Sinar mentari yang masuk melewati celah-celah jendela kamar membuat wanita dengan rambut kecokelatan itu terusik. Ia mulai melenguh pelan dan menggeser tubuhnya untuk menghindari sinar matahari yang cukup mengganggu. Matanya terasa rapat. Ia hanya ingin tidur beberapa waktu lagi karena merasa lelah. Tapi, begitu bergerak mundur kulit punggungnya menabrak seseorang. Ia yang terkejut lantas membuka mata dan baru menyadari bahwa dirinya masih berada di kamar yang penuh dengan kekacauan itu.
Untuk sementara waktu, ia tak berani bergerak. Ia bahkan tak berani membenarkan selimut yang sedikit turun dan mengekspos bahunya. Ia hanya mengerjap pelan, bahkan sedikit menahan napas. Ia takut membangunkan pria yang tertidur di belakangnya. Ia takut menghadapi Woozi jika pria itu terbangun. Mengingat kejadian semalam saja sudah membuatnya malu setengah mati. Bagaimana jika ia berhadapan langsung dengan Woozi? Bagaimana pria itu akan bereaksi? Bagaimana ia harus menyapa Woozi?
Ia meringis pelan dan kembali memejamkan mata. Sungguh, ia ingin berlari sekuat tenaga dan kembali ke kamarnya sebelum Woozi terbangun. Tapi ia terlalu takut untuk itu. Ia bahkan menahan diri untuk tidak bergerak.
"Kalau sudah bangun kenapa tidak bergegas mandi?"
Jantungnya serasa melompat keluar dari tempatnya ketika suara itu tiba-tiba terdengar. Ia bahkan menahan napas ketika sepasang tangan melingkari pinggangnya dari belakang.
Menyadari bahwa wanita itu panik, Woozi terkekeh geli. Ia yang masih setengah sadar itu menenggelamkan wajahnya di bahu wanita itu. Matanya masih terpejam. Ia bahkan masih betah dengan posisi itu.
Wanita itu kembali memejamkan mata. Berusaha keras untuk memikirkan kalimat apa yang harus ia lontarkan pada Woozi. Tapi, sebelum mendapat jawaban sebuah kecupan mendarat di bagian belakang lehernya.
"Bangun dan mandi. Jangan terlambat sarapan," ujar Woozi lalu beranjak duduk. Pria itu masih diam, masih belum sepenuhnya terbangun.
Wanita itu mau tak mau membalikkan tubuh. Ia menahan selimut di dadanya agar tidak turun dan menghadap ke arah Woozi. Sialnya, pria itu telanjang dada. Membuatnya mendadak gugup.
"A- aku tidak bisa keluar," ujar wanita itu lalu memalingkan wajah. Pipinya merona. Apalagi ketika Woozi menoleh ke arahnya.
Woozi yang tadinya hendak bertanya mendadak bungkam. Ia kemudian mendecak, baru menyadari kebodohan yang dilakukannya semalam. Sekarang ia mengutuk dirinya sendiri karena telah merobek pakaian wanita itu sembarangan.
Puas mengumpati dirinya sendiri di dalam hati, ia melirik ke arah wanita itu. Kali ini bukan hanya menatapnya sekilas, tapi benar-benar memperhatikan wanita itu.
Lalu, semburat merah muncul di pipinya bersamaan dengan ia yang menoleh ke arah lain usai melihat beberapa tanda kemerahan di leher dan bahu wanita itu. Ia meringis. Ia tak percaya dirinya akan melakukan hal-hal seperti itu. Bukankah memalukan meninggalkan jejak pada bagian yang bisa terlihat orang lain dengan mudah?
Sekarang bukan hanya merutuki kebodohannya dengan merobek pakaian wanita itu sembarangan dan meninggalkan banyak jejak yang bisa terekspos, ia juga merutuki dirinya yang tidak bisa menahan diri. Bodoh jika harus melampiaskan amarahnya pada seseorang. Parahnya lagi, berakhir dengan pengakuan cinta yang sama sekali bukan gayanya.
Pria itu menunduk. Ia menyentuh dahinya, lalu meremas rambut yang menutupi separuh wajahnya itu pelan. "Maafkan aku," ujarnya.
Wanita itu terkejut bukan main ketika mendengar kata maaf keluar dari mulut Woozi untuk pertama kalinya. Ia menoleh, melihat Woozi yang juga menatapnya dengan serius.
"Aku minta maaf karena telah berbuat kasar padamu semalam. Aku tidak bermaksud untuk melukaimu atau membuatmu tidak nyaman."
Wanita itu langsung mengulas senyum. Melihat sisi lain dari Woozi membuat jantungnya berdebar. Sisi yang lembut ini membuatnya merasakan sesuatu yang asing. Hatinya menghangat, seolah telah merindukan sisi itu setelah sekian lama. Apa mungkin ia pernah melihat sisi itu sebelumnya? Sebelum ia mati dan hidup kembali?
KAMU SEDANG MEMBACA
Life of a Lonely Demon [Seventeen Imagine Series]
FantasíaHighest rank - #311 on Fantasi 200224 "Dengan darahku, aku membangkitkanmu dari kematian yang keji. Balaskan dendammu dan tinggallah di sisiku selamanya... atau aku yang akan kembali menjadi abu." Kalimat itu terdengar bak sebuah sihir. Kalimat pert...