Jangan lupa vote ya...
Orlee menepis tangan si mantan yang sudah bergerak memasuki bajunya. Matanya menatap tidak suka pada lelaki yang tidak tahu malu itu. Muncul di hadapannya dengan sikap berbanding balik dari sembilan tahun lalu.
Orlee sangat membenci si mantan. Jangan karena melihat tingkah Orlee seperti baik-baik saja di hadapan lelaki itu. Ia hanya tidak ingin di cap lemah dan menerima cemoohan dari si arrogant itu saja. Karena yang Orlee tahu, si mantan memang suka menganggap remeh dirinya.
Lagipula umur Orlee semakin bertambah tua, ia tidak mau mencari banyak musuh. Ia tidak punya waktu untuk itu.
"Gue bisa sendiri," Orlee merebut botol pada tangan Jonah.
Jonah mengangkat kedua tangannya tanda menyerah, "baiklah. Usap dengan perlahan ya, agar sakitnya berkurang."
Lelaki itu mengusap rambut Orlee dan terkekeh karena menerima delikan mata berwarna coklat yang biasanya selalu terlihat hangat. Kemudian ia berlalu, kembali masuk ke kamarnya.
Akhirnya Orlee bisa bernapas lega. Ia bangun dan duduk sebentar. Tidak mau berlama-lama di tempat si mantan, Orlee memutuskan untuk pergi.
"Mau ke mana?" suara si mantan menginterupsi langkah Orlee.
"Pulang. Nggak ada alasan gue lama-lama di sini," jawab Orlee.
"Lo masih sakit," ujar Jonah, berjalan mendekati Orlee. "Pakai ini." ia menyodorkan satu kantong plastik.
Orlee menerima kantong itu dengan malas. Lagipula ia tidak ingin memperpanjang waktu bersama si mantan. Ia bergerak membuka kantong dan matanya terbelalak lebar melihat isi dalamnya.
Pembalut dan CD. Oh astaga, yang benar saja. Oke, untuk pembalut tentu bisa di pakai karena belum pernah digunakan, terbukti karena bungkusannya masih belum terbuka. Yang jadi masalahnya adalah CD itu. Ihhh, bisa jadi kan itu milik wanita teman kencannya si mantan.
Mengingatkan hal itu membuat Orlee bergidik ngeri, "nggak perlu. Gue punya banyak persediaan di rumah. Lagipula apartemen kita berhadapan jadi nggak mungkin gue bocor jika berjalan hanya beberapa langkah." elaknya.
"Lo nggak akan bisa keluar sebelum pakai itu, Lee," Jonah menyodorkan kunci apartemennya tepat pada wajah Orlee.
Orlee mengeram marah, "berhenti berbuat kekanakan. Lagipula siapa yang bisa menjamin jika itu bukan milik salah satu wanita lo."
Jonah terkekeh, "lo terlalu berpikiran buruk. Itu masih baru. Sengaja gue sediain mengingat lo bakalan malas bergerak jika sedang menstruasi."
"Itu dulu. Sekarang gue udah berbeda!"
Jonah menghela napas.
"Lo punya dua pilihan. Pilih pakai itu atau tinggal di sini semalaman!" ujar Jonah.
Orlee seketika menatap Jonah tidak percaya. Ini sifat Jonah yang dulunya Orlee suka karena ia anggap sebagai bentuk pengertian dari si mantan, tapi Orlee sudah berubah, baginya Jonah yang sekarang lebih buruk daripada Jonah yang dulu.
Memilih tidak ingin bermalam di tempat si mantan, Orlee dengan setengah hati menuruti lelaki itu.
Sementara Jonah malah tersenyum lebar yang di mata Orlee nampak begitu mengerikan.
.
.
."Lee, kalian mau ke mana? Emang perutnya udah nggak sakit?" tanya Jonah saat tidak segaja bertemu dengan Orlee di area parkir gedung apartemen.
"Bukan urusan lo. Ayo sayang," ajak Orlee mengandeng Ian menuju motornya.
"Eh, nggak bisa gitu dong nona perawan ting-ting miliknya Jonah," cegat Jonah dengan mengambil alih Ian ke dalam gendongannya.
