In the name of love...
Halo nona perawan ting-ting, apa kabar? Ini surat yang entah ke berapa yang aku kirim selama setahun terakhir ini.
Masih bertanya-tanya, apa sebenarnya penyebab aku nggak bisa berpaling dari kamu, padahal aku tau kamu bakalan mau kembali sama aku.
Apa ini salah satu bentuk pembalasan kamu terhadap kesalahan aku dulu? Kalau begitu, seharusnya kamu datang langsung dan balas aku balik.
Pertanyaan itu selalu berputar dalam otak aku, namun seperti yang aku sering bilang, aku sudah terlalu mengenal kamu.
Aku kerap kali mendatangi Juan dan Irish juga Ian, si bocah kinderjoy. Niatnya sih mau ketemu kamu langsung, tapi takutnya nanti kamu malah kabur. Jadi biar aku aja yang menjauh.
Bahkan aku menurukan ego hanya untuk si muka bayi yang tingkat kesonggonannya melebihi gunung Fuji, untuk bertanya bagaimana kabar kamu sekarang, namun bukan jawaban yang aku inginkan dia berikan, tetapi hal gembira lain yang dia sampaikan.
Kamu tahu, aku benci ketika dia menampilkan senyum menyebalkan di bibirnya, yang membuat aku ingin mengunduli rambut jeleknya. Dan yang paling aku benci adalah ketika dia bisa bikin kamu tertawa lepas.
Sementara bersama aku, kita kebanyakan adu urat. Ego kita sama-sama tinggi, terlebih lagi egoku. Jadi pas ketemu bawaannya kayak Tom dan Jerry, suka bertengkar.
Haha, garing ya. Padahal setelah pertemuan pertama kita waktu itu, aku berusaha agar kelihatan keren di mata kamu. Namun kamunya cuek, masa cowok ganteng di anggurin. Mubazir tahu!!
Hahh. Mungkin kamu udah bahagia dengan pria lain di sana, tapi satu yang harus kamu ingat, aku tetap selalu mencintai kamu. Karena satu-satunya perempuan yang aku inginkan cuma kamu. Dan hati aku tertutup untuk yang lain.
Apa ini hanya sebatas angan? Tidak, ini harapan aku. Berharap suatu hari kita akan dipersatukan oleh sebuah ikatan suci.
Sepertinya aku terlalu banyak berharap, hehe.
Dan... Kenapa sampai hari ini kita tidak bertemu? Bukan karena aku takut berhadapan langsung dengan kamu. Bukan juga tidak berniat mencari keberadaan kamu. Bukan juga tidak mau berjuang untuk mendapatkan kamu. Namun aku tidak ingin kamu semakin membenci aku.
Hal yang paling menakutkan bagi aku adalah kepergian dan kebencian kamu.
Tapi aku yakin, di sana kamu masih sendirian. Karena aku tahu, tuhan sedang mempersiapkan hati kamu untuk bersatu dengan hati aku.
Hei, nona perawan ting-ting. Aku mencintaimu.
Apa kamu mau kembali pada aku?
Haha, jika kamu di berada di hadapan aku, kamu akan langsung bilang nggak dengan mata yang melotot garang. Padahal kamu kalau seperti itu malah semakin imut. Kayak anak remaja marah pas lagi PMS.
Hei, nona perawan ting-ting, hati kamu udah siap ketika aku datang suatu hari nanti?
Aku sarankan, kamu harus banyak olahraga, terkhusus untuk senam jantung. Biar nanti pas aku datang, kamu nggak kaget sampai menyebabkan jantung kamu sakit. Hehe, bercanda nona, jangan di bawa serius.
Bacot aku kebanyakan kayaknya.
Intinya, jika kamu ingin pulang, datanglah, karena aku adalah rumahmu. Dan sebaliknya aku juga begitu, ketika aku pergi dan ingin pulang, kamulah rumahku.
Christian Jonah
Yang selalu menunggu kamu.
Orlee menghembuskan napas membaca surat Jonah. Surat dari lelaki itu bukan hanya satu, tapi puluhan.
Setiap surat isinya selalu berbeda. Kebanyakan malah isi surat tentang kegiatan serta kekonyolan dirinya. Di kira dirinya tempat curhatan apa.
Ia terkadang mendengus kesal, saat membuka kotak surat yang isinya hanya surat dari lelaki itu.
Orlee melirik arlojinya, ternyata sudah pukul lima sore. Ia harus segera bergegas untuk menghadiri pesta pernikahan Dean.
.
.
."Apa dia udah gila? Bagaimana dia masih sempat pergi ketika lima menit lagi pesta di mulai? Kamu juga seharusnya menyuruh orang untuk mengawasi calon istrimu itu!" omel Orlee ketika ia bertemu dengan Dean di kamar lelaki itu.
Pesta pernikahan Dean memang di adakan di rumah keluarga lelaki itu. Rumah yang sangat besar itu Orlee pastikan mampu menampung ratusan tamu yang datang.
Semuanya sudah siap dan waktu acara di mulai sebentar lagi, tapi calon istri Dean malah bertingkah dengan pergi mencari sesuatu dan akan segera kembali setelah apa yang dia cari didapatkan.
"Iya nih kak. Padahalkan kakak cantik lagi hamil," ucap salah satu sepupu Dean berbicara.
Sontak saja Orlee kaget. Hamil. Ia bahkan belum mendengar kabar ini dari mulut sahabatnya itu langsung. Namun saat ia bertatapan dengan Dean, si rambut undercut itu malah tersenyum garing yang Orlee yakini senyum bahagia.
Orlee jengkel dan siap memaki Dean, saat si calon istri datang dan langsung memeluk lelaki itu.
"Udah ketemu?" tanya Dean, sambil mengusap kedua lengan calon istrinya dengan sayang.
"Tentu," jawab istrinya sombong. "Yuk keluar. Kan udah waktunya."
Dean mengangguk dan mengamit tangan istrinya.
"Eh, nona perawan ting-ting, muka nggak boleh di tekuk gitu. Udah cantik juga, terus gaunnya seksi pula. Masa muka asem kayak jeruk di peras. Ntar jodoh elo susah datang," ejek istri Dean pedas. Namun ia tersenyum geli melihat respon dari Orlee.
Orlee mendengus kesal, "mau di sliding?!"
"Sayang," panggil calon istri Dean manja, seolah mengadu karena Orlee menjahilinya.
"Mau muntah," Orlee berlalu pergi. Tapi ia tersenyum setelahnya. Seolah ikut menikmati kebahagiaan kedua mempelai.
.
.
.Orlee tertawa bersama ratusan tamu undangan lain ketika melihat Dean dengan santainya menjahili istrinya yang sudah sah beberapa menit yang lalu dengan candaan lucu.
Dasar pasangan absurd batinnya.
Saat dirinya fokus pada Dean dan istrinya, sebuah jas hangat menyelimuti pundak terbuka Orlee.
Sontak saja ia langsung berbalik ke belakang. Di sana berdiri sosok lelaki tinggi dengan senyum lebar menatapnya penuh minat tanpa berkedip.
"Hei, cantik. Mau di bawa ke pelaminan atau altar?" pertanyaan yang penuh godaan.
Orlee mendengus, lalu tersenyum mencemooh, namun ia segera menyusup ke dalam pelukan lelaki itu saat sang lelaki merentangkan tangannya dan sebuah balasan membuat ia tersenyum kecil.
Sebuah akhir yang manis, bukan?
Selesai
Akhirnya selesai juga Orlee-Jonah,
Makasih kalian yang udah mampir ke cerita aku...Btw, aku baru publish cerita "Jodoh Dari Pintu Sebelah" jangan lupa mampir ya...
KAMU SEDANG MEMBACA
A Love For Orlee 🔚
General FictionCicilia Orlee, gadis berusia dua puluh sembilan tahun, pemilik toko bunga sangat menyukai anak kecil, terutama pada Ian, keponakannya. Namun, di usianya yang sudah cukup matang Orlee masih setia menyendiri. Bukan tanpa alasan, Orlee masih trauma unt...