2. gambar

661 70 0
                                    

Sebuah suara membuatku tersentak kaget. Kegiatan membuat sarapan berhenti.

Kakiku berlari menjawab rasa penasaranku pada suara yang lumayan keras membuyarkan konsentrasi memasak ku.

Tampak labtop kini hancur berantakan di atas lantai.

"Kenapa?! KENAPA GAK BISA DITEMUKAN! "

Matahari si buruk rupa mengacak-acak rambutnya frustasi, dan aku hanya berdiri dengan penuh rasa penasaran. Namun mata mbok Minah tertuju pada tanganku.

Sebuah pisau daging tak sengaja kubawa dari dapur ketika tadi terburu-buru.

"Non pisaunya" ucapan mbok Minah membuatku tersenyum dan meletakkan pisau.  Tampak mbok Minah yang susah payah mencoba berjongkok karena lututnya yang bermasalah memungut pecahan labtop.

"Biar saya yang beresin mbok. Ke belakang saja" ucapanku di gubris dengan tatapan yang tampak lega membiarkanku dan Matahari di kamar gelap.

"Ini sudah labtop yang ke berapa?"

Aku mencari-cari mata yang terjebak dalam kegelapan itu. Matahari hanya melempar buku ke arahku.

"Berisik"

Kak Yu entah bagaimana ia bertahan tanpamu seperti ini.

Bahkan keberanian ku sudah kabur. Aku tak ingin memberitahukan kebenaran padanya. Kerjanya hanya marah-marah melempari semua yang ia punya.

Aku ingin mengenyahkan kegelapannya.

Sambil menyapu puing-puing labtop berlogo gambar apel yang digigit itu aku mencoba menatapnya.

"Kalau barangnya dilempar begini memang bisa ketemu yang dicari?"

"Berisik"

"Kamu cari apa? Biar saya bantu"

Aku menatap piagam-piagam yang bergantungan, beberapa piala penghargaan dari perusahaan IT yang terkenal. Bahkan ada foto Matahari bersama pria asing dari perusahaan handphone yang terkenal mahal.

"Kamu lulusan IT?"

"Hmmm, tangan kamu kenapa?"

Sambil menghirup rokok yang baru saja dinyalakan Matahari menatap tanganku yang ternyata sedari tadi meneteskan darah.

"Kena potong, habisnya kaget dengar kamu marah-marah"

Matahari kembali mencari-cari sesuatu dari dalam laci dan melemparkan perban serta Betadine di atas meja.

"Buat saya?" Tanyaku menatap Matahari heran.

"Buat mbok Minah, ya buat kamu lah"

"Bisa bantuin saya obati lukanya?" Dengan keberanian dan rasa penasaran yang semakin menjadi-jadi aku mencoba mendekatkan diri ke arah Matahari.

Menikmati dentuman jantung yang seakan mengenal pemiliknya.

Tatapan Matahari tajam membuatku tak lagi takut, cacat di wajahnya yang sedari awal tampak menyeramkan hingga membuatku terpukau kini tampak jelas.

Dari balik jendela cahaya mengintip membuatku kini melihat Matahari begitu pula dengan pria yang kini menatapku.

Usianya dan usia kak Yu sebaya. Aku tahu betul itu. Kak Yu sering cerita tentang Matahari.

Tapi sepertinya kak Yu, kamu salah.

Matahari yang  ceritakankamu adalah Matahari yang hangat. Yang penuh kelembutan dan yang sungguh patuh .

Dan Matahari yang berada di depanku adalah Matahari siang yang terik panas . Amarahnya membakar penuh kebencian. Ia bukan Matahari yang selalu di dibanggakan olehmu kak Yu.

si buruk rupaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang