1. Jogjakarta

1.4K 81 1
                                    

Sebelumnya maaf jika cerita ini berantakan chapternya.

Harap melihat urutan angka di setiap judulnya.

Terimah kasih

###

"sampai disana langsung kabari gue. Dan ingat jangan lama2" ucap Dea pemilik majalah Karir.

"Iya. Sampai disana aku jalan2 ketemu sama laki-laki yang namanya Ari terus kasih tahu dia semuanya setelah itu gue pulang. Itu rencananya"

###

Namaku Cemara. Salah satu pasien gagal jantung yang berhasil selamat. Yang baru saja berbicara denganku namanya Dea, atasan juga sohib ku.

Aku suka Jogjakarta. Kota tua yang masih tetap eksis di dunia modern nya. Yang tua tapi masih bisa diterima dan justru jadi populer.

Jogja itu nyaman.

Sebuah misi membuatku sampai di Jogja. Misi yang secara teori seharusnya gampang aku lakukan.

Namun ternyata teori dan praktek itu berbeda.

Aku justru berakhir disini.

"Permisi, apa ini rumahnya Matahari Pratmajaya?"

Aku melihat ke arah ibu-ibu bersanggul Cepol tanpa tata rias sederhana. Wajah bulatnya terlihat manis. Wanita itu tampak manis.

"Iya mbak" mendok jawa tersengar khas dan sangat lembut.

Namun jawaban si ibu disela oleh keributan yang membuat aku bertanya-tanya ada apa gerangan.

Rumah ini letaknya bagus menghadap matahari pagi, namun semuanya tertutup tirai.

Seakan-akan menolak matahari bahkan secuil cahaya di haramkan untuk masuk.

PRANG!!!

"SIAPA YANG BUKA JENDELA?! TUTUP!!! KAMU KELUAR!!!"

Suara-suara keras mengerutkan dahi ku.

"Sebentar ya mbak" ucap si ibu-ibu tergopoh masuk ke dalam rumah meninggalkan aku dengan seribu pertanyaan di depan teras.

Dan kemudian tampak seorang wanita muda berlari keluar membawa tas melewatiku begitu saja.

Entah apa benar keputusanku untuk masuk ke dalam kegelapan yang terasa aneh. Namun rasa penasaranku membawaku melewati ambang pintu.

"Silahkan masuk non. Yang dikirim dari yayasan ya?" Tanya si ibu tadi menghampiriku yang sudah masuk ke dalam ruang tamu.

"Eh iya.. eh bukan "

"Gak perlu takut non. Tuan Matahari memang tidak suka cahaya dia lebih suka gelap. Tugas non juga gampang hanya memasak makan pagi,siang dan sore. Nanti gajinya perbulan akan di transfer ke rekening setiap bulan"

Aku menatap Matahari yang membelakangi ku.

Dan menatap pecahan gelas dan juga piring yang berserak di atas lantai.

Puing-puing yang aku injak dengan setengah hati.

Dan kemudian Matahari membalikkan badannya. Membuatku mematung di tempatku.

Seperti sosok manusia yang hidup dari puing-puing luka . Cacat wajah yang tampak samar-samar  membuat siapa saja takut, menyeramkan. anehnya aku justru merasa penasaran.

"Dia dari yayasan tuan, yang akan masak dan bantuin mbok. Kali ini lebih lembut lagi tuan, biar si non nya gak lari lagi"

"Hmmm"

si buruk rupaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang