Pria berambut pirang itu mengerjap pelan ketika menemukan seorang wanita dengan gaun putih selutut di depan pintu kamarnya. Wanita itu memberikan senyuman lebar, membuat pria itu mengerutkan dahi.
"Manusia?" tanyanya.
Wanita itu mengangguk. "Namaku Han (y/n)."
"Ahh ya, aku Vernon." Pria itu menggaruk bagian belakang kepalanya. Ia sudah biasa menghadapi banyak manusia dan membuat kontrak dengan mereka. Tapi, ini kali pertamanya canggung di hadapan manusia. Pertama, ia tidak tahu kenapa ada manusia di kediaman demon sekelas Woozi. Kedua, manusia di depannya sama sekali terlihat tidak takut meski tahu dikelilingi makhluk yang bisa membunuhnya kapan saja.
"Aku sangat mengagumimu. Kau pasti demon yang sangat kuat kan?" tanyanya dengan wajah polos.
Vernon mengibaskan tangannya. "Ahh, jangan bicara begitu."
"Aku bersungguh-sungguh," sahutnya. "Kemarin aku melihat ruangan Joshua berantakan. Pasti karena kau kan? Aku tidak melihat tanda-tanda Woozi melawan. Kau kuat sekali. Woozi pasti tidak ada apa-apanya."
Vernon hanya tertawa. Ia tersipu. Wanita itu menunjukkan senyuman lebar, berusaha memperlihatkan bahwa dirinya tulus. Di sisi lain, Woozi mengepalkan tangannya. Ia bersembunyi di balik dinding di dekat tangga, mengawasi berlangsungnya akting Han (y/n).
Bagus. Baru saja hendak memuji, ia justru dibuat kesal dengan kalimat terakhir yang lancar terucap dari bibir wanita itu.
"Aku tidak ada apa-apanya dari Vernon? Apa-apaan itu?" umpatnya. Justru, Vernon takkan berani melawan Woozi sungguhan.
Wanita itu merapihkan rambutnya ke belakang telinga. Bertingkah malu di depan Vernon. "Kalau tidak keberatan, aku ingin kau menemaniku jalan-jalan di luar. Hutan di sini sangat menakutkan. Aku pernah hampir diserang makhluk-makhluk aneh. Aku takut keluar sendirian. Apa kau, demon yang sangat kuat dan tampan ini mau menemaniku?"
Malas. Sesungguhnya kata singkat itu sempat terlintas dalam benaknya. Tapi, melihat betapa manisnya Han (y/n) dan mendengar pujian-pujian dari wanita itu membuatnya tak dapat menolak.
"Baiklah, Han (y/n). Ke mana kau ingin pergi?" tanyanya.
Wanita itu tersenyum lebar. Matanya tampak berbinar. "Kau mau menemaniku?" tanyanya yang segera dibalas anggukan oleh Vernon. "Aku ingin pergi ke taman bunga di balik hutan."
"Itu terlalu ja-" Woozi kembali mengatupkan bibirnya sebelum mengeluarkan protes yang tentu takkan didengar oleh wanita itu. Pada akirnya ia hanya bisa pasrah, ia tak mungkin membiarkan rencananya hancur sebelum dilaksanakan.
Ia segera menggunakan kemampuannya untuk berteleportasi ketika mendengar suara dua langkah kaki yang berbeda mendekat. Tepat ketika Woozi menghilang, wanita itu melintas bersama Vernon untuk menuruni tangga.
Woozi mendengus keras ketika ia menginjakkan kaki di depan pintu ruangannya. Dengan raut wajah tak bersahabat, ia masuk ke dalam ruangan. Matanya menangkap sosok Jeonghan yang berdiri di depan rak bukunya sementara Joshua duduk di sebuah kursi di tengah ruangan karena kondisinya yang belum stabil.
"Vernon sudah keluar dari kastil," ujarnya sebelum melangkah dan duduk di mejanya.
Jeonghan menaikkan sebelah alisnya. "Kenapa kau terlihat kesal?"
"Tidak," jawab Woozi tegas. Seperti enggan ditanya lebih lanjut.
Jeonghan yang mengerti lantas diam. Woozi memerhatikan kedua kawannya bergantian sebelum akhirnya membuka suara, "Dia berada di sini kemarin."
KAMU SEDANG MEMBACA
Life of a Lonely Demon [Seventeen Imagine Series]
FantasiaHighest rank - #311 on Fantasi 200224 "Dengan darahku, aku membangkitkanmu dari kematian yang keji. Balaskan dendammu dan tinggallah di sisiku selamanya... atau aku yang akan kembali menjadi abu." Kalimat itu terdengar bak sebuah sihir. Kalimat pert...