#1

1.2K 118 29
                                    

10 tahun kemudian...




Prangg



Pyarr

"Hiks.. Hiks.." Dia terus menutup kedua mata dan telinganya, duduk meringkuk di sudut ruangan di samping lemari besar di dalam kamarnya.

"Kau kira aku tak tahu hah, kau pergi dengan perempuan itu lagi."

" Iya, lantas kenapa? Aku lelah mendengar semua omong kosongmu, dari pada terus kau salahkan lebih baik jika sekalian aku lakukan."

" Kau keterlaluan, aku ingin kita pisah."

"Ohh bagus, bagus jika itu maumu, tunggu saja besok surat cerai akan sampai di meja kerjamu."

Serentetan kalimat yang keluar beriringan dengan amarah tersebut telak bagai gada besar yang memukul keras jantungnya hingga remuk tak bersisa. Jaemin takut, ia tak mau keluarganya hancur, ia takut jika nasibnya sama seperti teman sekelasnya yang menjadi sasaran bullying karena orang tuanya yang bercerai.

"Hiks.. Kakak." Hanya satu kata itu yang terucap dari bibirnya yang nampak berdarah karena sedari tadi ia gigit. Ia butuh kakaknya, Jaemin butuh pelukan hangatnya, suara lembutnya yang menenangkan dan usapan pada surainya.

Dua tahun sudah rumah besar itu kehilangan kehangatan. Ayahnya mulai sering pulang malam dan ibunya pun sering tak bisa mengontrol emosinya. Jaemin jadi sering menjadi pelampiasan emosi sang ibu meski hanya berupa bentakan, tapi tak lama setelahnya sang ibu juga segera menyadari dan langsung meminta maaf.

Maaf hanya sekedar kata, nyatanya lagi-lagi nyaris setiap hari ibunya melakukan hal yang sama jika sang ayah kembali berulah. Hanya sang kakaklah harapannya kini.

Brakkk


"Jaemin, ikut Mama." Sang ibu menarik tangan Jaemin dengan kasar, menghiraukan tangisan pilu yang terus menguar lancar dari bilah bibirnya.

"Hiks Mama mau kemana hiks Jaemin tidak mau." Sang ibu menyentak kasar lengan sang anak setelah menapak pada lantai dasar rumahnya. Ia berbalik, menatap iris bulat sang anak yang berhiaskan cairan bening dengan sorot mata yang penuh dengan rasa takut dan juga kecewa.

"Kita pergi, kau jangan membantah dan turuti apa kata Mama."

"Hiks tidak a-aku tidak mau ik-"

"JAEMIN!" Jaemin terkesiap saat sang ibu membentaknya dengan suara yang lebih keras dari biasanya. Tangisnya seketika berhenti berganti dengan tubuh yang kian bergetar takut.






"Jaemin, Mama? Mama mau kemana? Kenapa membawa koper?" Jaehyun yang baru saja pulang sehabis dari rumah temannya untuk mengerjakan tugas sekolah dikagetkan dengan keadaan ruang keluarga yang nyaris tak berbentuk. Pecahan guci dimana-mana, bantal sofa tergeletak dengan tak elitnya di lantai. Juga adiknya yang tengah tersedu di hadapan sang ibu yang nampak menunjukkan raut wajah marah.

"Mama akan membawa adikmu pergi, kau jaga dirimu baik-baik." Wanita itu mengelus surai sang putra sulung dan mendaratkan ciuman pada keningnya.

Tanpa menunggu jawaban dari Jaehyun yang terdiam mematung mencoba mencerna ucapan sang ibu dalam otak kecilnya, wanita yang dipanggil mama itu sudah lebih dulu menyeret lengan Jaemin hingga sampai di pintu utama.



"TIDAKKK!" Jaehyun yang baru saja tersadar segera berlari menuju sang adik yang masih meraung mencoba mempertahankan pijakannya dengan berpegangan pada gagang pintu.

"Kakak tolong aku hiks ... aku tidak mau pergi." Terjadi aksi tarik menarik antara ibu dan anak itu hingga tak lama seorang pria muncul dari dalam, memeluk erat tubuh Jaehyun yang dengan sekuat tenaganya menarik tubuh sang adik.

THE Gift™Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang