Ruangan sempit itu telah disulap menjadi tempat pemantauan. Ruang tak terpakai dan tersembunyi di kastil kecil Woozi—yang pernah digunakan untuk ritual pembangkitan Han (y/n). Ruangan itu terkunci. Namun Jeonghan membukanya secara paksa. Bersama Scoups ia mengosongkan ruangan itu dan menatanya sesuai kebutuhan. Ada lima cermin yang disimpan dengan formasi setengah lingkaran. Ada lima demon pula yang menjaga cermin-cermin itu termasuk Scoups.
Bukan sembarang cermin. Benda-benda itu telah dikelilingi oleh kabut keunguan. Sudah dimantrai untuk menjadi media pemantauan.
"Ini akan berhasil, kan?" Scoups langsung menoleh ketika merasakan keraguan dalam pertanyaan yang rekannya lontarkan. Jeonghan menghela napas. Pedang emas dipegangnya dengan erat di tangan kiri. Mendadak pria itu merasa gugup. Ini kali pertamanya menjadi pemimpin. Rekan-rekannya yang lain—Xu beserta pasukannya, Joshua, dan Vernon—sudah berangkat terlebih dahulu. Mengikuti arahannya. Sementara Jeonghan tertinggal. Masih harus menunggu waktu yang tepat untuk meluncur.
Namun kegugupannya tak tertahan. Pemikiran buruk terus berdatangan sehingga mentalnya semakin jatuh. Padahal tadinya ia sudah siap. Bahkan sangat siap.
Belum lagi, komentar asal Vernon tak bisa ia lupakan.
Bagaimana kalau dia sudah membaca strategiku dan menghancurkannya?
Bagaimana kalau yang lain mati sementara aku selamat karena masih di sini?
Scoups bisa membaca pemikiran itu dengan jelas. Seolah tercetak dengan jelas pada dahi Jeonghan. Tak mampu disangkal Scoups juga khawatir meski ia sangat percaya diri. Namun, sebisa mungkin ia tampak biasa saja.
"Kau yang membuat rencananya. Sudah pasti ampuh," sahut Scoups berusaha menenangkan. Ia kemudian menghadapkan tubuh pada cermin di depannya. Pria itu mengangkat tangannya, membuat gerakan menyapu sehingga kabut yang mengelilingi cermin itu menebal.
"Siapkan diri kalian. Ini perang sesungguhnya," ucap Scoups pada empat orang anak buahnya. Keempat demon itu membungkuk sebagai tanda pengabdian.
Jeonghan memilih untuk diam. Ia berdiri di samping Scoups, memantau cermin yang berposisi di tengah dan lebih besar dari yang lainnya.
Kabut itu perlahan bergerak memutar. Seolah-olah masuk ke dalam cermin. Begitu kabutnya lenyap, warna hitam memenuhi cermin. Membuat Jeonghan terkejut.
"Kenapa hitam? Apa dia memanipulasi kita?" tanyanya panik.
Scoups menggeleng. "Ini adalah ruangan tempat Han (y/n) disekap. Aku menyebutkan namanya ketika merapalkan mantra tadi."
"Tapi tidak mung– ohh tidak ...," ucap Jeonghan panik, "ruang penyiksaan!"
"Artinya dia dalam keadaan tidak baik-baik saja," sahut Scoups.
"Woozi ...." Jeonghan hendak pergi, namun Scoups menahannya.
"Jangan khawatirkan dia sekarang. Fokus dulu pada misi. Lihat ... dia ada di lorong utama. Sepertinya sudah mencium kehadiran Xu."
Jeonghan langsung melirik pada cermin di paling kiri. Berurutan dari sana tampaklah gambaran di mana Vernon dan Joshua mengendap-endap di pintu belakang, halaman kastil yang tenang, ruang singgasana, dan keberadaan Xu serta pasukannya yang siap mengepung.
"Dia keluar," ucap Scoups kemudian melirik. "Ini saatnya kau pergi. Semoga berhasil."
"Aku tidak akan mati," ucap Jeonghan, "paling tidak sampai dia mati."
Melihat kondisi yang aman, Jeonghan menggunakan kemampuannya untuk berteleportasi. Dalam sekejap mata ia sudah berada di lorong utama. Ia melirik ke kanan dan ke kiri sebelum akhirnya melangkah menuju ruangan di mana Han (y/n) disekap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Life of a Lonely Demon [Seventeen Imagine Series]
FantasíaHighest rank - #311 on Fantasi 200224 "Dengan darahku, aku membangkitkanmu dari kematian yang keji. Balaskan dendammu dan tinggallah di sisiku selamanya... atau aku yang akan kembali menjadi abu." Kalimat itu terdengar bak sebuah sihir. Kalimat pert...