kau sudah tahu ternyata. Dia yang memberitahumu? Sudah aku duga."
Wanita yang berpakaian ketat berwarna merah itu duduk di sofa. Menyilangkan kakinya.
"Kenapa aku melakukannya? Bukannya kau tahu juga karena apa? Ayolah sayang jangan berpura-pura bodoh."
Jimin memilih diam. Lagipula tak ada guna untuk menyahut, biarkan wanita itu dulu berbicara sepuasnya.
"Kau tahu rasanya dicampakkan? Sakit, Jim. Dan itu yang aku rasakan dari dulu. Dari saat kau pergi tanpa alasan yang jelas. Wanita mana yang rela jika laki-laki yang ia cintai memiliki orang lain dihatinya? Ngga ada kan? Termasuk juga aku!"
Wanita itu kini menunjukan kekesalannya. "Aku diam saat kau bertunangan, karena Hae Na anak dari partner kerja ayahku. Tapi tidak dengan gadis kampungan itu!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Remember Me | Park Jimin
Fanfiction[OG - Slow Update] Perasaan aneh dirasakan Park Jimin setelah bertemu perempuan itu, perempuan yang ia kenal hanya satu hari. Setelah sekian lama, mereka dipertemukan kembali. Namun sayangnya, perempuan itu tak mengenali Park Jimin. Tak bertemu seta...