Ponsel Jeno terus saja berdering. Beriringan dengan dengkusan kasarnya, ia mengambil benda persegi panjang tersebut lalu menggeser ikon hijau pada layarnya.
"Iya ... iya tunggu sebentar. Kau baru saja mematikan telponmu lima menit yang lalu, ini aku sudah di persimpangan dekat sekolahmu."
Jeno mematikan sambungan telepon dengan kasar lalu melempar ponsel itu ke jok sampingnya.
Mobilnya berhenti tepat di depan sang adik yang buru-buru bangkit dari duduknya segera setelah mobil Jeno berhenti.
"Kakak lama sekali, aku sudah tidak sabar, tahu?"
Bibirnya lagi-lagi dimajukan beberapa senti membuat Jeno tidak tega memarahinya karena telah membuatnya kebut-kebutan di jalan.
"Kan sudah ku bilang, aku ada urusan sebentar dengan Hanbin di kampus. Lagipula kenapa kau buru-buru sekali, pasti dia juga belum keluar dari rumah sakit."
Bertepatan dengan ocehannya, Jeno mulai menginjak pedal gasnya, kali ini sedikit lebih santai meski itu membuahkan rengekan dari Jaemin yang ingin segera sampai di rumah sakit.
"APA? Sudah pulang?"
Jeno melebarkan mulutnya karena terkejut. Seingatnya, pemuda bernama Lee Jaehyun itu masih nampak sangat lemah dan apa itu, sakit jantung? Bukan suatu penyakit yang main-main dan anak itu hanya menginap satu hari di rumah sakit.
"Benar, Tuan. Pasien memaksa dan ia mengancam akan kabur jika tidak diijinkan untuk pulang," jawab seorang perawat yang tengah merapihkan kamar bekas Jaehyun dirawat.
Memang benar, sekitar 20 menit yang lalu, Jaehyun sudah meninggalkan ruang inapnya. Ia memaksa untuk pulang karena tabungannya tidak akan cukup jika digunakan untuk 'tidur' di rumah sakit terlalu lama. Memang benar kemarin Mina yang menyelesaikan administrasi pengobatannya, tapi itu hanya untuk penanganan daruratnya saja. Sedangkan, biaya untuknya rawat inap harus dibayarkan jika hendak pulang.
"Huh, harus kemana lagi?"
Lagi-lagi Jaehyun bertanya pada dirinya sendiri. Ia tidak mempunyai kontak Mina. Lagi pula, ia juga tak akan meminta bantuan lagi pada gadis itu. Jaehyun rasa ia sudah sering merepotkannya.
Jaehyun tak bisa memaksakan tubuhnya lagi, ia kemudian memutuskan untuk duduk di teras sebuah toko yang nampak sudah lama tak digunakan di deretan toko-toko di pinggir jalan itu. Jaehyun membuka ranselnya, mengambil selembar kertas yang ia bawa dari rumah.
"Kira-kira pekerjaan apa yang bisa aku dapatkan dengan ijazah menengah atas seperti ini?"
Ia membolak balikkan kertas tersebut sambil sebelah tangannya mengusak rambutnya kasar. Meski ia masih punya sedikit tabungan, ia tetap harus bekerja karena uang itu lama-lama juga akan habis untuknya makan.
"Pokoknya ini semua karena Kak Jeni."
Jaemin bersedekap dada setelah melempar makian bernada manja itu ke arah yang lebih tua.
Atmosfer dalam mobil yang tengah melaju sedang itu terasa panas. Jeno sudah mati-matian menahan emosinya. Ia lelah karena masalah di kampusnya belum selesai dan sekarang adiknya marah-marah tak jelas karena hal yang tak ia lakukan.
"Pokoknya aku tidak mau--"
"DIAM KAU, SONG JAEMIN!"
Jaemin terkesiap. Mata yang sudah bulat itu kian membulat dengan bubuhan selaput bening yang mulai melapisinya.
"Hiks... "
Jeno tersadar, dengan segera ia menepikan mobilnya dan menghadap ke arah sang adik.

KAMU SEDANG MEMBACA
THE Gift™
RomanceSeorang kakak yang rela jika ' jantung hati'nya terlepas dari kehidupannya. Satu sisi ia tak rela melepaskan di sisi lain ada yang membuatnya harus mampu merelakan. Sang adik yang tak tahu jika nyaris di seluruh hidupnya ia selalu menerima pemberian...