Cahaya matahari yang begitu terik menyorot belahan dunia itu dengan hangat. Meski musim dingin tengah berlangsung, rupanya udara masih bisa terasa sepanas itu. Di tengah hiruk-pikuk yang terjadi di jalanan panjang yang dijadikan sebagai pusat perbelanjaan dengan banyak toko kelontong dengan gaya-gaya bangunan klasik di sepanjang sisinya, seorang pria bersurai cokelat melangkah dengan wajah datar menyusuri tempat itu. Mantel kotak-kotak berwarna hitam−cokelat yang menyelimuti tubuhnya ditambah sebuah topi baret dengan warna senada membuat pria itu tampak tampan, mencolok di tengah keramaian itu. Matanya melirik ke arah kiri dan berbelok begitu menemukan sebuah jalanan kecil nan sempit.
Aroma tak menyenangkan dari saluran air dan beberapa sampah basah menyapa indera penciumannya yang tajam meski sesungguhnya bagi manusia aroma itu tak begitu kuat. Namun, pria yang sesungguhnya adalah demon itu sama sekali tak terganggu. Masih dengan wajah datar yang dipertahankannya, ia melangkah menuju jalan buntu di akhir gang itu. Di sana, seorang pria berusia lanjut duduk di atas kursi roda ditemani seorang wanita muda yang berdiri di belakangnya. Pria itu, Jeonghan, tersenyum miring begitu mendapati sirat ketakutan dari wanita muda itu. Dengan sengaja ia melesat secepat kilat dan berhenti tepat di hadapan kedua orang itu, membuat sang wanita terkejut bukan main sementara sang pria lanjut usia tampak biasa.
"Suatu kehormatan Tuan mau mendatangiku di tempat yang tak pantas ini," ujar pria tersebut. Suaranya serak, bahkan ia terbatuk setelahnya. "Aku membutuhkan bantuanmu sekali lagi."
"Apa imbalannya?" tanya Jeonghan langsung pada inti pembicaraan. Ia sesekali melirik ke arah wanita di belakang pria itu. Melihat seorang manusia yang ketakutan membuatnya merasa besar. Ketakutan itu tampak jelas dari kedua bola mata birunya yang berair, juga tubuhnya yang bergetar. Wanita dengan rambut pirang lurus itu bahkan menghindari tatapan Jeonghan.
"Tuan tertarik dengan anakku?"
Atensi Jeonghan kembali pada pria di depannya. Ia tertawa pelan sebelum mengembalikan wajah datarnya. "Tidak," jawabnya tegas. "Kutebak kau akan membuat nasibnya sedikit mengenaskan tak lama lagi."
Pria lanjut usia itu hanya berdehem. Ia kemudian membungkuk. "Aku sudah mendapat kekayaan, tetapi aku belum dilihat orang-orang. Aku ingin menjadi orang terpandang yang mendapat perhatian semua orang. Sayangnya, tubuhku sudah ringkih sehingga aku tidak bisa banyak berkontribusi dalam dunia politik."
"Kau ingin aku mengembalikan kondisi tubuhmu yang prima?" tanya Jeonghan, berusaha menjurus pada inti pembicaraan.
Pria lanjut usia itu tertawa pelan. Ia kemudian memberikan seulas senyum. "Aku akan memberikan apa pun yang Tuan inginkan."
"Aku ingin kau membuat perjanjian dengan bangsa vampir. Cukup buat mereka datang karena aku ingin bermain-main dengan mereka yang sudah membunuh orang-orangku," ujarnya seraya memperhatikan kuku-kukunya yang memanjang dan tajam.
"Akan kupancing mereka sebisaku, Tuan. Akan kubuat mereka datang ke tempat yang masih terjaungkau oleh Tuan sehingga Tuan bisa mendeteksi keberadaan mereka."
"Bagus, aku terima." Ia menggores lengannya sendiri dengan kuku jarinya yang tajam sehingga beberapa tetes darah mulai keluar dari luka yang muncul. Begitu darahnya keluar, pria paruh baya di hadapannya juga mendapatkan luka yang sama di bagian yang sama. Darahnya mulai keluar dari permukaan kulit. Namun, sebelum darah dari kedua belah pihak jatuh ke tanah, tetesan darah itu bergerak saling mendekat dan menyatu. Jeonghan mengibaskan tangannya sehingga kertas usang beraura hitam muncul. Darah yang telah menyatu itu bergerak mendekat ke arah kertas perjanjian yang melayang dan mencatat nama kedua belah pihak di sana.
"Kontrak telah dibuat." Kertas usang itu terjatuh usai Jeonghan mengatakan itu. Ia langsung menangkap kertas itu dan menaruhnya di saku mantel. "Kutunggu janjimu di pertengahan malam ketiga bulan baru."
KAMU SEDANG MEMBACA
Life of a Lonely Demon [Seventeen Imagine Series]
خيال (فانتازيا)Highest rank - #311 on Fantasi 200224 "Dengan darahku, aku membangkitkanmu dari kematian yang keji. Balaskan dendammu dan tinggallah di sisiku selamanya... atau aku yang akan kembali menjadi abu." Kalimat itu terdengar bak sebuah sihir. Kalimat pert...