"Menyebalkan," umpat Han (y/n) kemudian menjatuhkan diri di atas ranjang. Ia mengerucutkan bibir, tubuhnya berguling ke kanan dan ke kiri. Ia bosan setengah mati. Ia tak bisa mengerti kenapa Woozi tidak mengizinkan wanita itu keluar dari kastil meski hanya sebentar saja. Ia bahkan bersedia dikuntit oleh salah satu demon demi mengusir rasa bosannya.
Sayang seribu sayang, Woozi tak mau mengerti perasaannya.
Wanita itu menghela napas. Ia berbaring terlentang, cahaya matahari menyorot sebagian wajahnya lewat jendela. Tapi ia tak peduli dengan silaunya cahaya. Ia hanya peduli akan satu hal ... bagaimana caranya bisa keluar.
Tuk!
Wanita itu spontan menoleh ketika mendengar suara sesuatu menumbuk kaca. Ketika menoleh ia mendapati beberapa kerikil kecil berterbangan membentur jendela kamarnya. Ia langsung beringsut turun dari ranjang dan menghampiri jendela guna memeriksa.
Senyuman terkembang di wajahnya ketika ia melihat sosok yang telah lama tak ia jumpai di bawah sana. Ia melambaikan tangan, pria dengan jas merah marun itu ikut melambaikan tangan. Dalam hitungan detik, pria itu melompat tinggi dan mencapai balkon kamar wanita itu seolah mencapai lantai dua bukanlah sesuatu yang sulit baginya.
"Hai, lama tak berjumpa," sapa pria itu. Senyuman tipis terukir di wajahnya. Meski aura hitam terus keluar dari tubuhnya, pria itu tetap tampak ramah dan tak berbahaya.
Wanita itu tersenyum miris, merasa sedikit tidak enak. "Maaf, aku tidak bisa keluar dari sini. Apa kau sengaja datang ke sini untuk menemuiku?"
"Menurutmu siapa lagi yang harus kutemui di sini?" Pria yang terus menguarkan aura hitam itu kembali tersenyum tipis. Matanya meneliti setiap sudut kamar wanita itu. Luas dan cukup nyaman jika diperhatikan. "Kamarmu sangat luas dan rapi."
"Tapi membosankan," sahut wanita itu. "Aku tidak diizinkan keluar dari tempat ini selama berbulan-bulan. Menyebalkan sekali, tapi aku tak bisa berbuat apa-apa. Terkadang Woozi mengerikan jika sedang marah. Aku tidak ingin cari masalah."
Pria itu, Wonwoo, memiringkan kepalanya. "Mereka mengekangmu?"
"Tidak juga," sahut wanita itu. "Mereka baik, hanya saja aku tidak tahu kenapa dia tiba-tiba melarangku keluar. Aku sungguh tidak mengerti. Dan dia tidak menjelaskan! Astaga, bisa kau bayangkan bagaimana rasanya terkurung lama dan tak bisa melakukan apa pun? Tempat ini luas dan indah, tapi tetap saja aku muak."
"Sesungguhnya aku lebih dari tahu bagaimana rasanya," ucap Wonwoo. Pria itu melirik ke arah pintu. Ia bisa merasakan bahwa seseorang berjalan mendekat. Sebentar lagi akan sampai ke ruangan itu. "Han (y/n)."
"Ya?"
Wonwoo melirik ke arah belakangnya. Ia menunduk, sedikit melihat ke bawah sana sebelum kembali menatap wanita itu. "Maukah kau ikut denganku?"
"Apa?" Kedua bola mata wanita itu terbuka lebar. Ia cukup terkejut dengan tawaran yang tiba-tiba ia dapatkan dari Wonwoo. "Ke mana?"
"Ke tempat di mana kau bisa bebas," sahut Wonwoo. "Kau ingin melihat bunga lain yang belum pernah kau lihat di sini? Aku bisa membawamu ke tempat mana pun yang kau mau."
"Ada syaratnya?" tanya wanita itu hati-hati.
Wonwoo mengedikkan bahu. "Hanya perlu keinginan. Jika kau ingin, aku akan mengabulkannya."
"Aku mau!" sahut wanita itu antusias. "Bisakah kau membawaku ke tempat di mana aku bisa melihat langit luas? Ohh ... tapi, Woozi tidak mengizinkan diriku keluar dari kastil. Dia pasti akan marah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Life of a Lonely Demon [Seventeen Imagine Series]
FantasyHighest rank - #311 on Fantasi 200224 "Dengan darahku, aku membangkitkanmu dari kematian yang keji. Balaskan dendammu dan tinggallah di sisiku selamanya... atau aku yang akan kembali menjadi abu." Kalimat itu terdengar bak sebuah sihir. Kalimat pert...