Gelap, amis, dan dingin. Jeonghan berusaha melepaskan diri dari sesuatu yang mengekangnya. Namun semakin ia bergerak, pelukannya mengencang. Ia cukup cerdas untuk menyadari bahwa diam adalah tindakan yang tepat.
Pandangannya menyisir ke segala penjuru. Meski hitam yang dilihatnya, ia tahu bahwa seseorang bersama dengannya di tempat itu. Mungkin Han (y/n) yang terjebak atau seseorang meniru suara wanita itu untuk membuat Jeonghan tertarik.
Namun, tak ada salahnya mencoba bukan? Jadi, Jeonghan memberanikan diri untuk memanggilnya, "(y/n) ... apa benar kau yang ada di sana?"
Tak ada balasan yang cepat. Tapi setelah keheningan mendominasi, akhirnya sebuah suara menyahut, "Jeonghan ... apa kau baik-baik saja?"
Suara itu terdengar lemah. Jeonghan sadar bahwa wanita itu tidak dalam keadaan yang baik. Setidaknya itu sungguhan Han (y/n), bukan jebakan lain.
"Apa kau terperangkap?" tanya Jeonghan. Ia berusaha sekuat tenaga melawan pelukan ketat itu. Kali ini bukan untuk membebaskan diri melainkan duduk.
Bukan jawaban malah isakan yang membalas Jeonghan. Pria itu akhirnya diam, memberi wanita itu waktu untuk menangis meski ia benci dengan air mata. Apalagi manusia yang menangis.
"Aku bukan hanya terperangkap," ujar wanita itu pelan, "aku tidak bisa bergerak."
"Apa yang dia lakukan padamu?"
Wanita itu mengalihkan pembicaraan, "Bagaimana dengan Woozi? Meski dia tidak baik-baik saja kuharap kau mengatakan bahwa dia akan membaik."
"Aku akan bilang begitu kalau rencanaku berhasil. Maaf ... tapi aku tidak suka berbohong, jadi aku akan mengatakan tidak tahu," balas Jeonghan.
Tiba-tiba sebuah cahaya muncul dari lilin yang menyala di sudut dekat pintu. Atensi Jeonghan teralihkan. Satu per satu lilin menyala hingga akhirnya cahaya kuning kemerahan mengelilingi ruangan.
Jeonghan langsung mencari-cari keberadaan wanita yang sejak tadi menjadi lawan bicaranya. Lalu, ia melihat wanita itu di sudut ruangan berseberangan dengannya.
Wanita itu tampak berantakan. Akar-akar pohon memeluk lengan dan pinggangnya dengan erat sehingga ia hanya bisa duduk diam. Ikatan rambutnya hampir lepas. Menunjukkan perlawanan yang sempat dilakukannya
Ada banyak lebam dan goresan-goresan tipis di wajah dan tubuh wanita itu. Gaun merah yang dikenakannya basah. Dari bau amis yang kuat, Jeonghan tahu bahwa bagian yang basah itu diakibatkan oleh darah.
Jeonghan menatap nanar wanita di hadapannya. Hatinya sakit mengingat wanita polos itu biasanya cerah dan hangat. Senyuman lebar yang biasa terlukis di wajah wanita itu ketika berada di kastilnya saat ini lenyap. Wanita cantik itu tak berdaya.
"Kenapa bibirmu bengkak?" tanya Jeonghan tak sampai hati. Namun ia tak punya pilihan selain bertanya untuk tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Wanita itu mengalihkan tatapannya dari Jeonghan. "Apa Woozi masih mau menerimaku jika aku disentuh pria lain?"
"Apa yang–"
"Dia mencium dan menggigit bibirku. Dia tidak melakukan hal lain selain itu. Tapi ... tidak tahu kenapa, aura hitam itu terlepas dari Wonwoo setelah ia menjilat darahku." Wanita itu hancur ketika menceritakan pengalaman buruknya beberapa waktu lalu. Ia masih ingat bagaimana Wonwoo tanpa bicara membuat akar pohon melepasnya. Ia yang semula tergantung di dinding jatuh begitu saja. Tapi, belum sempat ia mengumpulkan tenaga untuk bangkit ia sudah diserang.
Wonwoo menciumnya secara paksa dan kasar. Darah keluar dari bibirnya, tapi tanpa perasaan pria itu mengincar darah yang menetes.
Sadar akan apa yang terjadi, Jeonghan mendecak. "Darahmu adalah darah Woozi. Dia menggunakan darah Woozi yang murni untuk melepas aura yang ia dapatkan dari kejahatan masa lalu. Dia telah murni kembali."
KAMU SEDANG MEMBACA
Life of a Lonely Demon [Seventeen Imagine Series]
FantasyHighest rank - #311 on Fantasi 200224 "Dengan darahku, aku membangkitkanmu dari kematian yang keji. Balaskan dendammu dan tinggallah di sisiku selamanya... atau aku yang akan kembali menjadi abu." Kalimat itu terdengar bak sebuah sihir. Kalimat pert...