"Heiiiii," protes Orlee. Demi tinggi badan milik Kim Namjoon, yang membuat Orlee iri tingkat dewa. Ingin rasanya ia mencukur habis rambut undercut milik si mantan.
"Om ganteng. Kami mau piknik kok. Om ganteng mau ikutan?" ajak Ian.
Orlee menepuk jidatnya. Ini juga si anak kinderjoy satu, kenapa harus mengajak Jonah sih. Ini anak perlu di lelepin di kolam renang emang sesekali. Lagian Orlee juga heran, kenapa Ian kali ini malah tidak mendukungnya.
"Tentu saja Om mau," ujar Jonah antusias.
"Nggak. Nggak bisa. Lo pergi sana. Emangnya lo pengangguran apa yang selalu ngikutin ke mana gue pergi!" oceh Orlee.
"Loh, kan gue calon suami lo. Calon suami itu kudu siap siaga agar calon istrinya nggak dalam bahaya. Ya contohnya ngikutin ke mana lo pergi," ucap Jonah dengan songgong.
Ya tuhan, kalau ada tang sudah Orlee jepit itu mulut cerewet si mantan.
"Terserah lo. Ian, ayo kita berangkat." ajak Orlee.
"Tapi, Ma. Ian mau ikut Om ganteng naik mobil. Ian malas naik motor, yang ada nanti Ian kecapean terus nih ya cuaca lagi panas banget, kan kalo naik mobil adem, ada AC nya, ma," tolak Ian dengan mulut licinnya.
Demi rambut pantat ayam si mantan yang sudah berubah ke model undercut, ingin rasanya Orlee memasukan kembali Ian ke dalam perut Irish.
"Nah, dengar sendiri 'kan?" ucap Jonah dengan senyum lebarnya.
Orlee mendelik marah.
"Terserah. Asal nanti jangan ngeluh,"
"Demi nona perawan ting-ting miliknya Jonah, gue mah rela. Rela lahir batin malah,"
Orlee hanya memutar mata bosan melihat tingkah absurd si mantan.
.
.
."Ini benaran. Nggak ada tempat yang lebih romantis lagi apa?" tanya Jonah saat mereka tiba di taman yang di penuhi oleh anak-anak kecil berserta orangtuanya.
Sementara di bagian timur taman ada sekelompok grup melambai yang sedang senam dengan gerakan yang membuat mata Jonah sakit.
"Gue tadi udah bilang, jangan nyesal. Kalau mau pergi ke tempat yang romantis sana gih sama manusia jelmaan pentol," tunjuk Orlee pada sekelompok waria yang sedang senam pagi.
"Idih mulut lo ya mau gue cium sampai doer kayaknya. Masa lo mau suruh gue pergi sama pisang setengah pentol. Gue itu doyannya sama lobang!"
Anjrit.
WTH!!!
Ini manusia mau Orlee blender apa.
"Mulut kalau ngomong di saring dulu," reflek tangan Orlee mengeplak belakang kepala si mantan.
"Hehehe," Jonah cuma cengengesan melihat aksi Orlee.
Sementara Ian malah sudah bergabung dengan sekelompok anak-anak seusianya yang dia kenal.
"Eh, baby Orlee. Ini siapa sih? Ganteng amat. Boleh untuk aku?" ucap waria yang Orlee tahu bernama Jumi.
"Oh iya, kebetulan si ganteng ini mau ikutan kalian senam," ucap Orlee dengan senyum lebar, sementara wajah Jonah langsung berubah pias seketika.
"Nggak. Nggak. Nggakkkkkkk!" teriak Jonah histeris saat Jumi membawanya menuju grup senamnya.
Orlee melambaikan tangan sambil menahan senyuman. Sementara aksi Jumi dan Jonah tentu saja mengundang tawa dari para pengunjung taman.
"Rasakan itu," guman Orlee seraya tersenyum puas.
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
A Love For Orlee 🔚
General FictionCicilia Orlee, gadis berusia dua puluh sembilan tahun, pemilik toko bunga sangat menyukai anak kecil, terutama pada Ian, keponakannya. Namun, di usianya yang sudah cukup matang Orlee masih setia menyendiri. Bukan tanpa alasan, Orlee masih trauma unt...