Remember Me | 10

314 28 0
                                    

Berusaha bersikap tenang, tapi tak bisa. Berusaha meringankan langkah, tapi tetap saja kakinya terasa begitu berat.

Adara mendesah samar, mendongak ke atas untuk sesaat. Kemudian kembali fokus ke jalan.

Dia masih berusaha tak terganggu.

Namun sekali lagi, Adara tidak bisa.

Dia akhirnya menghentikan langkah. Mengambil nafas panjang sebelum memutuskan berbalik.

"Jeogiyo, tapi tidak bisakah anda tak mengikuti saya?" (Permisi)

"Wae?"

"Wae?" Tanya Adara tak percaya. "Bukankah jelas? Itu mengganggu saya."

"Jadi, aku mengganggu mu?"

Adara menggigit kecil bibirnya, menahan rasa kesal.

"Apa anda tak puas dengan yang ucapkan saya tadi? Jika iya, saya akan mengulanginya." Adara menatap orang yang tak jauh diseberangnya itu.

"Saya tak ingat anda, sama sekali. Walaupun mungkin iya kita pernah bertemu, tapi saya benar-benar tak ingat anda. Bahkan saya ragu, apa saya benar-benar bertemu anda sebelumnya? Tidak, jawabannya saya tidak ingat. Anda dan pria satu lagi, saya sungguh tak ingat kalian. Jadi, saya mohon untuk tidak mengikuti saya."

"Apa kau takut?"

"Bagaimana tidak takut saat seorang lelaki mengikuti perempuan yang tengah berjalan sendirian. Apa itu harus disebut lumrah, tidak kan?!" Adara refleks menaikkan nada. Dia benar-benar kesal saat ini.

"Park sajangnim, saya mohon, eoh? Berhenti mengikuti saya."

Respon laki-laki membuat Adara mengernyit kecil. Menggeleng, apa maksudnya tidak?

"Apa aku benar-benar membuat mu takut?"

Adara sudah cukup sabar. Rasanya ia ingin teriak saja. Bahwa hal itu sungguh mengganggunya. Membuatnya takut.

"Dara-ya."

"Apa kita sedekat itu? Saya bahkan mendengar dari teman anda, jika kita hanya bertemu satu hari. Apa kita langsung dekat seperti itu?" Tanya Adara memotong panggilan lelaki itu. Karena ia sedikit risih dengan panggilan akrab yang terucap. Dia bahkan tak merasa kenal dengan laki-laki berpostur tegap itu. Walaupun statusnya adalah CEO muda.

"Kau ingin tahu?"

Adara diam. Satu sisi dia ingin membuktikan dan ingin tahu, tapi satu sisi dia ragu.

"Aku jemput besok malam. Tanpa ada penolakan."

"Mwo?!"

"Wae? Andwe?" Tanya lelaki itu.

"Ani, saya harus bekerja. Jadi, saya--"

"Aku yang akan meminta izin." Potong lelaki itu.

"Jadi--" lelaki itu melangkah mendekati Adara. Membuat Adara beringsut mundur kecil. Namun tetap saja, langkahnya kalah dengan langkah lebar laki-laki itu.

"Bersiaplah untuk besok, Dara-ya." Mengucapkan tepat di depan Adara, kemudian memberi senyum tulusnya. Membuat Adara blank sesaat.

"Maaf jika menakutimu hari ini. Pulanglah dengan selamat, aku akan berhenti disini."

Adara masih tak bergeming. Bohong jika dia tak terpesona pada sosok laki-laki di depannya yang bahkan sekarang hanya berdiri satu langkah darinya.

"Kenapa masih diam? Apa aku perlu mengantarkan mu sampai rumah?"

Mendengar kata rumah, Adara tersadar. Dia langsung cepat menggeleng. Dia tak mau ambil resiko jika laki-laki itu mengantarkan sampai rumah. Bisa-bisa kena rempong dari Chae Soo.

Remember Me | Park JiminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang