14. jantung

665 53 3
                                    

jantungku kini terasa lebih sakit. ia berdegup cepat seakan-akan aku berlari kencang. namun rasanya lebih seperti memberikanku pelajaran. tentang lari dari cinta, dan kenyataan bahwa aku masih mencintainya, naas benar nasibku.

di parkiran aku hanya diam sambil menegak obat. mungkinkah aku akan ebrakhir disini, mayatku akan membusuk hingga semua orang akan menemukanku karena bau .

Dan yang kulakukan hanyalah menangis.aku berubah menjadi orang paling bodoh sedunia. Mulutku terasa kelu setelah melemparkan makian pada pria yang kucintai.

"Cemara"

Suara Matahari membuatku membuka mata, setengah mati aku menahan rasa sakit di dadaku. tatapan pria itu melihat ke arahku dengann cemas. ada rasa syukur Matahari mendapatiku sebelum ajdi mayat.

namun mengapa harus disituasi seperti ini? situasi dimana aku tidak dapat bergerak dengan bebas dan seakan-akan aku membutuhkan pertolongannya

Matahari menggendongku masuk ke dalam mobil, mengantarku ke rumah sakit. tanpa banyak bicara, sesekali tangan pria itu meraba keningku.

"pakai jam tangamu sekarang" perintah Matahari yang terdengar sedang marah ebrcampur cemas.

"jangan atur saya!"

"saya bilang pakai jam tangan mu sekarang" ucap Matahari, membuatku mengaitkan jam tangan yang sempat kulepas tadi. bunyi jam tangan itu seakan-akan alarm kematian. aku saja tak tahan mendengarnya.

Setelah masuk ke ruangan UGD. Mereka langsung tau dari riwayatku harus diantar keman, seakan-akan aku adalah penghuni tetap rumah sakit. dan rukmah sakit adalah rumahku. aroma alkohol menyeruak masuk ke hidung dan membuatku semakin pusing.

mereka menyutikku dengan berbagai obat yang aku tak tahu apa merknya hanya untuk menenangkan jantung yang kini berulah.

"kenapa? kepalamu sakit? saya panggil dokter lagi?" ucap Matahari.

dan sebelum pria itu berteriak mirip orang yang kerasukan seperti di UGD tadi, aku menahan pergelangannya. dia duduk dengan tenang sembari memegang jemariku, seakan-akan itu adalah hal yang apling kubuthkan sekarang.

"Sakit?" Tanya Matahari menatapku. tatapan seperti ia juga merasakan sakitnya.

"lebih baik kamu pergi" ucapku tak ingin ia berlama-lama disini. aku tak ingin ia melihat aku dan Sarwono.

entahlah apa yang kutakutkan, dan kenapa aku harus takut melihat kebersamaanku dengan Sarwono. pria jawa itu adalah tunanganku.

kak Yu adikmu ini mulai gila!

wajahnya, perhatiannya, tatapan cemasnya, belaian lembutnya bahkan dekapannya, aku tak ingin dia pergi kak Yu. aku tak ingin Matahari menyerah untuk mendapatkanku.

astaga! betapa serakahnya aku!.

"tidak, saya akan menemanimu disini" jawaban itu membuatku mengulum senyum. mengenyahkan rasa sakit bekas suntikan yang berkali-kali. dan jawaban itu membuat hatiku hangat.

jawaban yang kusukai.

"terserah"aku membuang muka dan tak ingin ia melihat senyumanku yang tampak licik.

dan kemudian Sarwono masuk dengan wajah cemas. sewajarnya sebagai tunanganku. namun Matahari masih enggan meninggalkan kursinya.aku takut hatinya terluka kak Yu. aku takut Matahari akan menangis dan menyerahkanku secara sukarela pada Sarwono.

"kamu terbiasa tidak makan siang Ra, lihatlah akibatnya" ucap Sarwono, menatap Matahari yang ada disampingku.membuyarkan seluruh imajinasiku.

"siapa Ra?" tanya Sarwono menatap wajah buruk rupa Matahari, tatapan kaget bercampur rasa ingin tahu tergambar di wajah Sarwono.

si buruk rupaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang