#15

550 38 12
                                    

Rasanya ini adalah hari terindah bagi Jaemin. Sejak hubungannya resmi menjadi sepasang kekasih dengan Mina, ini kali pertama ia menghabiskan waktu berdua bersama sang kekasih di luar.

Jaemin tak henti menebar senyumnya dan terus mengumbar kemesraan bersama sang kekasih. Kendati demikian, ia sama sekali tak sadar jika Mina merasa sedikit kurang nyaman dengan perlakuan-perlakuan yang ia dapatkan darinya.

"Ayo Kak kita kesana, aku ingin naik wahana itu." Jaemin terus menarik tangan Mina menuju sebuah wahana bianglala.

Keduanya tengah berada di sebuah taman bermain tak jauh dari pusat kota. Jaemin yang terus merengek sedari kemarin kepada Mina karena ia yang melihat banyaknya permainan itu ketika lewat bersama Jeno.

"Jae-"

"Sayang," koreksi Jaemin dengan bibir mencebik. Jaemin heran, kenapa Mina selalu lupa dengan peraturan untuk memanggilnya dengan kata itu.

"Bisa kau lepaskan tanganku? Tanganku rasanya kebas, kau tak melepaskannya sejak tadi."

"Ah, maaf. Tapi Kakak jangan jauh-jauh."

Mina memutar bola mata malas. Bagaimana bisa ia pergi jauh jika mereka tengah berada di dalam sebuah kotak yang bergerak di ketinggian sepuluh meter.

Sudah nyaris tiga jam keduanya mencoba berbagai wahana permainan. Mina sebenarnya sudah merasa sangat lelah. Terlebih sedari tadi Jaemin terus menariknya kesana kemari dengan langkah yang begitu semangat, seakan tak ada hari esok dan ia ingin mencoba seluruh wahana di sana.

"Aku ingin permen kapas di sana, Kak."

Jaemin menunjuk sebuah stan yang menjual permen kapas. Ia mengambil dua yang berwarna biru dan pink.

"Beli satu saja, aku tidak  suka permen kapas." Jaemin hanya menggangkat bahunya acuh dan mengembalikan satu permen yang berwarna pink kepada si penjual.






"Cobalah sedikit, Kak, ini enak sekali. Ayo buka mulut, aaaaa ...."

Mina hanya pasrah kala Jaemin menyuapkan sedikit sobekan permen kapas kedalam mulutnya, ia mengernyit saat merasakan ngilu pada giginya.

"Satu lagi ... aaaaa." Jaemin terkesan memaksa dan Mina yang sudah merasa tak nyaman segera bangkit dari duduknya hingga membuat Jaemin terkejut.

"Cukup, Jaemin! Aku tidak suka makanan itu, gigiku ngilu. Kau mengerti tidak, sih!?"

Seketika Mina terdiam. Ia sungguh ingin mengutuk mulutnya sendiri yang bertindak tak sesuai harapan. Bisa ia lihat mata bulat itu berkilat, layaknya ada selaput tipis yang mengitari bola mata hitam itu.

"J-Jaemin, m-maaf aku tidak--"

"Oh Kim Mina? Dan siapa ini, adikmu?" Baik Mina maupun Jaemin segera menoleh ke arah sumber suara dimana ada sesosok pria yang sangat tidak ingin Mina temui.

Jaemin yang merasa tersinggung dengan ucapan pria itupun segera berdiri hingga permen kapas dalam genggamannya terjatuh.

"Aku kekasihnya, siapa kau?" Jaemin memasang wajah semenyeramkan mungkin meski bagi pria tersebut justru wajah itu terkesan menggemaskan.

"Wahwahwah ... coba kita lihat, jadi ini kekasihmu itu, Nona Kim? Kekasih bocah mungkin lebih tepatnya."

Jaemin tak terima dengan olokan pria di hadapannya. Ia berniat maju untuk sekedar memberi salam tempel pada wajah pria menjengkelkan itu tapi tarikan tangan Mina pada ujung bajunya menghentikan pergerakannya.

"Apa maumu, Kim Jongin?" Kini Mina mulai bersuara. Ia ingin sekali pergi dari sana mengingat pria di hadapannya yang juga mantan kekasihnya kala tinggal di Jepang itu memiliki mulut seperti wanita. Ia hanya tak ingin Jaemin yang labil itu termakan ucapan Jongin.

"Well, aku hanya ingin tahu bagaimana orang yang membuatmu rela meninggalkanku. Kau bilang kau tak pernah bisa melupakan cinta masa kecilmu. Jadi, inikah orangnya?" Jongin mendecih saat melihat Jaemin sedikit menarik ujung bibirnya.

Sedangkan Jaemin, entah mengapa hatinya tiba-tiba menghangat mendengar ucapan pria asing di hadapannya. Ia berpikir bahwa Mina benar-benar mencintainya bahkan sejak mereka kecil.

"Kau memang tumbuh dewasa Mina, tapi lihatlah kekasihmu ini. Bahkan ia masihlah anak kecil yang tak ikut tumbuh dalam cintamu, seriously, kau mencintai bocah kekanakan seperti ini?"





Bugh







Mina menutup mulutnya lantaran terkejut, sedangkan Jaemin kembali memasang wajah sendu dengan mata yang berkaca-kaca mendengar apa yang baru saja Jongin ungkapkan.

"Jaga bicaramu, brengsek! Kau tak pantas menghina adikku seperti itu."

"Kak Jaehyun!" Jaehyun yang baru saja datang dan memukul telak wajah tampan Jongin itu segera bergerak mendekat menuju ke arah sang adik dan juga Mina.

Jaemin akan berkali-kali lipat terlihat lemah jika sudah berada di hadapan Jaehyun. Ia merengsek masuk kedalam pelukan sang kakak yang berusaha menenangkannya.

"See. Dia bahkan masih menangis dan mengadu pada kakaknya. Apa yang kau harapkan dari bocah seperti dia, Mina?"

Jaehyun sudah hendak melayangkan kembali pukulannya tapi tangan Mina menahannya dengan gelengan samar yang menyertainya.

"Jika sampai kulihat wajahmu lagi, akan ku patahkan lehermu."

Jaehyun yang masih merengkuh tubuh Jaemin mencoba menariknya untuk menjauh, sedangkan sebelah tangannya menarik tangan Mina. Mereka membiarkan Jongin dengan segala umpatannya di belakang sana.





















"Terima kasih," cicit Mina yang masih mampu Jaehyun dengar. Pria itu hanya mengangguk sambil terus berjalan menuju mobil.












.
.
.




"Maafkan aku. Aku tidak tahu jika aku akan bertemu lagi dengannya, dia memang mantan kekasihku saat di Jepang."

Kini ketiganya tengah berada di ruang tamu rumah Jaehyun dan Jaemin. Tadi, Jaehyun terpaksa menyusul Jaemin dan Mina ke taman bermain karena ada suatu hal penting yang mendadak yang harus ia katakan pada sang adik. Awalnya, Jaehyun berusaha menghubungi via telepon tapi ponsel Jaemin tidak aktif dan Jaehyun memutuskan untuk menyusul keduanya ke taman bermain.

"Tapi apa benar yang orang itu katakan, Kak?"

Jaemin yang sudah tenang di samping Jaehyun pun melempar pertanyaan yang sedari tadi mengganggu pikirannya sejak pertama kali kalimat itu sampai di telinganya.

"Memangnya apa yang dia katakan?" Mina nampak belum paham dengan arah pembicaraan Jaemin.

"Orang itu bilang kalau kakak memutuskan hubungan dengannya karena kakak masih mencintai cinta masa kecil kakak. Apa kita sudah saling mencintai sejak kecil?"

Bukan hanya Mina yang terkejut, tapi Jaehyun pun ikut menegang mendengar apa yang dikatakan sang adik. Ia harap-harap cemas dalam menunggu jawaban Mina. Ia berharap Mina masih memegang janjinya.

"S-sebenarnya cinta masa kecilku itu adalah--"

"Kau. Ya, Mina sudah mencintaimu sejak dulu, hanya saja dia malu mengakuinya."

Tak ada lagi yang bisa Mina harapkan. Ia merasa hatinya teremas saat Jaehyun memotong ucapannya begitu saja dan memberi jawaban palsu pada Jaemin.

"Benarkah? Kak Jaehyun tahu? Kenapa tidak cerita dari dulu?" Jaemin melempar pandang pada keduanya bergantian.

Jaehyun hanya tersenyum dan Mina yang masih betah mematung. Jaemin masih haus akan kenyataan jadi ia terus memaksa Mina untuk menjawab.

"Benarkah itu, Kak? Kau menyukaiku sejak dulu? Benarkah ... benarkah?" Jaemin melompat untuk duduk di samping Mina, mendaratkan tangannya pada kedua bahu gadis itu.

Mina terpaksa melakukannya. Melihat mata itu, melihat mata penuh penekanan dan permohonan yang terpampang di hadapannya. Ia tahu, Jaehyun juga terpaksa melakukan semuanya, ia hanya ingin adiknya bahagia meski harus mengorbankan kebahagiaannya sendiri.

"I-iya."



















Tbc

THE Gift™Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang