Keduanya tak mampu memecah keheningan yang melingkupi seluruh atmosfer dalam kendaraan yang tengah melaju dengan kecepatan rata-rata itu. Meski bersisian, keduanya tak saling bersinggungan. Entah enggan menatap atau karena ada hati yang perlu dijaga dari rasa sakit ketika lagi dan lagi pandangan bertemu untuk saling mengungkap betapa keduanya tengah merengkuh rasa yang sama.
Waktu nyaris tiga puluh menit sudah keduanya tempuh hingga laju roda itu kini mengantarkan keduanya untuk sampai di salah satu tempat parkir di depan gedung tinggi sebuah universitas ternama.
"Terima kasih sudah mengantar."
Jaehyun berdecak lemah, ia hanya memandang datar gadis yang tengah membungkukkan tubuhnya itu di hadapannya.
"Tanpa kau pun aku juga akan kemari, jangan besar kepala."
Jaehyun lantas melangkahkan kakinya santai menuju gedung fakultasnya sedangkan Mina tak berhenti tersenyum sembari memandang punggung sempit yang perlahan menjauh itu.
Entahlah, mungkin memang ia harus berterima kasih pada Taeyong karena berkatnya ia bisa pergi ke kampus berdua dengan pria yang sebenarnya ia cintai. Meski hal itu tak merubah apapun dalam kisah percintaannya, tapi Mina sudah cukup senang bisa menghabiskan bermenit-menit waktu hanya berdua dengan Jaehyun meski dalam keheningan.
Sore hari, Mina berniat untuk langsung pulang ke rumah. Ibunya mengiriminya pesan singkat untuk kembali sebelum jam makan malam. Tentu Mina akan memenuhi permintaan sang ibu, lagi pula beberapa hari ini ia memang jarang sekali makan malam di rumah, ia lebih sering menemani Jaemin di rumah sakit.
Tring..
Ia merogoh ke dalam saku mantelnya, ponselnya berbunyi tanda ada pesan yang masuk. Ia hanya membalas pesan tersebut dengan singkat karena hanya berisi pesan dari sang ibu yang menyuruhnya untuk mampir ke minimarket untuk membeli saus dan kecap ikan.
"Yang ini apa yang ini, ya?" Mina menimbang-nimbang di antara kedua botol saus yang berada di kedua tangannya.
Asal tahu saja jika ibunya adalah seorang wanita yang pemilih sekali dalam hal makanan. Beda merek tentu beda rasa dan Mina belum menghapal betul merek-merek apa saja yang biasa ibunya gunakan di dapur.
"Yang kiri menurutku lebih enak, aku suka memasak dengan itu."
Mina mematung mendengar suara itu. Tangan kirinya yang berniat mengembalikan botol saus itu ke atas rak pun masih mengambang di udara. Ia menoleh untuk memastikan bahwa apa yang ia pikirkan dalam kepalanya itu tidaklah benar.
"Hai, lama tidak berjumpa, ya. Sekitar emm ... tiga bulan, mungkin?"
Mina buru-buru menegakkan badan, ia juga segera meletakkan kedua botol saus itu ke dalam keranjang belanjaannya yang juga berisi beberapa makanan ringan.
Ia berniat untuk segera beranjak dari sana, tak ingin berlama-lama karena ada sesuatu yang mengganggunya.
"Jadikan satu tagihannya."
Mina menoleh ke samping, dimana seseorang yang terasa mengganggunya itu kini tengah tersenyum dan mengulurkan sebotol bir kaleng dan kartu kredit pada penjaga kasir.
Setelah semua belanjaannya selesai dihitung, ia segera beranjak dari sana. Di luar minimarket ternyata ia sudah menunggu seseorang itu dan ketika ia melihat orang tersebut di hadapannya, dengan segera ia menyodorkan beberapa lembar uang.
"Aku bisa membayarnya sendiri."
Tak kunjung mendapat sambutan, Mina dengan segera meraih tangan orang tersebut untuk meletakkan lembaran uang itu pada genggamannya dan segera pergi sebelum tangannya terasa berat karena cekalan seseorang.
"Kenapa buru-buru? Tak rindu padaku, hum?"
"Lepaskan! Jangan sampai aku berteriak disini," ancamnya dengan geraman marah. Wajah Mina sudah memerah karena sedari tadi menahan emosi yang sudah ingin ia ledakkan.
"Wow ... wow ... baiklah, ku lepaskan tangan halusmu ini, Nona."
Mina yang merasa tangannya sudah terbebas dengan segera memacu langkahnya menjauhi pria itu dan pria tersebut hanya memandang penuh puja pada Mina yang menurutnya terlihat semakin cantik sejak terakhir kali mereka bertemu.
"Tak semudah itu kau lari dariku, Mina. Kau dengan mudahnya mencampakanku hanya karena cinta masa lalumu itu, cih dasar wanita penuh drama."
.
.
.Dua hari sudah Jaemin tak diijinkan sang kakak untuk pergi ke kampus, dan hari ini ia merasa seperti narapidana yang baru saja dibebaskan dari penjara.
"Senangnya ... akhirnya aku bisa menghirup udara bebas."
Jeno yang hari ini menjemputnya untuk pergi ke kampus bersama hanya terkekeh melihat adik angkatnya mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi sambil terkepal dan jangan lupakan wajah imut dengan senyum dari bibir tipisnya itu. Jeno rasa, Jaemin itu hanyalah seorang bocah SD yang kelebihan kalsium.
"Jangan-jangan selama ini kau ya yang diam-diam menyedot kalsium dari tubuhku, makanya kau lebih tinggi dariku meski aku yang lebih tua."
Jaemin mengerjapkan matanya polos, sedangkan Jeno sudah manyun-manyun tak jelas, membuat Jaemin semakin bingung.
"Apa ciuman bisa menyalurkan kalsium dan gizi dari satu orang ke orang yang lain?"
"Eh, maksudmu?" Kini giliran Jeno yang dibuat bingung dengan pertanyaan sang adik dan Jaemin menjawabnya dengan cicitan menggemaskan juga tangan yang menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
"Hehe, i-itu emm ... aku sering mencium Kak Jeno dan juga kak Jaehyun ketika kalian tidur. Apa itu yang membuat kalian tidak tumbuh tinggi?"
"YAKK! LEE JAEMIN, AISSHH ... KAU SUDAH MEMERAWANI DIRIKU YANG SUCI INI!"
Tbc
Hehehe maaf ya kawan-kawan chapter ini super duper singkat saja.
Hayo kira-kira siap pria yang gangguin Mina itu?
KAMU SEDANG MEMBACA
THE Gift™
RomanceSeorang kakak yang rela jika ' jantung hati'nya terlepas dari kehidupannya. Satu sisi ia tak rela melepaskan di sisi lain ada yang membuatnya harus mampu merelakan. Sang adik yang tak tahu jika nyaris di seluruh hidupnya ia selalu menerima pemberian...