26

1.5K 322 140
                                    






Scoups menghentikan langkahnya begitu melewati pagar kastil. Karena sebelumnya berlari dengan kecepatan tinggi dan tiba-tiba berhenti, tubuhnya limbung. Beruntung ia bisa segera menyeimbangkan diri.

"Bodoh, kenapa tidak terpikirkan dari tadi?!" umpatnya pada diri sendiri. Ia kembali memutar arah. Berlari lebih cepat menuju pusat petir yang terus menyambar.



Brak!


Pria itu membanting pintu kamar tempat di mana sang pemimpin diisolasi. Ia menembus garis-garis sihir yang telah dibuat Joshua dan Jeonghan untuk menjaga tubuh tak terkendali Woozi tetap di tempat.

"Arghhh!!!" Teriakan Woozi menggema di seisi ruangan. Scoups tentu khawatir idenya malah menimbulkan petaka. Namun ia sadar bahwa apa pun yang mereka lakukan takkan berarti apa-apa selama tak ada campur tangan Woozi.

Scoups menatap nanar Woozi yang terikat dengan tali sihir ungu di kedua tangan dan kakinya. Pria itu terus meronta dan berteriak. Pergerakannya menarik petir yang menyambar—akan menjadi sumber kehancuran jika dibiarkan lebih lama. Melihat itu sungguh menyayat hati Scoups. Woozi adalah salah satu teman terbaiknya sejak zaman Wonwoo berkuasa.

"Pasti menyakitkan sekali untukmu, bukan?" gumam Scoups diikuti helaan napas. "Aku tidak tahu kenapa aku merasa sangat bersalah. Kau mungkin takkan menunjukkannya pada orang lain, tapi aku tahu melawannya sangat melukaimu."

Scoups berdeham. Ia memejamkan mata kemudian mulai bekerja dalam pembebasan. Bibirnya merapalkan mantra untuk melunturkan penjagaan ketat itu. Begitu ia membuka mata, satu per satu tali meleleh dan membebaskan Woozi yang masih memberontak.

"Mereka takkan suka ini," gumam Scoups. Ia segera menahan tubuh Woozi yang meronta dengan kedua tangannya sendiri. Berusaha membuat pria itu tetap di tempat.

Panas.

Scoups bisa merasakan suhu tubuh Woozi yang begitu tinggi. Raganya akan segera terbakar jika separuh nyawanya tak kunjung kembali.

"Kumohon, bertahanlah!" seru Scoups frustasi. Segera ia membopong tubuh Woozi. Ia berlari sekuat tenaga sambil merapalkan mantra untuk berlindung dari sambaran petir yang seolah mengikuti tubuh Woozi. Ia juga berusaha menahan Woozi agar tak lepas dari tangannya.

Meski pria itu mengalami kesulitan luar biasa akibat tubuh Woozi tak terkontrol, usahanya membuahkan hasil. Semakin dekat dengan tempat tujuan, pergerakan Woozi semakin terkontrol. Suhu tubuh pria itu pun menurun seiring dengan langkah yang semakin dekat.

"Argh, sakit," ringis Woozi sambil memegangi perutnya.

"Woozi! Kau sudah sadar?!" pekik Scoups girang. Ia langsung berhenti dan terduduk. Membuat Woozi yang dibopongnya ikut jatuh.

Scoups berusaha menormalkan tarikan napasnya. Ia membaringkan tubuhnya di atas rumput. Lega sekali karena membawa Woozi lebih dekat dengan separuh jiwanya membuat kondisi pria itu membaik. Tentu ia lebih lega ketika melihat kastil megah beberapa meter di hadapannya.

Woozi masih meringis. Ia memeluk perutnya sendiri, merasakan mual dan sakit kepala luar biasa. Saking sakitnya ia sampai tak sanggup membuka mata.

"Kita hampir sampai," ucap Scoups. "Ayo pulihkan dirimu. Masih ada banyak hal yang harus kita lakukan."

Woozi bisa mendengar jelas perkataan Scoups. Namun ia masih belum sanggup merespons. Sakit di kepalanya seolah menyebar, sekujur tubuhnya ikut nyeri.

Tentu Scoups tak diam saja melihat Woozi berperang melawan sakit. Ia beranjak duduk. Tangannya terangkat, ditaruh di atas perut Woozi. Ia merelakan separuh energinya untuk dibagi dengan teman baiknya itu.

Life of a Lonely Demon [Seventeen Imagine Series]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang