"Lucifer!"
Kincir ria mendadak berhenti, orang-orang saling jerit. Para petugas kelabakan mengamankan korbannya si ninja jadi-jadian. Lucifer yang tergolek lemas di besi yang melingkar tiba-tiba berdiri. Rupanya shuriken hanya mengenai tangannya yang menghalangi dada.
Hanisa melotot tak percaya. "K-kau?!"
Lelaki bermata biru itu menoleh seraya mengangkat tangan. Tampak berdarah-darah dan berlubang. "Lihat? Aku baik-baik saja," katanya sebelum mengejar si penjahat yang entah bagaimana sudah memanjat keranjang-keranjang penumpang.
"Hei pak! Tunggu aku!" teriak Lucifer agak kesal.
Si ninja merasa heran dengan Lucifer yang tangannya sudah terluka parah, tetapi masih bisa memanjat secepat monyet lapar. Ia mengeluarkan pistol, menembakkannya tepat di perut Lucifer. Dengan percaya diri ia tertawa penuh kemenangan.
Namun, Lucifer yang kesakitan merogoh lubang diperutnya, membuatnya semakin lebar. Hingga ia berhasil mencabut peluru tajam dan membuangnya bagai kotoran hidung.
"Sial! Dia ini manusia apa bukan sih?!" gumam si ninja ketakutan.
Kincir ria bergerak, tetapi kali ini berbalik arah. Mempercepat Lucifer mendekati mangsa. Peluru terlesat bertubi-tubi, kali ini Lucifer menghindarinya, bahkan sempat menangkap lalu melemparnya pada kaki penjahat dengan kecepatan konstan.
"Argghh!"
Kena. Lucifer menyeringai, mempercepat pengejaran hingga berhasil menangkap kaki si penjahat yang kepayahan memanjat. Kulit Lucifer yang bersentuhan dengan Kulit penjahat menghantarkan petir dari dalam dirinya, membuat sengatan kecil memercik dalam tubuh.
"Hiaaa! Hiaaaa! Polisi tolong aku!" teriak penjahat itu begitu Lucifer melepas tangannya sebab mereka kini berada di bawah, dan kincir sudah berhenti.
Lucifer membiarkan buruannya menyerahkan dirinya sendiri pada polisi yang sudah berjaga di bawah. "Dia bukan manusia! Selamatkan aku darinya!" racaunya parau.
Hanisa menghampiri Lucifer yang sama sekali tak terluka, anehnya terdapat banyak bekas darah.
"Apa-apaan ini?! Kau benar-benar bukan manusia?"
Pemuda itu mengalihkan pembicaraan. "Siapa aku tidak penting, yang jelas aku adalah si pemberani. Kematian saja takut mendekatiku," katanya sambil menyeringai.
Berikutnya Hanisa beringsut mundur.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
NOCTIVAGANT (RAWS Festival 2019)
Fiksi UmumPerburuan pada malam kelam dalam hutan RAWS