Jonah meremas tangan Orlee pelan. Matanya tertuju pada dua batu nisan. Batu nisan milik orangtua dari pemilik hatinya.Kali ini terasa berbeda. Karena ia datang bersama dengan Orlee. Merasakan hal kecil seperti ini saja sudah membuat hati jonah membuncah senang.
"Om, tante. Saya datang dengan suasana baru. Haha." Jonah tertawa kecil. Tangan kirinya mengusap bagian tengkuknya, sementara ia menoleh pada Orlee yang tanpa ia sadari juga melihatnya.
Wajah nona perawan ting-ting miliknya itu terlihat bingung. Keningnya mengkerut lucu dan matanya seolah meminta penjelasan dari Jonah.
"Saya bawa putri om sama tante untuk berkunjung kali ini. Senang rasanya, karena hal kecil seperti ini yang selalu saya harapkan. Namun keadaan belakangan ini nggak mendukung. Masih banyak hal yang harus saya tuntaskan dan saya juga harus menyiapkan mental untuk kembali membawa wajah serta hati saya untuk menghadapi putri om dan tante.
"Pada akhirnya, keputusan yang saya ambil begitu banyak menyakiti Orlee. Berulang kali saya minta maaf dalam hati, pada Orlee, pada tuhan, juga pada om sama tante. Tapi kenyataannya, hati saya tetap nggak tenang. Namun sekarang, saya datang dengan hati yang cerah. Karena kebersamaan saya dengan Orlee mempunyai titik terang. Sedikit memang, tapi bukan masalah."
Jonah memberi jeda sejenak.
"Jutaan rasa bahagia, ketika mental saya udah cukup berani berdiri bersama Orlee dan datang ke sini menjenguk om dan tante. Ya, walaupun terkadang Orlee suka merajuk dan berusaha menendang saya untuk menjauh, tapi hal itu menciptakan suatu rasa baru dalam diri saya. Melihatnya yang lebih cerewet daripada beberapa tahun lalu, membuat saya berpikir, bertapa hebatnya, betapa tangguhnya dan bertapa kuatnya putri om dan tante menjalani hidupnya ketika saya bahkan tidak mampu untuk menuntunnya.
"Tapi mulai hari ini. Saya akan berusaha untuk memperjuangkan hati dan cintanya kembali. Dan kejadian dulu nggak akan terulang kembali."
.
.
.Orlee bahkan tidak yakin bagaimana mengambarkan perasaannya saat ini. Kesal, kecewa, bingung dan penasaran seakan bercampur aduk.
Melihat Jonah berbicara dengan begitu lugas dan sopan di hadapan makam orangtuanya, menciptakan segala persepsi dalam hatinya.
Seolah Jonah begitu banyak menyimpan rahasia yang teramat sengaja di sembunyikan darinya.
"Ceritain semuanya sama aku!" ujar Orlee setengah menuntut saat mereka sudah berada dalam mobil Jonah.
"Cerita? Apanya yang perlu aku ceritain?" Jonah malah balik bertanya.
Orlee mendelik tidak suka, "jangan bodohi aku. Kamu tau apa yang aku maksud?"
"Ini benaran, aku nggak tau, nona perawan ting-ting miliknya, Jonah. Kalau mau nannya, beri pertanyaan yang jelas. Oke."
Orlee mengeram frustrasi, melihat kesonggonan Jonah, membuatnya ingin memukul kepala undercut si mantan dengan tabung gas.
"Seberapa sering kamu datang ke makam orangtua aku?" tanya Orlee.
"Sesering yang nggak pernah kamu duga,"
Jawaban Jonah tentu saja menyulut emosi Orlee. Namun ia tetap mencoba bersabar, karena menghadapi Jonah butuh kesabaran berlipat ganda.
"Kamu begitu penuh dengan rahasia. Tapi gimana mungkin kamu sembunyiin semuanya, sementara aku juga ikut andil di dalam rahasiamu." Ujar Orlee.
Jonah beralih menghadap Orlee, "dengar. Ini bukan rahasia yang aku ingin sembunyiin darimu. Hanya saja sangat nggak masuk akal jika aku melibatkan kamu untuk menuntaskan masalahku." ucap Jonah.
"Aku? Kamu tidak ingin melibatkanku?" tanya Orlee tidak percaya. Hell. "Jadi untuk apa kamu kembali, jika nggak ingin aku terlibat. Kamu udah sangat jauh menarikku, Jonah. Masihkah kamu dengan egois ngomong kayak gitu."
"Jangan berprasangka buruk, gitu. Maaf jika aku terkesan begitu egois, tapi ini untuk kebaikan kamu."
"Untuk kebaikan aku dengan cara nyakiti aku. Sangat terlihat jika kamu nggak tulus," desis Orlee.
"Tolong. Jangan ngomong kayak gitu," ujar Jonah. Ia menyentuh pipi Orlee, yang di mana langsung di tepis. "Hatiku sakit, Lee. Setiap kali ingat akan kejadian bertahun lalu dan saat kamu bilang hal itu dengan tatapan kebencian, hati aku sakit."
Orlee melototi Jonah dan siap memuntahkan kekesalan dalam hatinya, namun Jonah kembali berbicara.
"Aku sakit, kamu juga. Kita sama-sama sakit. Aku sangat tau, Orlee. Tapi tolong, jangan beri aku tatapan benci itu," bisik Jonah kecil. Raut wajah lelaki itu seketika berubah muram. Sangat berbeda dari hari-hati lalu yang kelewat ceria.
"Kalau kamu tau, seharusnya kamu pilih aja untuk lupain aku dan jangan datang lagi di hidupku," kata Orlee.
"Dari dulu sampai detik ini, hanya kamu satu-satunya perempuan dalam hatiku. Seluruh cinta dan kasih sayang yang akan aku curahkan satu untukmu," Jonah menarik kedua tangan Orlee dan menggenggamnya dengan lembut. "Jadi gimana mungkin aku bisa lupain kamu?"
Orlee menghela napas rendah. Jonah dan perkataannya, apakah bisa di percayai? Sangat mustahil baginya, tapi raut wajah Jonah seolah menjelaskan bertapa lelaki itu bersungguh-sungguh.
"Sory, aku nggak bakalan percaya. Kamu hanya akan buat aku jatuh lagi pada lubang yang sama." ujar Orlee dengan jujur.
"Aku cinta kamu, Lee. Nggak akan berubah dan tetap akan sama. Jadi tolong, setidaknya jangan melayangkan tatapan benci itu ke arahku," ucap Jonah sambil mengecup tangan Orlee berulang kali dengan penuh pemujaan.
Sementara Orlee begitu risih melihat kelakuan Jonah, tapi ia merutuki dirinya sendiri ketika merasakan rasa panas menjalari pipinya. Dan wajahnya semakin memanas ketika Jonah mendongak. Memberikan senyuman padanya dan dalam jarak wajah yang begitu dekat.
"Mari mengobati hati kita bersama-sama," ajak Jonah. Kening lelaki itu berkerut melihat wajah Orlee yang memerah.
Tahan. Tahan. Tahan. Jerit Jonah dalam hati.
"Ya, tuhan. Maaf hambamu nggak bisa menahan kekhilafan ini," ucapnya kecil.
Kemudian menarik tengkuk Orlee. Menyatukan bibir mereka dalam sebuah kecupan lembut.
Beberapa detik, Jonah terlalu malas untuk menghitung. Jonah menatap Orlee, nona perawan ting-ting miliknya itu sangat lucu dengan mata besarnya yang membulat.
Nah, kan. Jonah khilaf dan parahnya, kekhilafan Jonah sepertinya harus berulang kali...
Kembali Jonah, mengecup bibir Orlee. Sekali. Dua kali. Tiga kali. Lagi dan lagi. Rasa lembut bibir Orlee membuatnya ketagihan, seolah bibir Orlee adalah benda terlarang yang tidak akan membuat Jonah bosan.
Jonah melepaskan kecupannya lagi. Wajah Orlee terlihat kosong, namun napas gadisnya itu memburu, saling berlomba untuk berebut senyawa untuk mengisi paru-parunya.
"Kalau tau khilaf kayak gini bikin enak, dari pertama kita bertemu aku berpura-pura khilaf aja dulu," ujar Jonah.
Orlee seolah baru tersadar dari sihir hipnotis. Dengan kesal mendorong Jonah dan menghadiahkan cubitan maut nan manja pada lengan dan perut Jonah.
"Aduh, auh sakit sayang. Jangan di cubit kenapa?" jerit Jonah saat cubitan maut Orlee semakin merajalela. "Aduh, cubitnya ke bawah lagi dong." godanya saat cubitan bersarang di perutnya.
Orlee melotot. Dengan tenaga penuh, ia membenturkan keningnya pada kening si mantan.
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
A Love For Orlee 🔚
Ficção GeralCicilia Orlee, gadis berusia dua puluh sembilan tahun, pemilik toko bunga sangat menyukai anak kecil, terutama pada Ian, keponakannya. Namun, di usianya yang sudah cukup matang Orlee masih setia menyendiri. Bukan tanpa alasan, Orlee masih trauma unt...